19. Dua Cermin Retak

4.1K 374 25
                                    

Ada sedikit adegan mature di part ini. Walaupun gak detail atau cuma nyerempet dikit istilahnya, tapi aku mohon buat pembaca, be wise ya.

Seperti biasa, jangan lupa vote dan commentnya ya. Happy reading! 😘

*****

"Jangan berjanji kepada cermin yang retak karena ia tak mempercayainya.
Jangan pula berkata dusta, karena ia mengetahuinya."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

"Ngapain elo ke sini?" tanyaku pada makhluk yang seenaknya udelnya masuk ke tempat persembunyianku ini tanpa permisi pada pemiliknya, karena yang ku tahu ketika tadi aku baru saja kembali dari supermarket di lantai dasar karena lupa membeli ice cream --aku merupakan penggemar berat ice cream-- pasta yang baru saja kubuat di meja makan telah raib.

Setelah kucari tikus pencurinya sedang bersantai ria di tempat tidurku. Ya, memang salahku juga yang memilih tempat ini sebagai tempat pelarian, karena aku mana berani pergi jauh-jauh sendiri?

Aku hanya perlu berpikir jernih dan rencana awalnya aku ingin pergi traveling saja. Tapi setelah kupikir ulang, aku kan ingin kabur. Tak mungkin aku mengajak salah satu anggota keluargaku. Kalau saja Moira masih bernapas, mungkin aku akan pergi bersamanya daripada ke tempat yang seluruh negara juga tahu aku ada di mana sekarang. Maaf aku berlebihan.

Kesal merasa tak diacuhkan dan tikus ini masih saja menutup mata seperti tak ada siapapun, ku olesi wajahnya dengan Cornetto Oreo yang kupegang. "Woi, Gas! Kalo bangunin orang tuh ya dicium, bukan dicolek es krim gini! Bagi-bagi, kek!"

Aku mendengkus dan menjauhkan es krimku dari jangkauannya. Defian lama-lama kurang ajar juga ya. Sudah menghabiskan pasta di saat aku kelaparan, kini dia memintaku berbagi ice cream? No way and never! "Siapa yang nyuruh elo ke sini? Mama? Papa?"

"Ah pelit lo! Bukan ... gak ada yang nyuruh gue. Biasanya juga gue kan tinggal di sini sebelum pindah ke Sidney, mana gue tau ada curut satu ikutan ngumpet di sini?"

Ya, kami berada di salah satu apartemen yang tadinya merupakan investasi milik Papa. Tempat ini menjadi markas Defian memang sejak ia bermasalah, tapi tak lama kemudian Defian lebih memilih tinggal di Sidney bersama Grandmanya. Kalau tak salah, begitu yang kutahu. Betapa bodohnya aku, memilih tempat ini sebagai persembunyian bukan?

"Gue lagi pengen sendiri, Def. Jangan ganggu gue," lirihku sembari menjatuhkan tubuhku ke tempat tidur tepat di sebelah Defian setelah es krimku habis.

Aku merasakan pergerakan di sampingku dan hal yang paling kusuka dari Defian adalah apa yang dia lakukan saat ini. Defian mengusap dengan sayang kepalaku seperti adiknya sendiri, dia selalu melakukan ini saat dia tahu aku tertekan. "Biasanya gue cuma nenangin elo dan gue bakal pergi biarin elo sendiri. Tapi gue mohon kali ini lo mau dengerin gue, Gas."

Kutatap wajahnya yang melembut, terkadang ekspresinya yang seperti ini membuatku menahan tangis. Aku merasa beruntung dapat melihat kasih sayang tulus miliknya, aku bisa melihat seperti apa Defian sesungguhnya dan ini membuatku tak pernah menyesal menolongnya kala itu.

Aku mengangguk pelan dan bergerak bersandar di bahunya saat Defian ingin aku mendekat. Rasanya sungguh tentram, mungkin karena kami pernah melewati masa-masa sulit yang hampir sama. "Gue pernah cerita kan kalau gue pernah punya adik perempuan? Gue cerita sedikit boleh kan?" tanya Defian, aku pun mengangguk menanggapi ucapannya.

Defian memang pernah punya adik, satu-satunya saudara kandung yang ia miliki. Tapi naas ia terbunuh karena kelaparan sekaligus kelelahan karena dipaksa melayani nafsu binatang sang ayah. Defian pun tak luput dari perlakuan yang sama. Orang gila yang tega melakukan itu ayahnya sendiri, saat anak perempuannya itu pergi, sang ayah baru menyesal. Defian tetap tak terima, dia ingin melaporkan ayahnya ke polisi tapi ibunya sampai berlutut memohon agar ayahnya jangan sampai masuk bui.

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang