Rembulan yang cantik, tidak kah kau begitu payah?
Jangan membuang mutiara indahmu lagi
Libas semua kesedihanmu dengan nyanyian sunyi sebagai pengiring tarian indahmu
Hentikan siksaan batin yang membuatmu selalu diam
Bukan hanya kau, aku juga menyayangimu
Rendy mengernyit aneh. Apa ini?, pikirnya. Ia menemukannya di antara tumpukan kertas yang berserakan di sudut ruangan. Sepertinya gagal masuk tempat sampah seperti yang lain. ia jadi penasaran apa isi kertas yang lain. namun melihat begitu dalam dan puitis kalimat yang tertoreh membuatnya mengernyit aneh juga malu. Satu-satunya orang yang sedang jatuh cinta –selain dirinya – dirumah ini hanya sepupunya. Tapi ia tak menyangka pria itu mampu membuat kalimat indah yang begitu dalam seperti ini. ngomong-ngomong, dia belum kembali sejak kemarin.
'kau lihat Alaric? Mami belum melihatnya sejak kemarin'
Rendy mengangkat bahu. 'Aku juga sedang mencarinya. Sepertinya ia mengikuti gadis itu lagi dan lupa waktu bahwa ini sudah hampir dua hari'
'siapa sebenarnya gadis itu, Rendy?'
Rendy menggeleng. Ia juga tidak tahu. Tapi melihat Alaric begitu mabuk kepayang seperti ini, ia yakin Alaric sudah benar-benar jatuh. Rendy terkekeh garing. Padahal belum genap sebulan. Apalagi ia yakin Alaric belum mengenalnya. Tapi siapa yang tahu kapan cinta akan berlabuh? Ia hanya heran. Kenapa sepupunya tak berani mendekat. Apa yang membuatnya ragu? Ia membuang kertas yang dipegangnya ke tempat sampah lalu pergi ke kamar Alaric. Memastikan kalau pria itu memang belum pulang. dibelakangnya, mami menatapnya dalam diam. Pandangannya beralih ke tempat sampah. Ia melangkah dan mencoba mengambil kembali kertas itu.
-
Alaric kembali dalam keadaan kacau. Seisi rumah hanya saling bertukar pandang begitu pria itu pulang dan langsung masuk kedalam kamarnya. Kantung hitam dibawah matanya tampak lebar, jelas ia tidak tidur semalaman. Tak ada yang berani mendekat. Seisi rumah juga tahu kalau Alaric memiliki tempramen yang buruk jika sedang kalap. Dan melihat keadaannya yang demikian buruk, tak ada yang berani mendekat walaupun untuk sekedar bertanya.
'nyonya, tuan Alaric sudah pulang. tapi dia belum makan. Tak ada yang berani menegurnya, nyonya'
Mami menghela nafas mengerti. Sudah menjadi kebiasaan jika Alaric sedang kalap, pelayan tak ada yang berani mendekat. Hanya dia sendiri yang bisa mendekatinya, jika ia beruntung. Alaric memiliki kecerdasan diatas rata-rata yang membuatnya kehilangan masa-masa indah anak-anak. Hal itu juga yang mempengaruhi mentalnya. Ditambah ia kehilangan orang tua kandungnya sejak usia kecil. Mami hanya tersenyum simpul dan meminta pelayan menyiapkan makanan untuk Alaric.
Ketika mami membuka pintu kamarnya, Alaric tak menoleh sedikitpun. Ia memang membutuhkan ketenangan untuk dirinya sendiri saat ini. kehadiran mami selalu membuatnya segalanya terasa lebih baik. Selalu mampu membuatnya lebih tenang. Sama seperti sang penari. Mami meletakkan nampan berisi makanan itu di atas tempat tidur. Disamping Alaric yang masih terisak. Hatinya teriris melihat putranya begitu rapuh. Perlahan, tangannya bergerak memeluknya.
'kau tak ingin menceritakannya pada mami?'
'tidak'
Mami mengangguk. Kembali memeluk putranya dengan sayang. Ia tahu putranya hanya membutuhkan ketenangan. Benaknya bertanya, siapa gerangan yang membuat sang putra begitu rapuh seperti ini?
'kau hanya harus menghadapinya dengan tenang. Jika kau sudah menenangkan dirimu sendiri, kau juga akan mampu menenangkannya dengan caramu'
Alaric masih terisak di pelukan ibu asuhnya. Sejak bunda pergi, memang hanya mami yang selalu mengerti apa yang dibutuhkannya. Mami memperlakukannya seperti ia memperlaukan Rendy, dan itu membuatnya nyaman. Alaric membalas pelukan mami dan mengangguk tenang. Ia tahu memang itu yang harus dilakukannya. Melindunginya diam-diam. Ia akan mencobanya.