3. Cafe Karma Zoya

7.7K 644 36
                                    

"Kata orang, pertemuan yang ketiga itu takdir.
Tapi belum tentu takdir itu jodoh.
Kalau apes, maka elo emang ditakdirkan hidup ngenes."

-Gauri Adoria Zoya-

*****

"Siang, Ma, Pa!" sapaku masih berjalan di tangga kepada sepasang kekasih paruh baya yang tiada hentinya membuatku iri.

"Ck, siang Sayang." Papa berdecak pelan namun tetap menjawab sapaanku, membuatku terkekeh geli.

"Hehe, maaf Zoya ganggu Papa romantisan sama Mama. Makanya kalau mau ena-ena itu jangan di tempat umum, Pa!"

Papa menjewer telingaku hingga aku meringis. "Ini mulut kamu ya, siapa yang ngajarin?"

Aku cemberut ketika jemarinya telah membebaskan telingaku. "Papa!" Mama tertawa puas mendengar jawabanku.

"Ah ... benar juga ya, kamu kan memang anak Papa."

"Enak aja! Mama kan yang ngelahirin Zoya, jadi Zoya anak Mama," protes Mama tak terima.

Papa mengusap rambut Mama penuh cinta. "Zoya anak kita, kan aku yang nyebarin pupuknya."

Mama mendelik tajam kepada Papa. "Diyas!"

Aku pun tertawa terbahak-bahak, "Santai aja, Ma. Otak Zoya udah biasa kok diracunin sama Papa, udah biasa liatin Mama goyang ngebor di depan Papa."

Mama mendesah lelah dengan kedua pipinya yang memerah. "Diyas, anak kamu yang ini benar-benar keracunan mesum! Aku jadi kangen, kapan Alan pulang? Cuma dia yang bisa bantuin aku di saat-saat seperti ini."

Mendengar Mama membicarakan adikku yang rupawan itu membuatku teringat jika aku memiliki janji dengan pria yang tak kalah menawan. "Ah, Ma, Pa, Zoya ijin mau keluar sebentar. Ada janji sama orang."

Mata Mama langsung berbinar bahagia melihat sepertinya aku punya peluang besar kali ini. Mama tak tahu saja jenis makhluk seperti apa yang akan kutemui. Peluangnya tipis, setipis rambut dibelah sepuluh!

"Sama siapa? Laki-laki?" Tuh kan! Aku bilang juga apa. Mama excited sekali mendengarnya. Sedangkan Papa, wajahnya seperti tomat busuk. Aneh juga sih, padahal hampir setiap hari beliau yang sering meledekku lumut balon.

"Iya, laki-laki Ma. Tapi-"

"Sssttt, udah sana kamu pergi aja!" Mama mendorongku ke arah pintu depan. Papa melayangkan tatapan tak suka namun sesaat sebelum mendengar Mama melanjutkan ucapannya, "biar Mama sama Papa bisa berduaan di rumah. Pulangnya jangan sore-sore, ya!" Yah, dasar lelaki!

"Tapi Zoya cuma mau ngambil mobil yang kemarin ditabrak orang aja kok, Ma. Kalo yang nganterinnya itu montir wajah zombie sih gak lama juga Zoya pulang."

Mama yang tadinya bersemangat langsung berubah lesu. "Emangnya tadi yang ngehubungin kamu suruh ambil mobilnya siapa? Kata kamu yang nabrak kamu itu ganteng kan, Zoya?"

Aku cengengesan, "Iya sih ganteng, Ma. Yang tadi ngehubungin aku juga dia. Cuma kan gak menutup kemungkinan dia malas ketemu lagi sama Zoya," pungkasku pasrah.

"Siapa namanya?" tanya Papa.

"Hmm ... sebentar," Bodoh! Aku lupa siapa namanya. Memang aku paling payah dalam menghafal nama orang. "namanya Agam Wafi Pranaja, Pa!"

Papa nampak seperti mengenali nama itu, terlihat dari cara beliau memandangku. Seperti tak asing, namun dahinya masih berkerut mencoba mengingat. Tak lama kemudian kulihat Papa terlihat ... tak suka?

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang