31. Terlahir untuk Pergi

4.7K 399 55
                                    

"Jalan cinta berbeda-beda.
Terkadang diabaikan ketika ada, disesali ketika telah tiada."

- Gauri Adoria Zoya -

*****

Agam Pov
(Sudut pandang Agam)


Beberapa hari ini aku bekerja terlalu keras. Sengaja tak memberitahu siapapun kalau aku kembali ke California sampai Mama yang rupanya curiga padaku akhirnya tahu jika rumah tangga kami sedang bermasalah.

Aku teringat ucapan Mama kemarin, "Mama sudah takut dari dulu hal ini terjadi, karena Mama tahu siapa Zoya. Tapi kamu juga gak boleh egois seperti ini, bisa juga kan dia sama terlukanya seperti kamu?"

Aku mendesah lelah, "Aku perlu waktu untuk sendiri, Ma."

"Tapi bukan menjadi seorang pengecut. Mama gak bilang sama Papa karena Mama gak mau terlalu ikut campur rumah tangga kalian. Tapi kamu harus lihat sendiri kondisi istri kamu itu."

Ya, memang Mama cukup bijak. Papa tak pernah tahu jika keberadaanku di sini untuk menghindari istriku sendiri. Hanya Mama yang tahu dengan jelas masalahku.

Aku berdecak pelan, "Dia baik-baik aja, Ma. Jangan berlebihan."

Mama menatapku nanar, "Dari mana kamu bisa bilang baik-baik aja?! Mama lihat sendiri anak itu. Sering melamun, susah makan. Bahkan terakhir Mama ketemu dia, Zoya lagi sakit. Tapi istrimu itu pilih berbohong sama semua orang demi melindungi kamu! Dia gadis baik, Mama yakin. Jadi berhenti perlakukan istri kamu seperti itu!"

Sebuah pesan masuk di saat yang tidak tepat. Namun segera ku baca setelah melihat nama pengirimnya.

Zoya❤ :

I miss you, Papa.

I miss you, too ....

Aku memejamkan mata, perang batin di hatiku kembali lagi. "Tapi dia yang membunuh Moira, Ma!"

Kulihat mata Mama berkaca-kaca, "Mama gak nyangka kamu masih gak bisa lupain Moira padahal kamu udah jadi suami orang, apalagi sampai dendam sama istri kamu sendiri. Coba kamu pikir kalau istrimu itu menyukai orang lain, apa kamu akan senang?!"

"Udahlah, Ma. Jangan bahas ini dulu. Kepala aku mau pecah rasanya," keluhku frustrasi.

Mama berdiri dengan cepat, "Mama menyesal jauh-jauh ke sini berbohong sama Papamu, bilang mau ketemu Grandma kamu, cuma ingin kamu gak menyesal suatu saat nanti karena telah berbuat bodoh seperti ini. Tapi kayaknya usaha Mama sia-sia. Mama lebih baik pulang. Ingat, terlambat sedikit saja gak pernah ada kesempatan lagi, jangan sampai kamu menyesal."

Aku menenggelamkan kepalaku yang penuh benang kusut ke meja, berharap rasa sakit ini berkurang. Namun rupanya keadaan tak pernah berpihak kepadaku.

Nada dering ponselku berbunyi, dan nama Defian terpampang dengan sombong di layar. Mau apalagi sih dia? Kemarin Alan, jangankan mereka, panggilan dari istriku saja tak kujawab.

Ketika panggilan berakhir, masuk satu notifikasi pesan, dari nama yang sama. Aku terbelalak saat melihat isi pesannya;

Defian:

Elo mau ngobrol sama gue di telepon, atau mau ketemu gue langsung?

Jangan pikir gue bego! Gue tau elo sembunyi di mana.


Maka tanpa pikir panjang, aku langsung mengangkat panggilannya setelah membaca pesan tersebut.

"Astaga akhirnya diangkat juga! Eh bego, mau sampai kapan ninggalin istri elo sendirian?"

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang