12. Jealous

3.9K 298 23
                                    

Reihan sedang duduk gelisah di kursi meja makan di sebelah ruang tamu. Tangannya dengan cepat menjejalkan suap demi suap makanan ke dalam mulutnya. Breakfast mewah di depannya sama sekali tidak terasa nikmat karena buru-buru dia telan setelah sedikit mengunyah, yang penting perutnya terisi. Kedua matanya pun tak pernah lepas dari pintu masuk villa tempat dia tinggal. Dia merasa jengkel namun tidak bisa protes selain menuruti kemauan si tuan besar. Bagaimanapun juga, Reihan menginap gratisan di situ.

Meski terus mengawasi sedari tadi, Reihan tetap saja terkaget hingga hampir tersedak saat mendadak pintu itu terbuka, lalu seorang pemuda tampan muncul dari baliknya.

"Kamu sudah siap, Rei?" tanya Daffa santai, jauh dari kesan buru-buru. Pemuda itu juga terlihat sangat modis mengenakan dalaman kaos v-neck putih barbalut blazer light blue yang dibiarkan terbuka, dipadu dengan celana chino berwarna light brown yang menutupi kaki jenjangnya.

Reihan hanya mengangguk-angguk seraya menatap Daffa yang berjalan mendekat. Jangan salah sangka dulu, dia bukan sedang terpesona oleh penampilan pria yang memang terlihat sangat keren di hadapannya, tapi mulutnya yang terisi penuh makanan membuatnya nyaris tidak bisa bersuara untuk membalas. Bahkan kedua matanya pun jadi berair sekarang saat tenggorokannya mulai terasa kering hingga membuatnya susah menelan.

Daffa tersenyum simpul mendapati pipi Reihan yang menggembung dan bergerak-gerak mirip seekor hamster. "Jangan buru-buru makannya, nanti tersedak, lho! Kamu tahu kan, beberapa waktu lalu ada yang mati keselek ayam goreng?"

Reihan melotot ganas. Bukankah dia makan jadi tergesa-gesa seperti itu juga gara-gara ancaman Daffa yang akan meninggalkannya di hotel seharian? Lalu sekarang, malah pakai didoain mati segala. Sialan, dasar artis busuk keparat!

"Tunggu sebentar yah, Rei!" Daffa memutar tubuhnya lalu berjalan sedikit menjauh menuju dispenser di dekat kulkas. Lalu dia kembali dengan segelas air dingin di tangannya. "Nih, minum dulu," tawarnya pelan sambil tangannya yang lain mengusap lembut kepala Reihan.

Reihan menegang. Bukan, bukan dalam artian dia marah atau tidak suka perlakuan Daffa barusan. Dia hanya sedikit terkaget, tak menyangka artis kampung yang tadi galaknya bukan main di telfon bisa mendadak berubah jadi manis dan perhatian sekarang. Bahkan dia juga peka kalau Reihan butuh minum. Belum lagi belaian tangannya di atas kepala seperti mengandung setrum tegangan tinggi, membuat jantung Reihan mulai berdetak norak dan salah tingkah sendiri.

Reihan langsung menyambar segelas air yang dipegang Daffa, lalu segera meminumnya untuk mendorong masuk makanan dalam mulutnya. "Ah, lega... tahu saja kamu kalau aku butuh minum, Daff. Thanks, yah!"

Daffa tersenyum sambil mengangguk pelan. "Aku melihat nggak ada satu pun gelas di dekatmu, Rei. Artinya kamu belum minum dari tadi. Maaf, kalau sudah membuatmu jadi tergesa-gesa dan nggak tenang makannya."

Ya ampun, belum cukupkah godaan ini? Kenapa hanya mendengar kata maaf meluncur dari bibir tipis Daffa yang cipokable itu serta-merta langsung membuat hati Reihan menghangat?

"Sial, kenapa sih dia harus bersikap se-gentle ini, hah? Tapi nggak, aku nggak boleh takluk dengan pesonanya! Dia pasti hanya pura-pura baik. Dia kan jago akting. Dia pasti mau mengerjai aku. Aku nggak boleh sampai terpedaya!"

"Kamu itu aneh ya, Daff!" celetuk Reihan sambil menepis tangan Daffa yang sedari tadi terus mengusap-usap kepalanya lembut. Dia takut terkena stroke akibat elusan maut yang membuat jantungnya dag-dig-dug-ser mau copot.

"Aneh kenapa, Rei? Oh, sorry, sorry, kalau kamu nggak suka aku mengusap kepalamu. Aku nggak tahan untuk nggak menyentuhmu."

"Bukan, bukan itu, Daff," sanggah Reihan cepat. "Aku senang kok kamu mengusap kepalaku tapi jangan lama-lama. Aku jadi merasa seperti anjing peliharaanmu saja," sambungnya pelan hampir berbisik, terkesan malu-malu.

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang