Bagian 11: Hal Berbahaya

56 8 0
                                    

“Even when you hate him, you still love him.”
.
.
.
.
.

“Aku pikir tidak masalah untuk kalian membicarakan masalah ini berdua,” kata Hera sambil mengaduk sotonya, “aku rasa kau sudah tahu pilihan apa yang harus kau ambil,” Hera mulai menyuapkan soto ke mulutnya, sedangkan Fani hanya menatap kosong sotonya yang sudah mulai mendingin tanpa berniat ingin memakannya.

Fani hanya menganggukan kepalanya mendengar ucapan Hera tadi.
“Kau harus berpikir matang-matang tentang keputusan yang akan kau ambil,” Hera menatap Fani, “jangan sampai menyesal, itu keputusan jangka panjang,” Hera mengingatkan.

Sedangkan Fani malah semakin terlihat ragu, bagaimana jika nanti dia akan terbawa suasana lalu mengucapkan hal bodoh, bagaimana jika nanti dia malah tidak bisa menentukan pilihannya, bagaimana jika nanti dia akan menyesali keputusannya, bagaimana jika nanti dia tidak bisa menjalankan keputusannya tersebut.

Dia terlalu banyak memikirkan hal tidak penting seperti ini semenjak semalam Aska mengirimnya pesan kalau mereka harus bicara.

Fani banyak menduga-duga hal seperti apa yang akan dibicarakan Aska yang selama hampir tiga bulan menghilang tidak ada kabar, apakah Aska akan mengatakan hal-hal yang menyakitinya seperti dia akan bertunangan dengan orang lain, atau mengenalkan pacarnya ke Fani, atau malah memberikan Fani undangan pernikahannya.

Tapi bukankah harusnya dia biasa saja, Aska bukan miliknya dan dirinya sekarang adalah milik dokter Daniel.

Bicara tentang dokter Daniel, bulan lalu ia dikenalkan kepada orang tua laki-laki itu. Orang tua dokter Daniel menerimanya dengan tangan terbuka, mereka ramah terutama ibu dokter Daniel yang langsung akrab dengan Fani dan meminta Fani untuk ikut memanggilnya dengan sebutan bunda, bukan tante.

Makan malam merekapun penuh dengan canda tawa, sama sekali tidak tegang dan kaku seperti yang Fani pikirkan selama ini.

Dokter Daniel memiliki seorang adik perempuan yang sedang berkuliah di luar kota, maka dari itu bunda sangat senang saat melihat wanita muda di rumahnya, bahkan beliau memasak banyak sekali makanan, padahal Fani hanya datang untuk makan malam biasa saja.

Setelah makan malam, Fani langsung ditarik ke dalam kamar oleh bunda. Beliau memperlihatkan foto-foto masa kecil dokter Daniel dan setiap cerita dibalik gambar tersebut.

Dokter Daniel memang sudah tampan sejak kecil. Bunda bahkan bercerita saat masih kelas empat SD, ada seorang gadis kecil yang sepertinya teman sekelas dokter Daniel datang ke rumah dokter Daniel hanya untuk memberi cokelat di hari valentine.

Beliau juga bercerita karena perbedaan usia yang cukup jauh dan dokter Daniel juga sangat ingin adik perempuan, setelah adiknya lahir dia selalu menjaganya, dokter Daniel sangat menyayangi adiknya sampai dokter Daniel terus mengusir semua teman laki-laki yang mencoba untuk menggoda adiknya, akhirnya Shinta–adik dokter Daniel terus menangis kepada bunda karena sampai umur kedelapan belas tahunnya ia belum juga memiliki kekasih.

Bunda tahu kalau dokter Daniel melakukan itu karena dia sayang Shinta, bahkan dokter Daniel rela kehilangan boneka kodok kesayangannya karena dilempar ke dalam danau oleh Shinta yang berumur dua tahun saat mereka sekeluarga piknik dulu.

“Fan, kamu itu perempuan pertama yang Daniel bawa ke rumah,” kata bunda dengan nada menggoda sambil menutup album foto, “kamu pasti orang yang spesial untuk Daniel kalau begitu,” bunda menatap Fani, sedangkan Fani hanya terseyum, tidak tau harus menjawab apa, “bunda tau Daniel tidak sempurna, tapi dia orang yang bertanggung jawab dan mau berusaha untuk jadi yang terbaik,” bunda menggenggam tangan Fani, “semoga kamu bisa melihat ketulusan Daniel, ya,” kata bunda diakhiri senyum lebar sampai membuat kerutan di kedia ujung matanya terlihat sedangkan Fani hanya diam membisu lalu mengangguk kecil sambil tersenyum sopan.

ASKA | Jung Jaehyun - JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang