Dika terbelalak. Jantungnya berdetak semakin cepat. Dilirik kedua sahabat di kanan kirinya secara bergantian. Lalu, kedua matanya kembali tertusuk pada sosok pria jangkung bernama Rafi.
Tanpa aba-aba. Rafi berlari ke arah mereka bertiga. Azhar melangkah maju dengan tangan terkepal. Merasa dekat, Azhar melayangkan tinju kanannya ke arah Rafi. Dengan mudah, Rafi menghindar ke arah kanan dan melayangkan lutut kirinya ke perut Azhar.
Azhar mengerang. Melihat hal itu Aldena bergerak maju guna membantu Azhar. Rafi yang sudah memperkirakan pergerakan Aldena tersenyum.
Kedua tangannya mendorong punggung Azhar yang hingga terjatuh. Lalu, kaki kirinya berputar ke arah luar, melompat dan menendang kepala Aldena dengan tumit. Walau sempat mengenai dua tangan Aldena, tapi hal itu tak mengurangi kekuatan yang dilepaskan. Aldena terhuyung dan terjatuh ke arah kanan.
Rafi terdiam. Tanpa mengambil napas, ia berlari ke arah Dika dan kembali melompat. Tubuhnya berputar ke arah kanan di udara.
Jika tadi dia berputar ke arah kiri dan menendang dengan kaki kiri, maka ia akan menendang dengan .... Dika terpental membentur dinding karena tendangan kaki kiri Rafi.
Dika terdiam dan memandang kesekeliling. Dilihat kedua sahabatnya masih bisa bergerak. Selama hampir satu menit Azhar dan Aldena sudah kembali berdiri, begitupun dengan Dika.
Rafi hanya tersenyum melihat dirinya yang sudah berada di tengah mereka bertiga. Dipandangnya satu persatu ketiga mahasiswa itu yang sudah sedikit kelelahan.
"Seriously?" ejek Rafi seraya bertingkah seolah-olah kecapekanl
Dika meludah ke sisi kiri dan mendengus. "Kenapa lo ngelakuin semua ini?"
Rafi terkekeh. "Tadi temen lo si Reinard juga nanya gitu. Dia nanya, 'Kenapa lo harus ngejual narkoba?'"
"Terus?" tanya Aldena.
"Narkoba itu kaya barang primer bagi para pasien. Sama kaya lo semua terhadap nasi."
"Kalo gitu, kenapa lo gak ngejual nasi bungkus aja? Bukankah sama-sama barang primer?" tanya Azhar.
Dika terdiam mendengar perkataan Azhar. Dilirik sahabatnya yang berkata itu selama hampir satu detik.
Rafi tertawa terbahak-bahak. "Lo belom tahu apa-apa soal bisnis ini."
"Gue emang gak tahu soal bisnis itu, tapi,"--Dika memandang Rafi dingin--"gue tahu bisnis itu gak ada hubungannya Nayla."
Rafi tersentak mendengar hal itu. Kedua matanya melebar, pun alisnya meninggi. Mulutnya terbuka beberapa senti selama beberspa detik. Lalu, kedua tangannya mengepal seraya berdecak.
"Is not your bussiness!" bentak Rafi.
"Yes it is. She is my fliend ... oul fliend. Dia gak ada hubungannya sama nalkoba, atau lo mau buat hubungan sama dia dengan nalkoba?"
Rafi berteriak seraya berlari ke arah Dika. Sementara Dika mengangkat kedua tangannya, guna melindungi kepalanya dari tendangan Rafi. Namun, Rafi malah melayangkan tinju kanan tepat ke arah wajah Dika.
Dengan cepat, Dika menepis dengan tangan kiri dan menonjok hidung Rafi. Tidak tinggal diam, Aldena menarik baju Rafi dan melemparnya sekuat tenaga.
Azhar berlari mendekati Dika. "Lo gak papa?"
"Iya. Gak papa."
Aldena melangkah mundur dengan posisi tangan mengepal. "Lu berhasil mancing dia emosi, Dik?" tanya Aldena seraya berbisik.
"Gue gak niat mancing emosinya, tapi ... dia kayanya kepancing," jawab Dika dengan napas tersenggal-senggal.
"Narkoba?" tanya Azhar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashdrive (#WYSCDCF)
Mistério / SuspenseT A M A T Highest Rank: #42 in Mystery/Thriller (27 Agustus 17) Cetakan pertama [16 Juli 2017] Apa yang terjadi jika kamu menemukan sebuah file asing di flashdiskmu? Reinardus Tinggi Situmorang adalah seorang mahasiswa semester satu fakultas informa...