Chapter 9.0 - The Conversation

1.3K 130 14
                                    

Dari kejauhan Reinard menatap halaman seluas empat kali lapangan bola basket di depannya. Di sebelah timur dari halaman itu, terdapat sebuah bangunan besar tiga lantai. Di bagian terasnya, terdapat sebuah tulisan "Fakultas Teknik Informatika".

Reinard sengaja memilih halaman parkir di depan gedung Fakultas Informatika. Selain karena terang akan pencahayaan, halaman itu dikelilingi oleh dua gedung penting: Fakultas Teknik Elektro di sisi barat, dan gedung serbaguna di sisi selatan. Satu-satunya cara agar mereka sampai di sini adalah melalui jalan utama kampus, dan berhenti tepat di halaman parkir.

Disandarkan tubuh besarnya di dinding gedung serbaguna, seraya menyapu jalanan di sisi seberang. Keheningan, ketakutan, kehawatiran dan dinginnya malam, 'tak mampu membuatnya menolak permintaan Nayla tadi.

"Gue perlu bantuan lo Rei, lo bisa 'kan?" tanya Nayla pelan dengan suara parau.

"Iya! Gue bisa apa?"

"Gue mau pinjem flashdisk lo yang tadi!"

"Flashdisk? Oke! Gue anterin sekarang, lo ada di ...."

"Gak perlu! Entar sodara gue yang jemput ke kostan lo, ya."

Sejenak, Reinard terdiam menyadari siapa yang dimaksud "saudara" itu. Digerakan kaki kanannya---mengetuk-ngetuk bumi---dengan cepat. "Gue kebetulan lagi di FIF[1] sodara lo suruh ke sana aja. Kita ketemu di parkiran FIF."

Kini, gilaran Nayla yang terdiam. Namun, tiga detik kemudian, Nayla menyetujui usulan Reinard. Sesaat setelah percakapan itu, Reinard kembali ke tempat duduknya, menyelesaikan kegiatannya, dan memacu motor miliknya ke tempat pertemuan.

Sejenak, Reinard mengangkat lengan kirinya. Alroji hitamnya menunjukan pukul 21.12. Tiba-tiba, terdengar deru mesin mulus yang khas dari mobil minibus keluar Jepang itu. Lampu yang sengaja dipasang jauh membuat Reinard harus memicingkan kedua matanya.

Otot kakinya mulai menegang, sedangkan jantungnya berdetak semakin cepat. Tetesan keringat dingin mulai membasahi dinding dan kedua telapak tangannya.

Dari mandian cahaya itu, terdengar suara mesin yang dimatikan. Namun, dimatikan mesin mobil itu tidak diikuti dengan lampu yang menyorotnya. Lalu, ekor matanya menangkap seorang pria bertubuh jangkung keluar dari mobil kemudi. "Reinard ...."

"Lampu!" bentak Reinard seraya menunjuk ke arah lampu.

"Oh, iya. Sorry-sorry!" ujar si Jangkung seraya berlari ke mobilnya. "Udah!"

Sejenak, Reinard membuang pandangannya, mengerjapkan kedua matanya berkali-kali. Sial! Sengaja kayanya, batin Reinard seraya menggosok-gosok kedua matanya.

"Reinard, 'kan? Gue Hilmi, sodaranya Nayla!" ujar si Jangkung seraya memberikan tangannya.

Reinard hanya mengangguk tanpa menjabat tangan si Jangkung.

Sejenak, si Jangkung tergeming mendapatkan reaksi yang dingin. Ditariknya tangan kanannya itu, lalu digosokan ke telapak tangan lainnya. "Dingin banget ya, Bandung. Sampe lo juga dingin gitu," goda si Jangkung.

"Nayla di mana?"

"Maksudnya?"

"Nayla di mana? Lagi ngapain?"

"Ada, di rumah gue. Dia nginep. Tadi sebelum gue pergi sih, dia lagi ngerjain tugas. Tahu deh tugas apa."

"Kenapa tadi gue mau nganterin gak dibolehin."

"Dia gak mau lo capek. Kebetulan juga gue ada di dekat sini."

Reinard mengangkat satu alisnya. "Bukanya, tadi lo bilang sebelum pergi sempet liat dia? Kok sekarang kebetulan ada di deket sini?"

Flashdrive (#WYSCDCF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang