19 : It's Hurt

2.5K 261 70
                                    

"Fa, sebaiknya kamu segera susul temanmu itu. Kupikir sikapmu sudah agak keterlaluan dengan membentaknya barusan."

Daffa mendongakkan kepala, menghentikan sejenak jemarinya yang sibuk menggosok permukaan kain yang membalut pahanya dengan tissue basah, lantas menatap sekilas Marisca. Kemudian mengalihkan pandangannya jauh ke arah belakang punggung gadis cantik itu.

"Astaga, apa yang baru saja aku lakukan?" sesal Daffa seketika saat memandangi punggung Reihan yang terlihat makin menjauh.

"Kamu nggak papa kan, aku tinggal sebentar, Ca?" tanya Daffa yang langsung dibalas anggukkan serta senyum oleh gadis di depannya yang terlihat sangat pengertian. "Ok, aku pergi dulu yah. Tunggu di sini, jangan kemana-mana..." pamitnya sembari mengangkat cepat pantatnya dari atas kursi, lalu bergegas meninggalkan Marisca menuju toilet pria yang terletak di bangunan kedai.

Sementara Reihan yang sudah sampai di kamar mandi khusus pria, langsung membasuh wajahnya di wastafel. Dia ingin menyegarkan segala keruwetan dalam otaknya. Kemudian mematut sebentar wajahnya yang tampak lesu di depan cermin yang terpajang di atas wastafel.

Pemuda itu menghela nafas panjang, sambil terus meyakinkan diri sendiri jika semuanya akan baik-baik saja. Dia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, sebab hubungannya dengan Dhea selalu baik, hanya diwarnai pertengkaran kecil tanpa melibatkan kehadiran pihak ketiga. "Apakah cemburu itu rasanya sesakit ini?" rutuknya dalam hati sambil meremas kuat dada kirinya, ingin mengusir rasa sakit yang tak kunjung reda.

"Rei..."

Reihan sedikit kaget sembari langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Daffa berdiri dengan nafas terengah-engah di depan pintu masuk toilet.

"Ma... maafkan aku, Rei... sikapku tadi... sudah kelewatan..." ucap Daffa sambil mengatur nafasnya.

Reihan mengendurkan jemari yang mencengkeram dadanya seraya mengangguk lemah. "It's ok, Daff," lanjutnya sambil memaksakan senyum.

"Tapi... Rei, hmm..." Daffa mendadak kehabisan kata-kata untuk membalas pemuda di hadapannya. Entah kenapa suasana menjadi canggung seperti ada dinding tak kasat mata di antara mereka.

"Sudah, aku nggak papa kok, Daff. Jangan merasa nggak enak seperti itu," ucap Reihan mencoba mencairkan suasana. "Kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi denganku, sebaiknya kamu kembali saja menemani Marisca. Kasihan dia sudah datang jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk menemuimu. Jangan biarkan cewek sebaik dia menunggu terlalu lama," lanjut Reihan mencoba berbesar hati.

"Hmm... bagaimana kalau kita balik sama-sama, Rei?" ajak Daffa sambil melangkah mendekat namun mundur kembali ke tempat semula. Niatnya untuk meraih bahu pemuda di depannya itu, dia urungkan.

Reihan menggelengkan kepala. Dia tidak mau kembali ke tempat yang akan menambah sakit hatinya. Dia tidak mau merasa sendiri dan terabaikan karena jadi pihak ketiga diantara sepasang mantan kekasih yang terlihat masih saling mencintai.

"Kamu balik sendiri saja dulu, nanti aku menyusul, Daff. Aku terlalu kenyang jadi aku mau jalan-jalan sebentar melihat-lihat suasana pantai. Kan, aku belum pernah ke sini sebelumnya." Reihan mencoba mencari alasan supaya Daffa tidak terus mengajaknya kembali ke meja mereka.

"Oh... baiklah, kalau gitu aku akan menemanimu jalan-jalan terlebih dulu, baru nanti kita kembali sama-sama," tawar Daffa mendadak teringat janjinya akan menemani kemana pun Reihan pergi selama dia berada di Bali.

Reihan menggeleng lagi, menolak tawaran Daffa. "Nggak, Daff! Kamu nggak perlu menemaniku. Kamu kembali saja duluan tanpa aku. Apa kamu lupa jika di sini banyak wartawan? Apa jadinya jika mereka sampai memergoki kamu menghilang berdua denganku, meninggalkan Marisca yang mereka tahu masih berpacaran denganmu itu seorang diri. Reputasimu pasti hancur, Daff. Dan aku nggak mau sampai hal itu terjadi."

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang