Bagian 7: Pemeran Lain

76 18 0
                                    

“Because at the end of the day you’re the person I want to come home to. You’re the person I want to tell how my day went. You’re the person I want to share my happiness, sadness, frustration, and success with.”
.
.
.
.
.

“Jadi apa yang kau lakukan pagi-pagi disini?” Tanya Aska setelah menaruh cangkir kopinya dan duduk di hadapan Fani.

“Aku baru pulang, kau tahu, shift malam,” Fani membetulkan letak kacamatanya, “di perjalanan pulang aku lihat kafe ini tidak terlalu ramai, makanya aku mampir untuk membeli cokelat panas sekalian mengerjakan laporanku,” kata Fani sambil meminum sedikit cokelatnya, dan dibalas dengan ‘oh’ oleh Aska, “Kau sendiri sedang apa disini?”

“Kantorku itu cuma dua gedung dari sini,” kata Aska sambil menunjuk ke salah satu gedung di seberang kafe. Kini giliran Fani yang ber-‘oh’ ria, lalu fokus kembali pada laporannya. “sudah daritadi mengerjakannya?”

“Tidak, aku baru sampai dua puluh menit yang lalu,” kata Fani tanpa menghadap ke arah Aska, “sebentar ya, sedikit lagi selesai jadi kita bisa mengobrol lagi,” Aska hanya membalas dengan dehaman, lalu bertopang dagu terfokus ke arah gadis-atau sekarang wanita-nya ini. Wanitanya? Dalam hati Aska terkekeh miris, Fani tidak pernah menjadi wanitanya.

Hampir dua puluh lima menit mereka habiskan dalam keheningan–Aska hanya sibuk memperhatikan wajah serius Fani yang mengerjakan laporannya. Kadang wajahnya tersenyum kecil, kadang keningnya berkerut, kadang alisnya menyatu, kadang dia memejamkan matanya dan mulutnya berkomat-kamit–kebiasaan Fani saat mencoba mengingat sesuatu, kadang dia membuat ekspresi terkejut, entah kenapa itu menjadi hiburan tersendiri untuk Aska.

Setelah mematikan laptop dan ipadnya, Fani meregangkan lehernya kemudian menghadap Aska yang masih setia memperhatikannya, “kau tidak punya kerjaan, ya?” yang dibalas Aska dengan kekehannya. “Aku serius, memangnya kau tidak ada kerjaan lain? Sampai kapan kau mau berada disini?”

“Tidak masalah, aku bisa lembur nanti malam. Yang penting sekarang kau tidak sendirian,”

“Eh?” Fani masih tidak mengerti perkataan Aska sampai, “jadi daritadi kau hanya menungguku? Aku tidak apa-apa, sungguh, kau kembali saja sana,” kata Fani sambil mendorong tubuh Aska–berniat untuk mengusir Aska agar laki-laki itu ke kantornya lagi.

Alih-alih berdiri Aska malah menggenggam tangan Fani, “aku bercanda, aku baru selesai mengerjakan proyek kemarin. Hari ini adalah hari bebasku, tapi aku bosan di rumah makanya aku ke kantor. Tapi di kantor tidak ada yang bisa aku kerjakan, maka dari itu aku ke kafe,” Aska tersenyum, “menemanimu sampai malampun aku tidak masalah.”

Bukannya tersentuh Fani malah tidak habis pikir oleh laki-laki di hadapannya ini, “kau ini punya waktu bebas bukannya beristirahat,” Fani menghela nafas, dia baru ingat kalau Aska adalah orang yang keras kepala, jadi sampai kapanpun berdebat dengannya hanya membuang-buang tenaga, “selama mengerjakan proyek itu kau terjaga berapa malam?” tembak Fani langsung.

“Hm?” dalam hati Aska bertanya-tanya kenapa Fani bisa bertanya hal itu, “aku tidur setiap hari, kok.”

“Jujur saja, aku tahu kau berbohong,” wajah Fani kembali serius, “tiga hari? Atau empat hari?”

Jawaban Fani hampir tepat sasaran, lalu Aska sadar bahwa yang sedang duduk di hadapannya ini adalah Fani yang seorang dokter bukan gadis SMA yang dengan mudah ia kelabuhi, “wow, aku tahu kau seorang dokter tapi mengapa aku merasa kau seperti cenayang? Jawabanmu hampir benar," katanya menatap Fani tidak percaya, "lima hari,” aku Aska yang sontak membuat Fani terkejut.

Fani berdiri dari duduknya dan segera membereskan barang-barangnya, “aku sudah selesai mengerjakan laporannya. Kau ke kantor naik apa?” karena mungkin terkejut dengan gerakan Fani yang tiba-tiba, Aska hanya menjawab pertanyaan itu dengan gelengan yang menandakan bahwa dia ke kantor tidak membawa kendaraannya.

ASKA | Jung Jaehyun - JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang