7

12 1 0
                                    


'Seravin'

Perawat itu mengangguk dan langsung mencari nama pasien bernama Seravin. Rendy menautkan alisnya heran. Merasa asing dengan nama yang baru disebutnya. Namun ia bisa apa. Ia hanya mengikuti perintah mami yang menyuruhnya menemani sepupunya yang akan pergi. dan sejauh ini, Alaric tak keberatan dengan kehadirannya. Ia hanya heran sekaligus bingung. Siapa yang sakit? Dan kenapa Alaric harus repot-repot mengurusi segala urusan administrasi. Bahkan menebus obat serta membayar orang untuk mengantarnya.

Perawat itu menyebutkan nominal yang harus dibayar dan Alaric menyerahkan kartu kreditnya dengan santai. Rendy tak ingin bertanya karna ia cukup tahu diri. Siang tadi Alaric pulang dalam keadaan kacau dan beruntungnya itu tak bertahan lama.

'jika dia bertanya, katakan saja kau tidak tahu'

Perawat itu mengangguk mengerti dan langsung menelepon dokternya. Mengatakan bahwa pasien bernama Seravin harus segera mendapatkan perawatan terbaiknya. Rendy mengikuti langkah lebar Alaric menuju lorong rumah sakit. Ia baru mengerti setelah melihat seorang gadis yang duduk di ruang perawatan. Diatas brankar rumah sakit, ia setengah berbaring dengan infuse ditangan. Dan jangan lupakan selang oksigen di hidungnya.

'Seravin? Nama gadis itu Seravin?'

'dia bukan gadis'

Rendy mengernyit. Bukan gadis? Lalu? Ia melirik Alaric hati-hati. 'janda?'

Alaric belum sempat menjawab ketika pria itu langsung menariknya duduk. Rendy menatapnya bingung sementara Alaric yang berpura-pura memainkan ponselnya. Ketika seorang pria berwajah sangar dan bertubuh besar melewati keduanya, ia tak mempedulikan. Namun ia cukup tahu sepupunya meliriknya penuh dendam. Dan ia mengerti ketika pria itu memasuki ruangan yang sama dengan yang ditempati Seravin.

Mereka melihatnya. Alaric mulai mengerti alasannya selalu menangis diam-diam. Rendy mengerti kenapa Alaric tak pernah berani mendekat seperti pecundang. Ia mengerti kenapa sepupunya hanya mampu menjadi pengagum rahasia yang hanya bisa melindungi diam-diam. Karena bahkan orang yang seharusnya melindunginya, justru memberikan luka paling menyakitkan. Rendy menarik Alaric menjauh begitu melihatnya. Ia tak akan membiarkan sepupunya semakin tersiksa menyaksikan penyiksaan itu. ia tak menginginkan emosinya membawa mereka pada masalah. Bahkan keberadaan mereka disini terlalu riskan. Terlalu rawan dan akan memancing masalah jika disadari.

GILA!!!!

Hanya itu yang menjadi penghuni hati dan mulutnya saat ini. ia menatap sepupunya yang masih diam dengan tenang disampingnya. Ia sudah mengucapkan kata itu sejak mereka keluar dari rumah sakit. Bahkan sejak mereka menjauh dari ruangan itu. ia sudah menyumpahi sepupunya yang menurutnya terlalu bodoh.

'kau benar-benar gila, man. Pantas saja selama ini kau tak pernah berani mendekat. Hanya menatapnya seperti pecundang sejati'

'peduli setan dengan itu. aku hanya sedang jatuh cinta. Ini adalah yang pertama, tahu!'

'ya, tentu aku tahu, bung! Kau memang tak pernah jatuh cinta. Sekali kau rasakan, kau jatuh cinta pada istri orang'

Alaric menjawabnya dengan segala sumpah serapah yang di sambut dengan gelak tawa. Rendy tertawa puas melihat sepupunya tampak begitu tersiksa dengan kenyataan itu. walaupun Alaric tampak tak begitu terkejut, namun ia tahu sepupunya tetap patah hati mengetahuinya. Ia hanya tak habis fikir. Bagaimana mungkin sepupunya jatuh cinta pada wanita bersuami. Rendy tak bisa menyalahkannya. Bagaimanapun ia juga tak mengerti misteri cinta. Ia sendiri tak akan tahu pada siapa ia akan jatuh cinta. Bukan tidak mungkin ia akan jatuh cinta pada ibunya sendiri. Walaupun itu terdengar mustahil. Ia tak ingin seperti oedypus.

'kau tak ingin mundur?'

Alaric menggeleng. Ia sudah sejauh ini. ia sudah tahu dan mengerti. Jika satu-satunya orang yang seharusnya melindunginya malah menjadi orang terbrengsek yang menyakiti fisik dan batinnya, maka ia yang akan menjadi pelindung bagi sang gadis. Alaric tertawa kering mengingat gadisnya bukan gadis lagi. Gadisnya adalah wanita menikah yang masih memiliki suami. Walaupun suaminya bahkan lebih dari brengsek. Ia tetap menghargainya. Ia juga tak mungkin mengkhianati suaminya yang brengsek. Itu sama saja menyatakan kepengecutannya. Merebut istri orang. Alaric tak serendah itu.

'dia sudah menikah. Tidak kah itu keterlaluan. Kau bisa mencari gadis murni'

Alaric mendeli sinis. Ia tahu cintanya sudah bukan lagi seorang gadis, tapi bukan berarti ia setengah pria. Dia gadis tulen!. Walau pun ia yakin bukan itu yang Rendy maksud, otaknya menangkap nada seperti itu. ia tahu Rendy hanya mengingatkannya bahwa banyak gadis diluar sana yang masih sendiri dan bisa diajak kencan. Tapi bahkan hanya dengan melihat mereka, Alaric merasa muak. Ia hanya menginginkan Seravin. Leta Seravin. Beruntung dia tak mengubah nama nya. Alaric tak perlu menelan pil pahit setiap kali menyebut nama lengkapnya. Ia menyukai dan memujanya diam-diam.

sang penariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang