"Kau tahu dari mana, Sajangnim?"
Elsa berulang kali menanyakan hal itu kepada Soojung yang tidak berhati-hati dengan perkataannya. Jadi, beruntung kepala Soojung cerdas, sehingga ia menjawab, "Aku membaca beberapa artikel tentangmu sebelumnya dan di sana mengatakan bahwa kau memiliki anak, jadi aku berpikiran seperti itu. Lagipula aku baru saja kembali dari Jepang, jadi---"
"Aish, aku harus mengurusnya. Jurnalis-jurnalis itu sangat suka sekali dengan kehidupanku."
Soojung mengangkat sudut bibirnya, seolah mengejek Elsa yang sangat percaya diri.
"Baiklah, sepertinya aku harus pulang. Apa kau pulang sendiri?" tanya Elsa sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Iya, aku bawa mobil."
"Baiklah, Sajangnim. Sampai jumpa di lain waktu."
Saat itulah Elsa pergi dan setelah kepergiannya, Soojung hanya bisa mengembuskan napas serta menggelengkan kepala karena bingung dengan sikap Elsa. Sebenarnya apa yang membuat Sehun sampai menikahi seseorang sepertinya yang bahkan terlihat tidak peduli dengan Jiho. Ini tentu saja membuat Soojung khawatir. Ia kemudian menghabiskan tehnya dan mendapatkan telepon dari Seulgi.
"Jung, kenapa kau tidak memberitahuku jika kau di Seoul sekarang?"
Soojung tersenyum dan menjawab, "Aku tidak ingin mengganggu pemotretan untuk pre-wedding-mu."
"Sialan kau, Jung. Berapa hari kau di Korea? Aku akan pulang beberapa hari lagi. Jimin juga sudah setuju untuk mengurangi sesi pemotretan karena tahu aku sangat merindukanmu."
"Aku akan sangat lama di sini, sampai bisa menghadiri pernikahanmu. Jadi, teruskan pemotretanmu."
"Kau serius?"
"Hm, aku serius."
"Syukurlah. Kalau begitu, setelah kita pulang, kita harus menemui Sulli. Oke?"
"Araseo, tapi aku akan menemuinya besok lebih dulu."
"Terserah kau saja. By the way, kau sudah menemui Jiho?"
"Sudah, dan dia sangat menggemaskan." Soojung tersenyum lebar dengan pikiran yang membayangkan bagaimana gemasnya putranya itu.
"Tentu saja, tapi aku merasa tidak tenang. Dia pendiam sekali dan tidak seceria anak-anak di usianya."
Mendengarkan perkataan Seulgi yang sama dengan pemikirannya membuat Soojung lagi-lagi mengembuskan napasnya. Ia juga tidak ingin putranya bersikap seperti itu. Entah apa itu karena sikapnya atau ada hal lain yang membuatnya seperti itu. Atau haruskah Soojung menanyakannya kepada Sehun?
"Mungkin dia memang pendiam, Seul."
"Tentu saja tidak, Jung," balas Seulgi. "Beberapa tahun yang lalu dia masih aktif, tapi semenjak ke sini dia makin pendiam. Memabahasnya membuatku merindukan Jiho."
"Selesaikan pemotretanmu dan kembalilah."
"Araseo, baiklah aku harus menemui Jimin. Bye, Jung."
Sambungan telepon segera diputuskan. Soojung menjauhkan ponselnya dari telinga dan menatap wallpapernya yang menggunakan foto Jiho. Padahal ia sudah melihat dan memeluk Jiho tadi, tapi entah kenapa ia masih merindukannya. Rasanya rindunya kepada Jiho tidak akan bisa berhenti oleh apa pun dan malah ia semakin ingin menemuinya, memeluknya dan tidur bersamanya di malam hari. Namun, Soojung tahu itu membutuhkan waktu dan kesabarannya, jadi ia akan berusaha sebisa mungkin.
Karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Soojung segera keluar dari ruangannya ini dan berjalan ke kasir untuk membayar biaya makannya untuk mereka tadi. Setelah memberikan kartunya, Soojung membaca pesan yang Sekretaris Park yang mengatakan bahwa kartu identitas Soojung bisa diambil di SDM besok pagi.