Chapter 20.0 - The Mempories

852 119 8
                                    

Suasana sore itu sedang 'tak bersahabat. Awan mendung yang membawa air dan petir, membuat suasana Rafi semakin 'tak tenang. Jantungnya terus berdetak 'tak karuan. Dengan terburu-buru ia membuka pintu rumah bercat kuning, dan berlari ke lantai dua.

Sesampainya di sana, ia berlari ke arah kamar bernomor sepuluh, mengetuk pintu kayu itu dengan keras. "Halo! Sa! Ini aku!" teriak Rafi.

Kemudian, seorang wanita menggunakan daster muncul dari lantai tiga. "Eh, A Rafi. Nyari Sasa, ya?"

"Bu, Sasa ke mana?"

"Tadi, sih katanya mau pergi ke kampus. Ada acara ... meet and great sama komunitas ... pencinta alam gitu?"

Sontak, kedua mata Rafi terbelalak. Dengan cepat ia kembali berlari ke lantai satu, dan keluar dari rumah kost itu. Derasnya hujan saat itu, 'tak membuat Rafi mengurungkan niatnya.

Tiba-tiba, dirinya teringat akan perkataan salah satu rekannya yang sesama anggota Mapala[1] tempo hari. Saat itu, ketika Rafi pulang bermain basket, seseorang datang menghampiri Rafi. Orang itu meminta izin, untuk menggunakan ruang UKM Mapala.

"Buat apa?" tanya Rafi seraya membuka beberapa lembar proposal pengajuan kegiatan.

"Biasa ... kegiatan anggota baru, gue ketua pelaksananya. Lo sebagai ketua asal tahu beres aja," ujarnya.

Rafi yang sedang malas mengurusi hal itu, hanya mengangguk dan menandatangani surat izin tersebut. Hingga tadi siang, saat Rafi tengah menelepon Sasa. Sasa berkata, bahwa ia sedang siap-siap membereskan barang yang diperlukan.

"Buat apa emang?" tanya Rafi pelan.

"Pura-pura gak tahu. Disuruh bawa air minum ama insto lagi, udah ah, bye! Muach!" Sasa memutuskan panggilan Rafi secara sepihak. Sejenak, Rafi terdiam beberapa detik. Kemudian, bayang-bayang akan hal yang tidak ia inginkan melangkahi alam bawah sadarnya.

Dari kejauhan, Rafi melihat ada tiga orang tengah duduk di depan gedung UKM. Dilihatnya dua diantara mereka merokoo dengan santai seraya tertawa cekikikan. Tiba-tiba, salah satu dari mereka menyadari kedatangan Rafi. Sontak, mereka berdua segera berdiri, dan menginjak rokok yang tengah mereka nikmati.

"Pada ngapain? Masih dimulai acaranya?"

"U-udah selesai, Bang! Ini kita, cuma neduh aja sambil nunggu ujan," jawab si Gondrong seraya terkekeh. Si Hitam dan si Sipit yang tadi merokok hanya mengangguk pelan.

Rafi mengangguk pelan seraya tersenyum. Dimasukan kedua tangannya ke kantong jaket berwarna hitam itu dengan tenang. Kemudian, tanpa mereka sadari, tangan kanan Rafi menekan tombol dua di handphone-nya selama lima detik. Lalu, sebuah kalimat "Memanggil ... Sasabila" tertulis di layar handphone-nya.

Tiba-tiba, sebuah alunan lagu terdengar samar-samar dari dalam gedung UKM. Rafi yang mengenal lagu itu, hanya bisa terdiam. Memandang satu persatu ketiga juniornya dengan tatapan dingin.

Si Gondrong lantas mengangkat kedua tangannya dengan sedikir membungkuk. "Ba-bang, gue cuma ...."

Dengan cepat, Rafi menggenggam kepala si Gondrong, dan menariknya ke bawah. Bersaamaan dengan itu, diayunnya kaki kanan miliknya ke belakang. Lalu, lutut kanannya menghantam hidung si Gondrong dengan keras, hingga 'tak sadarkan diri.

Melihat rekannya terjatuh tak berdaya. Sontak, si Hitam hendak berlari. Namun, terlambat. Rafi berhasil memegang jaket UKM berwarna hijau itu, dan menariknya. Lalu, kepalan tangan kanannya mendarat tepat di pelipis kiri si Hitam. Mendapati hal itu, si Hitam jatuh terhuyung.

Dipandangnya si Sipit dengan tatapan dingin yang hanya bisa mematung. Belum sempat si Sipit membuka mulutnya, Rafi berputar dengan kaki kanan sebagai tumpuan. Dengan cepat, kaki kirinya diangkat dan berputar. Sepersekian detik kemudian, ia melompat ke atas. Memanfaatkan gaya sentripugal untuk menendang kepala si Sipit dengan kaki kanannya.

Flashdrive (#WYSCDCF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang