Chapter 22.0 - The Plan

799 111 4
                                    

"It's over!" ujar Rafi seraya membuka pintu besi tempat Reinard dan Nayla berada.

Reinard dan Nayla terdiam seraya memandang Rafi. Sesekali mereka menjilat setiap senti bibir mereka sendiri. Beberapa serpihan nasi pun masih melekat di pipi, dan dagu mereka. Bahkan, terdapat di beberapa helai rambut Nayla yang terjatuh.

"Hey, bocah!" teriak Rafi seraya menggerakan dagunya ke arah Nayla, "bisa, 'kan makan tanpa tangan?"

Nayla hanya terdiam 'tak menjawab.

Dengan perlahan, Rafi mendekati Nayla dan berdiri di depannya. Diletakan sebuah kantong plastik yang ia bawa di atas meja. Sementara Reinard, terus memperhatikan pergerakan Rafi. Tanpa disengaja, Reinard melihat tangan kiri si Jangkung mengeluarkan sebuah kain dari kantong celananya.

"Nayla! Awas!" teriak Reinard seraya menggerakan kedua tangannya yang diikat.

Kemudian, terdengar teriakan Nayla yang terhalang oleh sesuatu. Kedua kakinya bergerak meronta-ronta. Beberapa detik kemudian, pergerakan itu mengalami perlambatan, dan berhenti.

Mata Reinard terbelalak melihat hal itu. "Anjing! Lo ngapain, hah!"

"Berisik amat, sih!" balas Rafi seraya menatap Reinard, "cewek lo makannya belepotan! Gue bersihin!"

Reinard terdiam, dan mengarahkan kedua matanya ke arah Nayla. Dipicingkan kedua matanya, guna membuktikan perkataan Rafi.

Menyadari apa yang dilakukan Reinard, Nayla mengangguk pelan membenarkan perkataan Rafi. "Bener, kok. Dia enggak ...." Nayla terdiam seraya menundukan kedua matanya, "thanks."

Rafi hanya terdiam. Dikeluarkannya satu botol air mineral berukuran 1,5 liter dari kantong plastik tadi. "Minum secukupnya. Jangan berlebihan. Lo ngompol atau boker tanggung jawab sendiri," ujar Rafi seraya mengarahkan sedotan ke arah Nayla.

Dengan perlahan, Nayla meminum air yang diberikan Rafi. Sejenak kemudian, Nayla terdiam memandang Rafi dengan tatapan dingin. Melihat hal itu, dengan cepat Rafi melepaskan botol dari sedotan, dan menegaknya. Sontak, Nayla terdiam. Kedua matanya terbelalak melihat apa yang dilakukan Rafi.

"Noh, gue udah minum juga. Gak gue masukin racub, insto, atau sianidal," ujar Rafi pelan, "udah percaya?"

Nayla mengangguk pelan cepat.

"Kenapa lo ngelakuin semua ini?"

Rafi terdiam, dan memandang Reinard beberapa detik. "Maksud lo nyulik kalian?"

Reinard menggeleng pelan. "Semua yang lo lakuin."

"Lo nanya kenapa kita kerja soal ... narkoba? Itu lo kaya nanya ke yang punya warteg, kenapa mereka bisnis makanan."

"Terus ...."

"Lo masih punya nyawa satu, 'kan? Jangan sok nanya-nanya, deh," potong Rafi cepat.

Reinard terdiam mendengar hal itu. Dilihatnya Rafi berjalan mendekati dirinya, dan berdiri agak jauh. Kemudian, Rafi menuangkan air dari botol itu di depan Reinard secara perlahan bak air terjun. "Minum?"

Reinard memandang kedua mata Rafi dengan tatapan tajam.

"Ayo," celetuk Rafi lagi.

Dengan terpaksa, Reinard membuka mulutnya lebar-lebar, dan menampung kucuran air yang terus mengalir. Lalu, ditutup bibirnya sesekali, untuk menelan air tersebut.

"Raf! Kita ...." Zaki terdiam memandang Rafi yang berdiri di depan Reinard. Beberapa detik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak. "Anjir! Ngapain lu? Ngospek mereka apa?"

"Kenapa lo ke sini?"

"Oh, iya. Bos pengen kita mulai sekarang."

"Oh. Mereka?"

Flashdrive (#WYSCDCF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang