Bagian 9: Pernyataan Cinta

73 13 0
                                    

“The gray area between yes and no. Silence.”
.
.
.
.
.

Satu  persatu tujuan hidup Fani sudah ia dapatkan, mulai dari masuk perguruan tinggi negeri–diterima di fakultas kedokteran, lulus menjadi dokter di tahun keenam, lanjut diterima di salah satu rumah sakit swasta terkenal di kotanya, melanjutkan pendidikan untuk mengambil spesialis jantung–cita-citanya dari kecil adalah dokter jantung, mendapat perkerjaan tetap, memiliki kendaraan sendiri, bahkan sekarang dia tengah mencicil untuk membeli sebuah rumah, hidupnya terlihat seperti terlalu lancar, bukan?

Tapi jangan salah sangka, semua itu tidak akan dia dapatkan kalau dia tidak merelakan masa mudanya. Dia menghabisnya semua waktunya di perpustakaan, belajar hingga dini hari, dan usaha tidak akan mengkhianati hasil, kan? Lihatlah semua hasil usahanya sekarang.

“Fan, jangan melamun,” kata dokter Daniel seraya menempelkan salah satu minuman kaleng di pipi Fani, “bahaya kalau melamun, sebelah kamar mayat,” terdengar kekehan dari dokter Daniel.

Fani mendongak, mengambil minuman yang diberikan dokter Daniel sambil tersenyum dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

“Sedang istirahat, dok?” Tanya Fani sambil menggeser duduknya, memberi tempat untuk dokter Daniel duduk. Dokter Daniel mengangguk, lalu duduk di samping Fani, lalu membuka minumannya.

“Aku baru keluar ruang operasi, di dalam terlalu sesak, makanya aku mencari udara segar kesini,” kata dokter Daniel sambil meneguk minumannya, Fani hanya mengangguk sambil membuka minumannya.

“Pasti lelah, ya,” Fani menghela nafas panjang.

“Tidak selelah yang orang-orang bayangkan,” kata dokter Daniel sembari mengelus puncak kepala Fani, “oh, ya, Fan,” yang diajak bicara hanya menatap dokter Daniel, memintanya melanjutkan perkataannya, “tentang ajakkanku waktu itu,” dokter Daniel menatap lurus mata Fani, “waktu itu kau memintaku menunggu sampai kau menjadi dokter spesialis, sekarang kau sudah hampir mendapat gelar itu, kan? Lalu....bagaimana?” Tanya dokter Daniel.

Ya memang saat dokter Daniel melamarnya di rumah terakhir kali, Fani hanya menjawab dia hanya ingin fokus pada studinya, setelah dia mendapatkan gelar Sp.JP barulah ia akan mempertimbangkan ajakkan dokter Daniel. Dan saat ini, dia sudah selesai sidang akhir dan dinyatakan lulus. Sedikit lagi cita-citanya benar-benar terwujud.

Melihat Fani yang tak kunjung menjawab membuat dokter Daniel buru-buru menambahkan, “aku tidak memaksamu untuk menjawab sekarang, kalau kau masih butuh waktu aku masih bisa menunggu,” dokter Daniel menggenggam tangan Fani, “tapi lebih cepat lebih baik, bukan?” dokter Daniel tersenyum manis membuat Fani malah merasa tak enak.

Bukankah dia adalah orang yang jahat? Dia menggantungkan dokter Daniel, dan tidak mengerti tentang hubungannya dengan Aska. Dia juga tak mau mengatakan ‘tidak’ pada tawaran dokter Daniel–perempuan mana yang akan melepaskan laki-laki seperti dokter Daniel? Pria itu bagaikan jackpot. Bahkan Fani pikir dia seperti baru saja memenangkan lotre saat dokter Daniel melamarnya.

Dan jujur saja, perempuan mana yang tak luluh jika terus menerus diperlakukan halus oleh laki-laki tampan? Kalau boleh dibilang, mungkin Fani mulai bisa membuka hatinya untuk dokter Daniel, melihatnya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, yang bisa dia jadikan sandaran, yang bisa membimbingnya di masa depan. Jika saja dia tidak bertemu Aska di pernikahan Tika, pasti Fani tidak akan ragu-ragu untuk menjawab 'Ya' pada lamaran dokter Daniel.

Tapi tentang Aska, Fani juga tidak bisa memaksa pemuda untuk memperjelas hubungan mereka. Bukankah sudah sangat jelas dari dulu kalau mereka adalah teman?

ASKA | Jung Jaehyun - JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang