Tak ada yang tak mengenali nya. Alaric menyadari itu. namanya cukup terkenal dikalangan para ilmuwan muda. Ia tahu apa yang ia lakukan. Ia hanya menemukan cara terbaik pengairan. Mendapatkan air di daerah tandus hanya dengan sebongkah batu. Ia mampu menciptakan beberapa teknologi alam paling mutakhir abad ini. ia tahu itu. tapi apa yang dapat dibanggakan dari itu semua jika orang tuanya sendiri tak menikmatinya.
Tak semua orang mengenalinya dengan baik, hanya orang tuanya. Orang tuanya yang telah lama meninggalkannya sendirian. Ia kembali mengingat bagaimana dulu ia berteriak memperingati orang tuanya untuk tidak pernah datang kesana. Ia hanya membaca, membaca bagaimana alam bereaksi terhadap dunia. Ia tahu, hari itu alam sedang marah. Mereka seharusnya mendengarkannya. Mereka seharusnya tak menganggap itu hanya hayalan anak 10 tahun yang tak ingin di tinggal orang tuanya. Mereka melupakan fakta, bahwa putra yang mereka tinggalkan adalah Alaric. Anak yang mampu menyatu dengan alam dan mengerti apa yang dibutuhkannya.
Alaric bukan hanya seorang anak jenius di usianya yang masih muda. Ia terlalu cerdas untuk tak tahu bahwa alam mulai lemah. Ia terlalu cerdas untuk menyadari bahwa alam membutuhkan perbaikan. Tapi apa yang dilakukannya untuk alam hanya akan mampu memperbaiki sebagiannya. Ia hanya.....
Alaric mengernyit. Ia melepas earphone yang sejak tadi menemani perjalanannya. Malam mulai larut sehingga suara sekecil apapun akan terdengar. Pendengarannya cukup terlatih untuk mendengar suara bahkan yang terkecil sekalipun. Lantas, siapa yang mengalunkan lagu lembut dan gemulai di tengah malam?
Ia mengakui tingkahnya sekarang seperti seorang maling yang sedang beraksi. Berjalan mengendap-ngendap bukan gayanya sama sekali. Tapi ia memang harus melakukannya, atau gadis yang sedang menari di depan sana akan berlari ketakutan. Ia mengamati malam gelap ini hanya ada dirinya. Ia menari dengan gemulai. Alaric cukup tahu diri untuk tidak mengganggunya sam sekali. Hanya menontonnya dalam diam.
Alaric mungkin tak begitu mengerti, tapi ia tahu itu jenis tarian klasik. Entah klasik yang bagaimana. Dan melihat gerakan yang begitu gemulai dan lembut itu membuatnya terkesima. Ballet. Sang Ballerina.
-
'bangun bedebah!!'
Rendy menggerutu sambil melempar bantal ke wajah sepupunya yang masih setengah tidur. Entah jam berapa pria itu tertidur semalam. Seingatnya, ia masih belum melihatnya pulang saat dini hari tadi. tapi ini sudah nyaris tengah hari dan pria itu masih tertidur. Alaric megap-megap bangun. Masih menguap malas-malasan. Ia melirik jam wekernya dan mendengus. Seharusnya kesibukan libur nya menjadi awal yang baik dengan tidur seharian.
'cepatlah bangun! Aku akan menunggumu'
'aku tak akan mengikutimu melihat gadis jepang lagi!!'
Rendy terkekeh. Ia kembali melempari sepupunya dengan bantal yang tadi dikembalikan Alaric. 'kali ini bukan gadis jepang. Ini Ballet, man'
Alaric mengerjap. Mendengar ballet, ia jadi teringat beberapa malam terakhir yang selalu dihabiskannya mengintip seorang gadis menari. Ia terkekeh. 'Al, kau sudah gila?'
Alaric mendengus. Segera ia bangkit dan meraih handuknya. Lalu beranjak kekamar mandi dengan suara tawa rendy yang masih didengarnya.