13. Sebuah Rasa

3.5K 303 35
                                    

Dengan bersungut-sungut, Reihan terpaksa turun mobil untuk pindah ke depan menuruti kemauan si tuan besar. Dia menjatuhkan malas pantatnya ke atas jok kosong di sebelah pengemudi, lalu kuat-kuat menarik daun pintu hingga berdentum keras saat tertutup saking jengkelnya.

"Woii... Rei, bisa nggak pelan sedikit menutup pintunya? Kamu pikir ini angkot apa? Kalau kamu sedang marah padaku jangan lampiaskan pada mobil sewaan yang nggak bersalah ini, Rei. Nanti kalau sampai rusak, apa kamu mau mengganti pintunya?" Daffa mengomel panjang lebar seraya melempar tatapan mengadili pada pemuda di sebelahnya.

Sementara Reihan yang duduk dengan punggung mengendur sama sekali tak menghiraukan kicauan pria yang terus memandanginya sedari tadi. Dia bahkan merasa enggan untuk menoleh, sekadar membalas tatapannya. Dia masih tetap bungkam sambil melayangkan pandangan ke mana saja asal bukan ke arah sumber kejengkelan hatinya.

Kesabaran Daffa mulai menipis. Lama-lama dia tak tahan juga dengan tingkah Reihan yang makin menyebalkan. Dia sudah minta maaf tapi sama sekali tidak digubris. Apa perlu sampai mencium kaki pemuda tengil itu agar tidak terus mendiamkannya? Enak saja, dipikirnya dia itu siapa?

Di luaran sana, terdapat ribuan bahkan mungkin jutaan orang yang memimpikan bisa duduk semobil dengan artis tenar sekelasnya, apalagi dia sendiri pula yang menjadi sopir pribadinya. Sementara Reihan sungguh sangat beruntung memperoleh kesempatan langka tersebut, yang mungkin bagi para penggemarnya sampai ajal menjemput pun belum tentu bisa terwujud. Tapi kenapa lagaknya begitu sombong dan jual mahalnya selangit?

"Sial, coba saja kalau bukan karena aku tertarik padanya, mungkin sedari tadi sudah kubuang bocah tengik itu di tengah semak belukar biar tahu rasa!"

Namun, lagi-lagi Daffa memutuskan untuk mengalah. Dia menghela nafas panjang agar dapat menguasai diri. Dia tidak mau sampai merusak acara jalan-jalan bersama pemuda yang disukainya itu akibat saling mementingkan ego masing-masing. Terlebih Daffa juga pernah berjanji pada Reihan akan membuat liburannya berkesan sehingga tidak akan menyesali keputusannya pergi ke Bali menemuinya.

"Sebenarnya kamu itu marah kenapa sih, Rei?" tanya Daffa lembut berniat merajuk. "Maaf yah, kalau aku ada salah," lanjutnya lagi sambil mengulurkan tangannya hendak meraih kepala Reihan.

"Jangan sentuh aku, Daff!" sergah Reihan dingin sambil menepis tangan Daffa dramatis, persis kayak adegan di sinetron-sinetron. "Kamu... jahat!"

Kening Daffa langsung mengernyit heran. Kenapa Reihan mendadak berubah jadi alay seperti ini sekarang? Tapi it's ok, se-alay apapun pemuda disampingnya itu, dia tetap bersedia menerima apa adanya.

Daffa segera melepas sabuk pengamannya. Mendadak terbesit di otaknya ide gila untuk menaklukkan singa buas di sebelahnya. Jika kekuatan kata-kata sudah tak mempan lagi, mungkin serangan psikis patut dicoba. Dengan cepat, Daffa memutar tubuhnya, lalu merangsek menyeberangi persneleng mobil untuk mendekap tubuh pemuda yang tampak terkaget dengan tindakan agresifnya.

Saat ini, Reihan tidak bisa berbuat banyak untuk memberontak akibat tertindih badan kekar pria di atasnya. Kemudian, Daffa mulai mengusap lembut pipinya sambil menyibakkan beberapa helai poni yang jatuh menutupi pandangan. Dia berniat menunjukkan kesungguhan hatinya pada pemuda yang tengah dihimpitnya, dari setiap sorot mata yang menatapnya lekat. Daffa ingin menyerang kelemahan Reihan. Dan benar saja, tidak butuh waktu lama bagi Daffa untuk membuat pemuda itu luluh.

Bahkan kali ini, Reihan seperti tidak lagi munafik dan memilih untuk pasrah mengikuti kehendak pria yang berhasil menguasainya. Dia memejamkan kedua matanya perlahan dan berharap tidak dipermainkan lagi seperti kejadian di meja makan pagi tadi. Wajahnya mulai merona merah seiring debaran kencang jantungnya, saat menanti bibir Daffa yang tak lama lagi akan bersatu dengan miliknya.

Superstar (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang