Sehun tidak akan pernah mengerti dengan apa yang terjadi. Tatapannya seringkali terarah pada Soojung yang hanya duduk diam di kursi tanpa minat. Raut wajah seseorang yang sudah melahirkan putranya membuat begitu banyak pertanyaan tersirat di dalam kepala cerdasnya. Ia pun berniat untuk mendekati Soojung. Langkah panjangnya membuat kedua kakinya cepat berhenti di hadapan Soojung yang masih terlihat sedih dengan mata yang agak memerah. Sehun yang melihat hal itu hanya bisa mengembuskan napasnya dan sedikit berlutut di hadapannya. Mencoba untuk mencari tahu apakah wanita yang menjadi ibu anaknya tersebut baik-baik saja.
"Kau tidak apa-apa?"
Soojung terdiam, tidak menjawab pertanyaan Sehun.
"Jung..." Sehun menarik napasnya dalam dan memegang erat tangan Soojung. Dirasakannya kedua tangan Soojung yang mulai mendingin. "Kau ingin pulang?" Mungkin kembali ke rumah adalah tempat yang saat ini Soojung butuhkan.
Sehun melihat wajah Soojung yang mulai menatapnya dengan tenang. "Aku tidak apa-apa," ujarnya.
Setidaknya Sehun mengerti bahwa untuk saat ini Soojung sedang tidak baik-baik saja. Soojung berbohong dengan nada yang tak bisa dianggapnya sebagai sebuah kebenaran. Siapapun yang menerima nada itu pasti akan langsung mengetahuinya. Hanya ada tiga cara untuk menenangkan Soojung; memeluknya, menciumnya, dan mengajaknya berdansa. Mungkin pilihan ketiga merupakan pilihan terbaik yang selaras dengan kondisi dan waktu yang ada.
"Ingin berdansa?" tawar Sehun. Tawaran ini ikhlas Sehun tujukan agar Soojung berhenti memikirkan sesuatu yang ia pikirkan, agar Soojung dapat sejenak melupakan segala keresahan hatinya. "Lagunya kesukaanmu, Wait for You, Elliot Yamin, kan?"
Mungkin Sehun tidak mencintai Soojung, tetapi setidaknya ia sudah mengetahui bagaimana Soojung. Ia sudah mengenal Soojung dengan sebaik-baiknya. Waktu berbulan-bulan yang ia habiskan dengan Soojung sudah membuat ia mengetahui apa yang ada pada diri Soojung sendiri. Setidaknya itulah yang ia pikirkan untuk saat ini.
Hitungan detik selanjutnya Sehun merasa Soojung luluh akan ajakannya. Sehun pun membawa Soojung ke lantai dansa dan meletakkan kedua tangannya pada pinggang indah Soojung. "Risih?" tanya Sehun perlahan. Ia tidak ingin gegabah dengan membuat Soojung merasa tidak nyaman saat ini. Jika sebelumnya ia akan memaksa, maka tidak untuk kali ini karena wanita tidak suka melakukan hal terpaksa disaat suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Sehun melihat Soojung menggeleng, dan itu menandakan bahwa apa yang saat ini ia lakukan perlahan membuat Soojung tenang. Disaat ia ingin memulai getakan, detik itu juga ia merasakan Soojung merebahkan kepalanya pada dada bidangnya. "Menunggu itu sulit."
Sehun sebenarnya tidak terlalu paham dengan masalah yang saat ini Soojung hadapi, tetapi sebisa mungkin ia meladeni Soojung agar wanita di hadapannya ini merasa percaya bahwa disaat dirinya sedih atau susah, akan selalu ada Sehun yang mendengarkan dan siap menerima keluh kesahnya. "Memang, tapi itulah istimewanya." Sehun tidak mengetahui apa yang ia ucapkan, namun kalimat itu terlepas begitu saja dari bibirnya.
"Istimewa?"
Sehun tersenyum. Setelah mencerna apa yang ia ucapkan sebelumnya, kini ia memiliki banyak kalimat jawaban untuk ia berikan pada Soojung. "Menunggu seseorang yang kita harapkan. Setidaknya kita lebih manusiawi daripada mereka yang membuat seseorang menunggu." Sehun menjelaskan. "Jika diminta untuk memilih antara menunggu atau ditunggu, aku memilih menunggu karena aku akan tahu manusia seperti apa yang kutunggu dan sudah membuang-buang waktuku," lanjutnya perlahan dengan nada yang tenang tetapi penuh penekanan.
Cukup lama Sehun menanti sebuah kalimat ataupun kata agar keluar dari bibir Soojung sekarang juga, namun kalimat respon akan ucapannya tidak segera keluar. Itu sudah cukup bagi Sehun untuk khawatir akan kondisi Soojung. Ia pun melepaskan sedikit pelukannya dan melihat secara paksa wajah Soojung yang mampu menyakiti hatinya saat ini juga.