Amber menyetir mobilnya menuju Seoul dengan amarah yang tak terkendali hingga membuat Henry yang duduk disampingnya ketakutan setengah mati. Henry mendesak Amber agar menurunkan laju mobilnya. Namun hal itu tak digubris Amber dan membuat Henry ikut naik pitam.
"Hei Stupid!! Kalau kamu menyetir seperti ini kita akan masuk rumah sakit!!" Bentak Henry.
Amber yang sedari tadi diam itu menepikan mobilnya secara tiba-tiba hingga membuat mobil yang berada di belakangnya mengeluarkan suara klakson yang sangat nyaring.
"Henry. Dia bohong." Lirih Amber dengan tatapan kosongnya.
"Kau pindahlah, biar aku yang nyetir." Henry melepas seatbeltnya, hendak bertukar posisi dengan Amber.
"Apa yang harus kulakukan Hen?" Henry menatap iba pada sahabatnya yang sedang dirundung kesedihan.
"Tanyakan padanya dan bicaralah baik-baik. Jangan malah menambah masalah baru." Henry yang paham dengan sifat Amber yang mampu meledak saat sedang marah itu pun memintabya untuk tenang.
Selama perjalanan Amber terus menelfon nomor Irene. Namun sayang, hingga ia sampai di rumah Irene telfon itu tak pernah tersambung. Amber sedikit berlari saat memasuki rumah Irene. Ia berkeliling, mencari sosok wanita yang memiliki semua jawaban atas pertanyaan yang saat ini berputar di kepalanya.
Amber keluar rumah dengan lesu, menemui Henry yang sedang harap-harap cemas.
"Bagaimana?"
"Dia tak ada di rumah." Jawab Amber tanpa tenaga.
Amber mulai mengambil ponselnya dan hendak menelfon Irene kembali. Namun disaat yang bersamaan ada telfon dari nomor yang tak ia ketahui.
Mata Amber mendelik saat mendapat telfon dari pihak administrasi RS Seoul yang mengatakan jika Irene sedang disana.
Henry yang tak tahu apa-apa hanya mengikuti Amber sambil melemparkan segala pertanyaan pada Amber.
"Kenapa Noona ada disana?"
"Dia mencoba bunuh diri dengan memotong urat nadinya." Mata Henry membulat saat mendengar jawaban Amber. Henry semakin menginjak pedal gasnya agar segera sampai di RS.
Amber dan Henry berlari menuju ruangan Irene. Namun langkah mereka terhenti saat berpapasan dengan Bogeum.
"Ikut aku, kita harus bicara." Sapa Bogeum dengan nada dingin.
"Tidak bisa Hyung, aku harus bertemu dengan Irene noona." Amber berlalu dari hadapan Bogeum. Namun ia memutar tubuhnya saat Bogeum berteriak memanggil namanya.
"Ikut aku sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan." Lirih Bogeum dengan nada yang terdengar putus asa. Dan pada akhirnya Amber memutuskan langkah dokter muda itu menuju cafetaria RS.
"Hyung, kau mau bicara apa? Aku harus segera pergi." Amber yang kesal karena Bogeum sedari tadi hanya diam itu pun mulai bersuara.
"Dia sedang kritis." Lirih Bogeum dengan mata yang mulai memerah.
"Apa maksudmu Hyung?"
"Dia menelfonku dan mengatakan jika dia tak ingin ada di dunia ini lagi, karena tak ada seorang pun yang menginginkannya. Terutama kau." Entah kenapa Amber merasakan sakit yang teramat saat mendengar suara Bogeum yang bergetar itu.
"Aku sudah mencoba menghentikannya. Tapi aku tidak bisa."
"Sudahlah Hyung, itu bukan salahmu."
"Amber. Tolong maafkan dia, juga aku?" Bogeum yang sedari tadi menunduk kini mulai memberanikan diri untuk menatap mata Amber yang terlihat lelah itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Teacher
FanfictionSuatu ketika hiduplah seorang anak laki-laki yang tampan nan mempesona. Dia merupakan putra tunggal konglomerat Korea Selatan yang memiliki sifat selengean, amburadul, susah diatur, dan pervert. Anak muda itu memiliki IQ yang tinggi, namun ia berpur...