14. Is this Love?

3.5K 285 31
                                    

Dari bercengkarama dengan monyet-monyet di alam bebas, Reihan dan Daffa beralih ke destinasi wisata selanjutnya. Kali ini Reihan mengancam akan mengibiri Daffa kalau sampai berani mengajaknya melihat monyet lagi atau hewan-hewan lainnya.

Reihan sebal. Dia jauh-jauh datang ke Bali bukan untuk mengunjungi kebun binatang, apalagi yang bisa mencakar lengannya akibat tak sengaja ekornya terinjak. Dan sudah bisa ditebak, kejadian sial tersebut pasti buah dari keusilan si artis kampung.

Waktu itu Reihan spontan menghindar sebab untuk kesekian kalinya Daffa mencoba mencuri cium pipinya di khalayak ramai. Reihan menghambur kabur dan melupakan fakta bila di depannya tengah berkumpul beberapa ekor monyet yang tengah menanti lemparan kacang rebus dari tangan Daffa. Alhasil, ekor dari salah satu gerombolan itu ada yang tertinggal di bawah sneaker adidasnya, memekik kaget sambil reflek menyerang sang pengusik. Dasar apes, ternyata korban Reihan itu sedang bunting besar hingga jadi sensi dan kurang gesit geraknya.

"Masih perih tanganmu, Rei? Sorry..." ucap Daffa pelan dengan tatapan prihatin, sesaat setelah mobil berhenti di pelataran parkir.

"Please, bisa nggak kamu berhenti bilang sorry terus? Kamu mungkin sudah mengucapkannya lebih dari seratus kali di sepanjang perjalanan kemari, Daff. Aku bosan mendengarnya. I am fine, Ok! Luka sekecil ini nggak akan membunuhku," balas Reihan sembari melepas sabuk pengamannya.

"Tapi aku merasa nggak tenang, Rei. Aku merasa bersalah," imbuh Daffa seraya melirik tiga goresan merah yang tidak dalam, namun cukup panjang menghiasi lengan Reihan.

"Lalu maumu apa? Kata-kata sorrymu itu nggak akan bisa merubah apa-apa, Daff. Tanganku tetap masih terluka dan sekali lagi, aku sudah memaafkanmu. Jadi, nggak usah diperpanjang lagi masalah ini. Toh, aku juga salah karena ceroboh dan kurang berhati-hati."

"Tapi aku yang memulainya hingga membuat tanganmu terluka seperti itu, Rei. Sor..."

"Demi Tuhan, Daff. Stop bilang sorry, Ok!" potong Reihan cepat.

"Maaf... maaf..."

Reihan menghela nafas sambil memutar bola mata pasrah. Entah dia harus berkata apa lagi supaya Daffa berhenti meminta maaf padanya. "Sepertinya dalam kamusmu sorry dan maaf itu beda yah artinya, Daff?" sindirnya kemudian.

Daffa tersenyum simpul. "Iya, iya... hmm... sebagai gantinya, bagaimana kalau kamu meminta sesuatu padaku untuk menebus kesalahanku?" tawarnya sambil memegang lembut bahu Reihan.

"No thanks, Daff. Aku sedang nggak menginginkan apa-apa saat ini. Kamu hanya perlu diam dan berhenti bersikap khawatir berlebihan, itu sudah lebih dari cukup."

"Ayolah Rei, please... ijinkan aku melakukannya biar hatiku tenang dan bebas dari rasa bersalah ini," Daffa memohon dengan membulatkan kedua matanya yang berhasil mengukir senyum pada bibir Reihan.

"Ya sudah, kalau kamu memaksa. Tapi aku nggak mau satu, Daff. Aku punya empat permintaan yang harus kamu turuti."

"Hah? Serakah amat sih kamu, Rei? Biasa dimana-mana paling banyak juga cuma tiga permintaan." Daffa mencibir pelan.

"It's ok, kalau kamu nggak mau, aku nggak maksa kok. Ini kan semua idemu. Aku sih sudah memaafkanmu dari awal tanpa kamu melakukan apa-apa juga buatku." Reihan mengedikkan bahunya tidak keberatan sambil memalingkan muka.

"Ya ampun, bercanda kali! Jangan sewot donk, Beb," rajuk Daffa sambil menggoyang mesra bahu Reihan yang masih senantiasa dipegangnya sedari tadi.

Reihan langsung menoleh cepat sambil mendelik. "Sial, jangan panggil aku Beb, Daff!"

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang