Chapter 23.0 - The Chance

799 113 13
                                    

"Kenapa?" bisik Reynard.

Nayla terdiam beberapa detik. Detak jantung mulai meningkat secara perlahan. Batin, dan nalarnya pun mulai bersiap melakukan perang saudara. Ada perasaan khawatir yang membesit perasaan Nayla.

"Kenapa? Jangan-jangan lo ...." Reynard terdiam memandang satu-satunya wanita di ruangan itu.

Sejenak, Nayla terdiam. Dirinya teringat akan perkataan Reynard saat sore tadi.

"Apa lo bilang?" Nayla bertanya dengan nada sedikit terkejut.

"Bang Maul tahu soal masalah kita," jawab Reynard.

"Kok bisa?"

"Gue kirim file punya mereka ke email kelas. Mungkin dari sana dia tahu."

"File? Maksud lo?"

"Flashdisk yang lo bawa itu punya mereka! Di sana ada file soal narkoba lewat audio. Gue juga kurang tahu pasti," jelas Reynard pelan.

"Lu ... nyebarin file mereka?" Nayla bertanya dengan nada tinggi. "Lo kok ... kita bisa diabsin, Rey!"

Reynard terdiam memandang temannya. "Maksud lo?"

"Lo cuma perlu ngasih file mereka! Jangan sok jadi pahlawan buat ngebongkar ini itu!" bentak Nayla.

"Bongkar? Eh ... lo tuh gak tahu ...."

"Lo yang gak tahu apa-apa!" potong Nayla, "gue dari jam setengah lima tahu-tahu di bawa! Mereka nanya soal flashdisk lo yang katanya itu punya mereka! Semua ini gara-gara flashdisk lo! Anjing!"

"Apa lu bilang ... gue? Lu yang gak ceroboh ninggalin flashdisk gue, Nay! Lo yang salah!"

"Gue cuma nerima flashdisk yang dikasih!"

"Ya lo, 'kan bisa pastiin itu flashdisk milik siapa!"

"Lo mikir gak sih apa yang terjadi sama gue? Capek gue tuh! Gue pengen kabur! Gue pikir lo ke sini mau nebus gue! Lo malah sok-sok-an bongkar kaya detektif! Panas telinga gue denger mereka ngomong. Ngentot lah, apalah! Gue capek Rey! Gue takut!"

Reynard terdiam dengan mulut ternganga. Untuk pertama kalinya, Reynard mendengar Nayla berkata dengan nada tinggi seperti itu. Sadar akan keadaan, Reinard memilih menyerah.

"Udahah. Sekarang, lo makan aja. Terus ... kalau nanti dibius lagi, tahan napas lo dan pura-pura tidur," ujar Reynard pelan.

"Terus gue kalau toket gue digrepe gue diem juga? Pura-pura tidur?"

"Nay!" bentak Reynard.

"Apa!" Nayla membalas dengan nada yang lebih tinggi. Namun, Reynard hanya berdecak dan membenamkan wajahnya di tumpukan nasi.

"Gue ... gue lagi gak mau bahas ini dulu," ujar Reynard pelan.

Nayla terdiam, dan menundukan kepalanya. Ditatapnya nasi putih yang ada di depannya dengan tatapan datar. Lalu, setetes air dari sudut matanya menyeruak keluar. Bergerak turun menyusuri pipi gadis itu.

"Nay, lo gak papa, 'kan?"

Nayla terjaga dari lamunannya. Ditatapnya Reynard yang memandang dirinya dengan dahi berkerut.

"Lo mewek?"

Perkataan Reynard itu membuat tanggul yang menahan air mata hancur. Keheningan yang sempat menguasai ruangan itu berganti dengan tangisan pilu. Dalam keadaan terikat, Nayla menangis menundukan kepalanya.

Reynard yang melihat itu hanya bisa terdiam. Bibirnya kelu untuk berkata sepatah kata pun. Tangisan yang ia dengar itu, membuat hatinya berkecamuk. Laksana air yang dipanaskan, batinnya mendidih bergejolak. Namun, Reynard sadar satu hal.

Membasuh kaca yang dingin dengan air panas hanya akan membuatnya pecah.

Dengan perlahan, Reynard menarik oksigen kuat-kuat dengan hidungnya. Selang lima detik, diembuskan hasil konversi udara itu melalui mulutnya. Sebanyak lima kali, Reynard melakukan hal itu. Kemudian, dipandangnya gadis yang tengah menangis itu dalam-dalam.

"Lo tahu, Nay," ujar Reynard pelan, "hidup kita ini, kadang harus melalui jalan yang gak sesuai. Dan ada kalanya, kita diharuskan mencari hikmah dari perjalanan itu."

Nayla terdiam, dan menatap wajah Reynard. "Ma-maksud lo?"

"Ya misal, soal tadi, nasi telor tempe tahu perkedel. Jika dulu, gue bisa habisin semua itu dalam sepuluh menit. Entah kenapa ada perasaan yang berbeda.

"Dan gue sadar, selama ini gue tuh gak mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan. Mungkin ... kita gini pun terlalu sibuk dengan urusan dunia. Hingga lupa akan firman-Nya, dan diri-Nya." Reynard tersenyum dan memandang ke arah langit-langit ruangan. "Kayanya Tuhan Yesus sedang mengamati apa yang akan kita lakukan."

Nayla terdiam dan ikut memandang langit-langit. Ada beberapa detik, dirinya terdiam 'tak bernapas. "Gue cuma bingung harus ngapain lagi. Entah kenapa, gue ngerasa ... pengen mati aja."

Reynard terdiam mendengar perkataan Nayla.

"Hidup gue kok gini banget, ya?"

"Bukan hidup lo, hidup kita semua," ujar Reynard seraya memejamkan kedua matanya, "ini adalah cara Tuhan membuat kita sadar. Ketika kita sadar apa maksud dari semua ini, Tuhan pasti akan membantu kita. Dan mungkin ... Tuhan membantu lewat senior kita."

"Oh, iya, gue lupa."

"Apa?" tanya Nayla.

Reynard tersenyum, dan menatap wajah Nayla. "Happy birthday."

Untuk kesekian kalinya, Nayla terdiam menatap Reynard. Kemudian, terlukis sebuah senyuman di wajah gadis itu. "Lo kaya gak bisa baca suasana, ya."

"Yang penting, gue ngomong sebagai orang pertama, 'kan?"

Nayla tertawa renyah. "Gue tahu, 'kok kenapa lo ngomong gitu."

"Kalo lo tahu, gue harap lo mau bantu. Tegarlah! Kita harus percaya sama Bang Maul, juga sama Tuhan. Dia pasti membantu hamba-Nya."

Nayla terdiam. Ditatapnya wajah Reynard yang kebingungan dengan datar. Selama hampir lima detik Nayla terhenyap. Lalu, ia tersenyum, dan mengangguk pelan. "Terus ... rencana lo apa?"

Belum sempat Reinard menjawab, terdengar lantunan adzan magrib di langit sore. "Udah magrib," ujar Reynard pelan.

Nayla mengangguk pelan. "Berarti gue udah satu hari ilang," imbuh Nayla.

"Iya. Kemungkinan jam sembilan malam nanti, Bang Maul laporin soal ini."

"Maksudnya?"

"Entah sih, tapi mungkin dia tahu sebagian besar alur semua kejadian ini."

Nayla hanya membulatkan mulutnya. "Boleh gue nanya?"

"Apa?"

"Kenapa ... lo yakin, sama bang Maul, sih?"

"Apa kita punya pilihan lain selain mempercayai hal itu?"

Nayla menggeleng pelan. "Terus ... sekarang, gimana?"

Sejenak, Reynard memejamkan kedua matanya. Ditatapnya tubuh Nayla yang terikat dengan kursi, dan pintu besi itu. "Gue punya ide, tapi perlu bantuan lo juga."

"Oke, gimana?"

***

Dipublikasikan pertama kali:
16 Agustus 2017

Flashdrive (#WYSCDCF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang