Dika menatap punggung Rafi yang kini berlari di depannya. Sementata kedua sahabatnya menunggu tigs polisi yang 'tak sadarkan diri di gudang. Samar-samar, ia teringat akan perkataan kedua sahabatnya tadi.
"Dik, lo yakin?" tanya Aldena.
Dika mengangguk. "Ini kesempatan, kita gak bisa punya kesempatan lain."
"Tapi Dik, bisa aja ini ...." Dika menepuk bahu Azhar yang membuatnya berhenti berkata. Azhar hanya menghela napas dan menangguk.
Dengan perlahan, Dika berjalan mendekati Rafi yang berdiri di bibir pintu. Sesaat Dika kembali menoleh, menatap Aldena dan Azhar bergantian. "Yang di sini, gue serahin ke kalian."
Aldena mengangguk seraya mengacungkan satu jempolnya.
"Oy!" Rafi menepuk pipi Dika. Detik itu pula, Dika kembali tersadar dari lamunannya. "Kenapa? Lo takut?"
Dika terdiam tidak menjawab. Matanya memandang tepat ke arah sosok di depannya. Lalu, kepalanya menggeleng pelan.
Rafi hanya menghela napas pelan. Digeser papan kayu yang menghalangi lubang masuk ke dalam lemari secara perlahan. Samar-samar terdengar seseorang yang tengah bercakap.
"Bos!"
Dika terhenyap mendengar suara Zaki.
"Apa?" tanya si Kumis.
"Kita harus pergi sekarang! Kemungkinan si Babi Kampret itu udah lapor ke polisi!"
"Gue juga mikir gitu," imbuh David.
Si Kumis terdiam mendengar perkataan anak buahnya. "Kita tunggu kabar dari di si Rafi. Bisa aja tuh bocah gak lapor ke polisi."
Zaki berdecak. "Udah lebih dari lima menit dia gak ke sini atau ngasih kabar. Dia udah ketangkep!"
"Terus lo mau gimana?"
"Ya kita pergi lah!"
"Si Rafi?"
"Ya, tinggalin!" celetuk Zaki seraya menggeberak meja, "dia biang kerok atas semua ini! Dia harus bertanggung jawab! Kalau enggak ...." Zaki terdiam karena sebuah suara yang cukup besar dari lemari.
Sepersekian detik kemudian, Zaki dan si Kumis mengeluarkan pistol mereka masing-masing. Sementara David berjaga dengan sebilah pisau lipat. Sejenak, Zaki dan si Kumis saling memandang. Tampak Zaki sedikit menggerutu.
Pintu lemari perlahan terbuka, dan Rafi muncul dari dalam. "Ngapain?"
"Harusnya gue yang nanya soal itu. Ngapain?" tanya si Kumis.
Rafi tidak menawab. Ia malah bergerak masuk ke dalam lemari, dan menarik tubuh Dika yang setengah sadar. "Gue habis ngeburu Babi."
Zaki terbebalak. Dengan cepat ia berlari menghampiri Rafi. Lalu, ia membidik kepala Dika dengan pistolnya. Namun, dengan cepat Rafi mendorong tubuh Zaki.
"Anjing! Kenapa, sih, lo?" protes Zaki.
"Lo yang kenapa!"
"Gue mau abisin lah tuh Babi!"
"Sadar diri goblok! Lo bunuh di sini malah bikin runyam!"
"Raf, gimana keadaan mereka," tanya si Kumis.
"Gue berhasil nipu. Setidaknya mereka percaya gue ada di pihak mereka," jawab Rafi.
"Terus?"
"Mereka udah lapor polisi, tapi polisi cuma tahu posisi gudang. Untuk sementara kita punya waktu sekitar sepuluh menit sebelum kabur."
Zaki menggeleng seraya berdecak dengan keras. Ditendangnya kursi kayu di ruang itu dengan keras. Zaki terus menggerutu dengan cukup keras.
"Sekarang gimana Bos?" tanya David.
Si Kumis terdiam. Lalu, telunjuk kanannya berputar searah jarum jam. "Cukup bawa yang penting!"
"Sisanya?"
"Biarkan si Jago Merah yang melahap."
Zaki segera berlari menuju lantai atas. Semnetara Rafi berlari menuju kamarnya. "Vid. Bawa si Nayla ke sini!"
David mengangguk dan pergi meninggalkan si Kumis dan Dika sendirian. Tidak lama kemudian, terdengar suara Nayla yang meronta-ronta. Dengan kasar, David menurunkan Nayla yang kedua tangannya terikat di depan. Sebuah lakban berwarna hitam, menghalangi pergerakan mulutnya.
"Lo cepet bantu yang lain, kalo udah ... ambil mobil punya orang, bawa ke sini!" ujar si Kumisl
"Siap!"
"Eh, Vid sini bentar," panggil Rafi pelan
David mengangguk dan melangkah masuk ke kamar Rafi. Sementara si Kumis terdiam mengamati Nayla yang tertunduk. Lalu, si Kumis memegang dagu Nayla dengan kuat, dan mengangkat agar melihat ke arah Dika.
"Liat! Gara-gara temen lo! Lo udah gak punya harapan lagi! Lo denger!"
Nayla hanya menangis terisak-isak. Tubuhnya meronta-ronta, tapi dengan keras si Kumis menampar pipi Nayla.
"Gara-gara temen lo, lo bakal jadi pelacur paling murah di dunia! Gak ada temen, keluarga, mimpi, cita-cita, atau apapun! Yang ada cuma bilik dari rotan yang dianyam! Seumur hidup lo, cuma bakal jadi pemuas nafsu! Dan lo ...." Si Kumis berkata dengan cara berbisik.
Setiap kata yang terdengar, membuat tangisan Nayla semakin deras. Tetesan air mata yang mengalir di pipi putihnya, tak membuat si Kumis merasa iba.
Tiba-tiba terdengar sesuatu yang cukup keras dari kamar Rafi. Sejenak, si Kumis terdiam. Lalu, ekor matanya menangkap Zaki yang turun dari tangga. Dilemparnya tas yang ia bawa ke atas meja.
"Si David mana?"
"Tadi sih di kamar si Rafi."
Tanpa merespon, Zaki membuka pintu kamar Rafi dan terbelalak. Lalu, sebuah bayangan dari dalam menarik tubuh Zaki dengan cepat. Sepersekian detik kemudian, terdengar suara yang cukup keras, disusul dengan erangan Zaki.
"Anjing!" teriak Zaki.
Mendengar hal itu si Kumis lantas belari menuju sumber suara. Sesampainya di bibir pintu, si Kumis melihat Zaki tampak bergulat bersama Rafi.
"Apa yang lo ...."
"Sekarang!" Rafi berteriak cukup keras. Lalu, sebuah suara kayu berderit terdengar dari arah di mana Dika dan Nayla berada. Tanpa berpikir panjang, si Kumis berlari menuju ruang tengah, mencari dua orang yang sempat ditinggalkannya. Namun, kedua sosok itu menghilang.
"Bangsat!"
Tiba-tiba terdengar kembali kegaduhan dari kamar Rafi.
"Bos!" teriak Zaki, "gue urus yang ini!"
"Zak!" bentak si Kumis, "bunuh!"
***
Dipublikasikan pertama kali:
31 Agustus 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashdrive (#WYSCDCF)
Mystère / ThrillerT A M A T Highest Rank: #42 in Mystery/Thriller (27 Agustus 17) Cetakan pertama [16 Juli 2017] Apa yang terjadi jika kamu menemukan sebuah file asing di flashdiskmu? Reinardus Tinggi Situmorang adalah seorang mahasiswa semester satu fakultas informa...