22. Filsafat Zoya

4.5K 324 13
                                    

Yey double update hari ini!

Tapi jangan lupa vote sama commentnya, oke?

Enjoy, happy reading! 😘

*****

"Jangan berubah saat aku mulai bergantung padamu.
Jangan pergi ketika aku mulai mempercayaimu."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

Pernikahan kami sudah berjalan satu bulan dan sudah menjadi keputusanku yang akan mengundurkan diri setelah aku menikah. Memang aku tak tega melihat Papa harus menjadi pemimpin perusahaan kembali, hanya saja aku ingin menjadi seperti Mama yang memiliki banyak waktu dengan kami, anak-anaknya. Kalaupun Mama memutuskan bekerja untuk melanjutkan hobinya menjadi designer, Mama memilih bekerja di rumah. Itu semua dilakukan agar tetap bisa menjadi istri sekaligus ibu yang baik.

Begitupun dengan apa yang baru saja kulakukan sekarang, belum lagi dengan masa laluku dan orang-orang di sekitarku yang membuatku belajar sebisa mungkin menghindari penyebab retaknya rumah tangga.

Papa sempat terkejut dengan keputusanku yang tiba-tiba, tapi setelah mendengar penjelasanku matanya berkaca-kaca. Aku sudah dewasa sekarang, begitu katanya. Lagipula hanya tinggal beberapa bulan lagi untuk Alan menyelesaikan pendidikannya.

Ya, kupikir cukup Agam saja yang mencari nafkah, lagipula kini aku tahu jika ia merupakan pemilik P Jewelry --Pranaja Jewelry-- yang diwariskan dari kedua orang tuanya. Agam merupakan pengusaha yang berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Maka dari itu sejak awal, suamiku mengambil jurusan desain grafis semasa perguruan tinggi agar karyanya selalu inovatif dan berguna di mana saja. Seperti wallpaper flat shoes yang pernah ia presentasikan bersamaku.

Pantas saja P Jewerly semakin berkembang sejak Agam dipercaya untuk menjadi pemiliknya. Dari situ aku berpikir jika keputusanku mengundurkan diri tidak sama sekali merugikan, karena kutahu jika suamiku merupakan tipe pria pekerja keras yang tidak akan membiarkanku dan anak kami nanti mati kelaparan.

Bahkan sampai saat ini Agam mengalah, memilih tinggal di apartemen tempat singgahku dan Alan yang dekat kantor gedung utama DBDE Company jika kami terlalu lelah mengendarai mobil sampai ke rumah. Setidaknya sampai aku mengandung nanti, begitu kata suamiku yang baik itu.

Aku memutuskan untuk menghubungi suamiku, sebentar lagi waktunya makan siang.

"Halo, Aya Sayang. Ada apa? Oh iya, mau makan siang bareng sama aku, gak?"

Aku tersenyum, mulai membiasakan diri dengan panggilan yang sejujurnya membuatku benar-benar merasa disayangi.

"Baru aja Aya mau nawarin makan siang bareng, tapi kali ini makan siangnya di rumah ya. Mau enggak?" tanyaku sembari melirik makanan yang baru selesai kumasak sepulang dari kantor tadi. Ah, satu hal lagi. Cara berbicaraku sudah mulai berbeda kepadanya tanpa kusadari.

"Kamu lagi di rumah? Kok tumben jam segini udah di rumah? Terus pulang sendiri? Kan tadi berangkatnya sama aku," tanyanya beruntun.

Aku terkekeh, "Enggak kok, tadi diantar Jono. Iya Aya lagi di rumah, pokoknya cepetan ke sini ya."

"Kamu gak aneh-aneh, kan? Aya, kita baru aja menikah, jangan bilang kamu minta cerai?"

Aku justru tertawa terbahak-bahak mendengar Agam menjadi paranoid sepertiku. "Apa sih Agam? Nanti Aya minta cerai beneran baru tahu rasa."

"Jangan dong! Awas aja!"

"Makanya cepetan pulang, Aya tunggu," ujarku sembari terkikik geli.

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang