7. Markas Agam Alien

6.1K 573 43
                                    

"Cinta itu buta, benar adanya.
Bukan hanya mata, tapi seluruh inderamu.
Karena kalau kita jatuh cinta, bau ketek pun terasa seperti pengharum ruangan."

-Gauri Adoria Zoya-

*****

"Zoya!" Kurasakan sebelah tangan melingkari pinggangku, menarikku ke luar dari lautan manusia dengan beragam wangi.

Mungkin aku berhalusinasi jika penolongku ini seorang Agam Wafi Pranaja. Ya, aku hanya berharap itu dia karena aku tak dapat melihat wajahnya secara jelas.

>>>>>

Aku benci pengganggu. Seperti saat ini, putri tidur sepertiku sedang bermimpi indah dan diganggu oleh pria-pria penggosip!

Sumpah aku malas sekali membuka mataku. Lalu bagaimana aku yakin jika mereka adalah laki-laki? Tentu selama dua puluh sembilan tahun aku sering dimodusin pria, pasti paham suara berat spesies mereka.

Yang aku heran, memangnya aku tertidur di tempat mereka arisan? Sepertinya tidak.

Oh Tuhan ... tolong hambamu ini, usir mereka dan biarkan aku mencium pangeran dalam mimpiku!

"Apa anda lupa, jika saya pernah berkata kepada anda untuk menjauhi putri saya?"

"Saya ingat, tapi-"

"Lalu kenapa kamu ada di sini?!"

Tunggu. Bukankah itu suara Papa? Sejak kapan Papa ikut arisan? Ah, apa acara arisan ala Bapak-bapak rumah tangga itu harus menarik urat? Bicara soal urat, perutku tiba-tiba terasa lapar, teringat bakso langgananku.

"Tadi Zoya pingsan dan saya hanya terpikir untuk membawa dia ke-"

"Saya tahu anak saya tak sadarkan diri, lalu kenapa kamu masih berdiam diri di sini?!"

"Pa, udahlah ... berisik banget! Kasian Kak Zoya, nanti dia keganggu."

Ah, Alan-ku tersayang. Terakhir itu pasti suaranya. Aku cukup terharu dia masih mempedulikanku dengan kata-kata manis, tak lupa disertai dengan suara tembakan pistol beruntun yang kuyakin sekali berasal dari ponselnya. Dia adik yang perhatian sekali bukan?

Walau ucapannya sangat tak berfaedah, karena tanpa Papa berteriak pun, suara game miliknya sudah terlebih dahulu menggangguku.

"Diam, Alan! Biarkan Papa bicara dengan Tuan Agam yang terhormat."

"Lebih tepatnya Papa ngusir dia," gumam Alan tepat di samping telinga sebelah kananku.

Eh, siapa tadi? Agam? Dia di kamarku?! Apa jangan-jangan aku bukan bermimpi? Kalau benar bukan mimpi, aku akan memusuhi Papa karena beliau yang membuat Agam tak jadi menciumku barusan. Padahal belum tentu juga dia ingin menciumku, aku saja yang berharap lebih saat dia membaringkan tubuhku.

"Kamu, pergi dari sini. Tolong turuti kata-kata saya kalau-"

Papa itu kenapa sih? Apa dia tak memiliki kontak batin denganku yang ... baiklah, harus kuakui jika seorang Zoya menyukai Agam Wafi Pranaja. Tapi kenapa beliau terdengar tidak suka? Oke cukup sudah, kali ini giliranku.

"A-gam ...," lirihku sengaja memotong ucapan Papa tanpa membuka mata.

Telapak tangan hangat yang lebih besar dari ukuranku membungkus jemariku. Tapi ... itu hanya sesaat sebelum terhempas kembali akibat tangan lain yang kurang ajar sekali berani menghilangkan rasa hangat hampir sampai ke hatiku.

"Jangan sentuh Putri saya!"

Waduh, jadi barusan tangan pengganggu itu milik Papa? Durhaka kau, Zoya!

All Eyez (#MOG 2) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang