26. Remembrall Sickness

3.9K 348 33
                                    

Maaf di publish ulang, setelah dibaca lagi ternyata banyak typo dan kesalahan lainnya di dalam cerita. Kurang menjelaskan juga, aku rasa part ini jadi benar-benar panjang sekarang.

Disarankan untuk baca ulang ya, karena penjelasannya lebih rinci terutama di bagian flashback, versi kemarin ganjil sekali. 😂

Oh iya, jangan lupa, vote dan comment nya, oke?

Happy reading! 😘

*****

"Kebenaran memang menyakitkan, itu kenapa manusia lebih memilih untuk berbohong.
Walaupun mereka tahu, tak selamanya kebohongan memberikan perlindungan."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

Dadaku sesak sekali, aku kesulitan bernapas. Tak terasa ternyata air mataku sudah mengalir deras sejak tadi.

"Anakku! Enggak mungkin, Moira masih hidup, mereka selamat!"

"Moira sayang ... kamu cuma pura-pura tidur aja kan? Moi ... jangan tinggalin aku. MOIRA!!!"

"Kamu pembunuh! Hahaha, kamu pembunuh, ZOYA!"

Aku ingat Ramon begitu membenciku. Kini aku mengingat semuanya. Aku lah yang membuat Moira terbunuh. Aku pembunuhnya!

Sebuah taksi melintas di depanku dan entah rasanya begitu lambat hingga aku dapat melihat penumpang dari jendela kaca mobil bagian belakang. Aku terbelalak tak percaya ketika mataku melihat penumpang itu tersenyum miring kepadaku.

"Ramon?!"

>>>>>

Aku mengetuk pintu rumah dengan tergesa-gesa dan napas yang tak beraturan. Tubuhku terasa lemas sekali hingga sulit rasanya untuk bertahan tetap menjaga keseimbanganku untuk beberapa detik lagi.

Minimarket tadi jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Entah aku harus bersyukur atau tidak akan hal itu, karena aku bisa berlari sesegera mungkin tanpa harus menunggu transportasi umum, atau aku harus merasa sial karena bisa saja pria itu mengetahui tempat tinggalku dengan mudah. Kemungkinan itu cukup besar terjadi walaupun memang .taksi tadi berlawanan arah dengan tempatku berlari.

Senyuman miring pria itu masih berputar di kepalaku. Aku sangat yakin jika sampai saat ini aku masih sadar dan tidak berhalusinasi. Wajahnya terlihat jelas dan aku tahu itu nyata. Tapi rasa sesak di dadaku jauh lebih mendominasi dibandingkan rasa takutku. Dalam sepersekian detik aku langsung teringat dengan seseorang yang telah menungguku di rumah.

"Agam, please .... buka pintunya, Zoya udah gak kuat lagi!" jerit batinku frustrasi.

Sepertinya ia mendengar raunganku, karena tubuhku langsung limbung ke depan ketika pintu ini terbuka. Beruntung Agam dengan sigap langsung menangkap tubuhku masuk ke dalam pelukannya.

"Astaga, Zoya! Kamu kenapa lagi?" Aku bisa merasakan dari nada suaranya jika ia mencemaskanku, karena aku tak bisa melihatnya. Aku tak sanggup untuk membuka mata walaupun kesadaranku masih delapan puluh persen. Kalian tahu, adonan di dalam mixer? Seperti itulah kepalaku sekarang, rasanya seperti diaduk-aduk sampai pusing sekali.

Mungkin Agam menyadari jika aku bisa saja langsung terjatuh lemas, jadi tanpa menunggu jawabanku, ia mengangkat tubuhku sedangkan aku mencoba meraih leher suamiku dan mengistirahatkan kepalaku di dadanya. Agam segera menutup pintu dengan kakinya sehingga menyebabkan bunyi berdebam yang cukup keras. Belanjaanku? Aku tak tahu bagaimana nasibnya.

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang