9

665 35 0
                                    

Aku dengan  segera menarik tubuh Mario yang berada diatas tubuh istriku yang tak sadarkan diri.

"Kau!" Dengan memukul wajahnya,
"Beraninya kau menyentuh milikku." kataku dengan berteriak di depan wajahnya. "Kau ingin mati rupanya di tanganku!!!"

Ia tersenyum miring padaku, "kau terlambat, Dave. Aku dan istrimu sudah melakukan permainan yang sangat panas." jawabnya dengan meringis kesakitan.

Aku dengan segera melayangkan pukulanku kearah wajahnya, aku terus memukuli wajahnya hingga wajahnya tak terbentuk. "BRENGSEK KAU, SIALAN!!! MENGAPA KAU DENGAN BERANINYA MENYENTUH MILIKKU" aku terus memukulinya dan ia tak melawan sedikitpun. "KAU SEHARUSNYA MATI, KAU TAK PANTAS HIDUP"

Aku terus memukulinya dengan sangat brutal aku tak perduli bila aku harus menyangkut hukum.

"Mulai detik ini perusahaanmu dan perusahaanku tak memiliki ikatan!!" Kataku dengan membanting tubuhnya.

Aku dengan segera menuju kearah Annora yang tak sadarkan diri. Aku mengelus wajahnya dengan lembut.

"Sayang, ini aku. Maafkan aku, kumohon sadarlah." Aku mendekap tubuhnya dan mengecup puncak kepalanya.

Aku merogoh saku celanaku dan mendial nomor Robi, "Cepat bawakan aku pakaian dan kau cepat datanglah ke kediaman Mario!" Kataku setelah sambunganku di angkat olehnya.

Aku terus mendekap tubuh istriku dan membelai lembut wajahnya, aku terus berdoa semoga aku tidak terlambat. Aku memperhatikan wajah istriku yang memerah dan sesekali mengecupnya.

Selang beberapa menit Robi datang dengan membawa paper bag yang berisikan pakaian untuk Annora.

"Bawa ia pergi dari sini, Robi" perintahku tanpa melihat kearahnya.

"Sayang, aku berjanji untuk terakhir kalinya kau merasakan seperti ini. Aku berjanji padamu."

***
Aku sedang berada di hadapan ruangan dimana Annora sedang diperiksa oleh tim dokter, setelah aku sampai di rumah sakit, aku seperti orang yang sudah akan mati bila melihat pasangan hidupnya tak berdaya.

"Shit, mengapa lama sekali!"

"Tuan, kau harus menenangkan dirimu. Nyonya akan baik-baik saja"

Aku menggeleng, "tidak, Robi. Kau tahu? Pusat hidupku sedang melawan nyawa di dalam, dan kau dengan seenaknya berkata bahwa Annora akan baik-baik saja?!"

"Kita percayakan ini semua pada dokter, tuan"

"Aku tak akan pernah percaya dengan dokter sialan itu, aku tidak akan pernah. Yang aku percaya adalah aku ingin melihat An, keluar dari ruangan terkutuk itu" kataku dengan suara meninggi.

"Tuan, tenangkan dirimu. Kau harus ingat dimana kau sekarang"

"Aku tak perduli, sialan!" Bentakku, aku bisa saja memukul wajah Robi jika aku tak bisa menahan emosiku.

Aku mengatur nafasku mencoba untuk tidak emosi, yang sekarang harus ku fikirkan adalah keselamatan isteri ku. Aku bersumpah bila terjadi hal yang tak ku inginkan aku bersumpah akan membunuh Mario.

***
Setelah hampir satu jam aku menunggu hasil dokter, akhirnya dokter yang menangani Annora telah keluar dari ruang pemeriksaan, aku dengan segera menghampirinya.

"Bagaimana istriku? Apa ia baik-baik saja?" Kataku cepat.

"Istri anda baik-baik saja, namun ia tidak di perkenankan untuk pergi selama infus yang ia gunakan belum habis." Jelasnya.

"Baiklah, aku ingin isteriku di pindahkan ke ruangan yang layak. Maksudku aku tak ingin istriku bergabung dengan pasien lain, apakah bisa?"

Dokter tua itu tersenyum dan menepuk bahuku pelan. "Tentu kau bisa, tuan. Kau harus ke ruang administrasi untuk mengurusnya," katanya, "Apa masih ada yang ingin kau tanyakan kembali, tuan?"

"Tidak."

Dokter itu berpamitan kepadaku, aku dengan segera memerintahkan Robi untuk mendaftarkan Annora sebuah kamar yang layak, aku tak ingin Annora berada di ruang pemeriksaan. Aku hanya ingin membuatnya merasa nyaman. Aku berjalan ke arah dimana kursi ruang tunggu berada dan memutuskan untuk duduk disana.

"Kau akan kembali pulih, An." Kataku dengan suara pelan.

Aku terus menunggu Annora bagaimanapun ia adalah istri ku, sampai mati aku tidak akan membiarkannya pergi meninggalkanku. Aku terus berdoa agar Tuhan dapat dengan segera menghilangkan semua rasa sakitnya.

"Tuan," suara Robi mengintruksi indera pendengaranku. "Mrs. Annora akan segera di pindahkan."

Aku mengangguk mengerti lalu bersiap untuk menunggu Annora keluar dari ruang pemeriksaan.

Aku terus berdiri disisinya seraya mengikuti dorongan ranjang milik Annora melangkah. Aku terus menggenggam tangannya agar ia tahu bahwa aku selalu disini dengannya.

Kami sudah berada di ruangan khusus yang ku pesan melalui Robi. Semua perlengkapan kebutuhanku dan Annora sedang di kemas oleh Robi. Aku mendial ponselku untuk menghubungi Dorothy agar ia membawa Cindy.

***
Beberap jam kemudian Dorothy datang dengan membawa Cindy yang berada di stroller miliknya, aku membiarkan Cindy datang agar Annora pulih kembali. Aku mengangkat Cindy dan mendekatkan dirinya ke arah Annora yang sedang terpejam.

"Sayang, apa kau tak merindukan, Cindy?"

"Cindy lihat ibu mu selalu memejamkan kedua matanya, bangunkan ia." Aku mendekatkan Cindy ke arah wajah Annora agar ia bisa merasakan ke hadiran Cindy."

"Apa kau senang, sayang? Cindy telah datang, aku berharap kau cepat bangun."

Aku beralih ke arah Dorothy berada, "Kau membawa peralatan Cindy?"

"Ya, Tuan. Saya membawakan peralatan Nona."

Aku mengangguk mengerti, lalu membawa Cindy ke arah jendela besar. Aku menciumi puncak kepala Cindy, aku tahu Cindy tidak memahami apa yang ia lihat. Ia masih terlalu kecil untuk mengetahuinya.

"Apa Annora menyimpan susu nya di dalam pendingin?" Aku bertanya kepada Dortohy tanpa mau menatapnya.

"Mrs. Annora hanya menyimpan beberapa kantong dan saya membawa semua nya."

"Letakkan susu itu ke dalam pendingin yang berada di tengah ruangan." Perintahku cepat, "Apa kau juga membawa susu formula nya?"

"Ya, Tuan."

"Letakkan."

Aku tidak ingin memecat Dorothy karena aku tahu aku pasti akan memerlukan Dorothy seperti saat ini. Di saat Annora sedang tak sadarkan diri lalu siapa yang akan merawat anakku. Aku memang menjaga jarak dengan Dorothy agar Annora tidak marah kembali padaku. Aku tahu ia cemburu denganku karena Dorothy, ia bahkan memintaku untuk memecatnya agar tidak perlu merawat Cindy. Namun aku tetap mempertahankannya.

Aku berjalan menuju kasur besar yang tersedia di dalam kamar ini lalu keletakkan Cindy di sana.

"Kau bisa kembali ke rumah, Dorothy. Jika aku membutuhkan bantuanmu aku akan menghungimu."

Tanpa mendengar penjelasannya ia dengan segera pergi. Aku mendekat ke arah Annora lalu menggenggam tangannya lalu mengusap nya.

"Kau harus sadar, An. Kau harus tahu bahwa aku tak akan melepaskanmu. Kami merindukan mi."

MINE [NEVER LET YOU GO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang