'selamat datang di Vin's Florist. Ada yang bisa kami bantu?'
Alaric membuka mulutnya. Namun jawaban yang sudah dihafalkannya menguap begitu saja. Ia kembali menutup mulutnya dan menelan ludah susah payah. Sial. Padahal ia sudah berusaha menghafal setiap kalimat dengan baik. Tapi semua hafalan itu menguap begitu saja hanya karena seorang gadis.... Wanita. Ia berdehem untuk menetralkan tenggorokannya yang sempat tercekat.
'aku... mencari bunga...'
Seravin mengangkat alisnya tak sabar. Menunggu kelanjutan kalimat Alaric yang tersangkut di tenggorokannya. Orang bodoh pun tahu. Ia datang ke florist, sudah pasti mencari bunga. Alaric kembali berdehem untuk menjernihkan tenggorokannya.
'apa kau menjual mawar hitam?'
Seravin mengangguk cepat. Membawanya pada beberapa pot bunga mawar hitam yang tak jauh dari mereka. Alaric sebenarnya melihatnya, ia hanya bingung harus mengatakan apa.
'kami memiliki beberapa tangkai mawar hitam. Berapa banyak anda ingin membelinya?'
'kau bisa merangkainya? Aku ingin membelinya satu buket'
'tentu. Anda bisa menunggu di kursi'
Alaric menghela nafas lega dan beranjak menuju kursi tunggu yang tersedia di toko ini. matanya berkeliling mengamati toko kecil namun tampak ramai ini. ia tahu toko ini adalah toko milik Seravin. Sebagai penghasilan utama karena suaminya tak pernah menafkahinya. Alaric sudah mengatakan bahwa suaminya adalah pria brengsek bukan?
'bukan kah kau penari ballet?'
Seravin tersenyum dalam kegiatannya. Alaric melihatnya mengangguk. Ia juga melihat kilat kesedihan dimata sang wanita. Hal yang selalu berusaha ditutupinya dari semua orang. Tapi kejeniusan Alaric mampu melihatnya dengan mudah.
'aku tak tahu kau menyukai ballet. Ku fikir orang sepertimu hanya tertarik pada hal-hal yang misterius saja'
Alaric menautkan alis tersinggung. Namun tak mau ambil pusing. Saat Seravin menyerahkan buket bunga yang sudah dirangkainya dengan indah, ia kembali diingatkan fakta menyakitkan itu.
'aku hanya pernah melihatmu beberapa kali. Tarianmu sangat indah. Walaupun aku tidak mengerti indah itu seperti apa'
Seravin terkekeh geli. Hal yang tak pernah disangkanya. Ia melihat sang wanita tersenyum karenanya. Seravin sudah tentu mengerti ketidak tahuan Alaric tentang menari, karena itu dia tertawa.
'aku hanya mengikuti naluriku saja saat menari. Senang jika kau menyukainya'
Alaric tertawa kering menyadari kejanggalan dalam jawaban wanitanya. Entah apa yang membuatnya terasa janggal. Mungkin karena kebohongan, atau karena hal lain. Alaric tak mau memikirkannya.
'kau sudah punya anak?'
Seravin menautkan alisnya dengan pandangan heran. Alaric menerima buket bunga sambil menggaruk hidungnya salah tingkah.
'maaf, aku hanya melihat....'
'oh'
Alaric menyesal menanyakannya begitu matanya melihat kilat kesedihan dimata sang wanita. Ia tak berniat menyinggung. Hanya ingin tahu. Sejujurnya ia penasaran sejak mengetahui bahwa wanitanya telah bersuami. Setidaknya jika Seravin memang memiliki anak, ia harus menarik perhatian sang anak jika nanti orang tuanya benar-benar berpisah. Ia merasa menjadi orang jahat sekarang. Mengharapkan kehancuran sebuah keluarga hanya karena perasaan cintanya yang tak terbalas.
'tidak. Aku belum memilikinya'
Alaric bersorak senang dalam hati. Ia merasa benar-benar menjadi orang jahat sekarang. Seravin menyebutkan jumlah harga yang harus dibayarnya. Ia membayarkannya dan langsung meninggalkannya begitu saja tanpa mau menunggu uang kembaliannya. Dibelakangnya, Seravin berteriak mengucapkan terimakasih. Alaric hanya tak tahu makna terimakasih yang diucapkan karena terdengar janggal. Namun ia tak mau memikirkannya. Berkomunikasi dengan Seravin meskipun hanya sebatas penjual dan pembeli terasa menyenangkan.