Additional 1: Akhir yang Ditunggu

98 8 0
                                    

"Almost is the worst way to love someone."
.
.
.
.
.

Di sinilah Fani, berhadapan dengan seseorang yang telah ia hindari selama ini, tapi apa boleh buat kalau ternyata takdir berkata lain.

Setelah salah satu pelayan mengantarkan pesanannya, Aska akhirnya membuka suara, "bagaimana kabarmu?" sambil memfokuskan lagi pandangannya ke arah Fani.

"Masih hidup," jawab Fani dengan ketus matanya masih sibuk memperhatikan jalanan yang masih basah-tak mau memandang Aska.

Sedangkan di ujung mata, Fani dapat melihat Aska hanya mengangguk lalu memulai makannya, "apa yang kau lakukan di sini?" tanya Fani masih tidak menatap Aska.

Sedangkan Aska langsung mengangkat kepalanya, "tentu saja makan siang. Kantorku di sebelah sana, kalau kau lupa," katanya sambil menunjuk gedung bertingkat di sebrang jalan.

"Apa yang kau lakukan di mejaku?" ralat Fani sambil akhirnya menatap Aska.

Fani tidak habis pikir bagaimana orang bodoh ini dapat menjadi arsitek yang harus memperhitungkan secara detail serta merancang bangunan-bangunan, sedangkan untuk menjawab pertanyaan sederhananya saja dia tidak mengerti atau dia memang pura-pura tidak mengerti agar Fani menghadap kearahnya.

"Aku?" tanyanya balik sambil menunjuk dirinya sendiri, "tentu saja makan siang, kau tidak lihat?" katanya sambil menunjukkan makanannya, "kau mau?" tawarnya saat melihat makanan Fani yang hanya brownies tinggal setengah.

"Aku pergi saja," kata Fani sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Tunggu," kata Aska sambil meraih pergelangan tangan Fani, "ada yang ingin aku bicarakan," dan menuntun Fani agar duduk kembali di kursinya.

"Ada apa? Aku sibuk," katanya sambil bersedekap.

"Baiklah, bu dokter," kata Aska sambil membereskan makanannya, dia mengeluarkan kotak kecil dari dalam sakunya-benda yang akhir-akhir ini dia bawa kemana-mana, "bagaimana menurutmu?"

Sedangkan Fani hanya menatap kotak merah itu dan Aska secara bergantian, "kau memintaku tinggal hanya untuk memperhatikan kotak itu? Apakah itu penting?" alis Fani terangkat satu, "maaf tapi aku tidak punya waktu, aku pergi," katanya sambil berdiri dan bersiap untuk pergi.

Aska menghembuskan nafasnya, "yah kau memang gadis keras kepala," katanya yang tak digubris sama sekali, "ayo menikah," kata Aska yang sontak membuat langkah Fani berhenti.

Dia mematung, masih linglung dengan keadaan yang mendadak ini. Aska tersenyum kecil dan melihat ke arah Fani yang masih terdiam, "inikan yang kau mau," katanya pelan, dia mengucapkannya dengan nada yang terdengar seperti pernyataan dibandingkan pertanyaan.

Fani berbalik menatap Aska yang masih menatapnya, "aku pergi..." katanya pelan tapi kali ini dengan tatapan teduh bukan tatapan jengkel yang daritadi gadis itu berikan, lalu Fani benar-benar pergi begitu saja meninggalkan Aska dengan kotak kecilnya yang belum tersentuh.

Aska menatap kotak itu, "masih ada lain waktu, kan?" tanyanya untuk dirinya sendiri lalu tersenyum kecil.

-----


Ini adalah hari lainnya di mana Aska dengan tiba-tiba datang ke tempat Fani bekerja. Ini adalah waktu istirahat yang ingin Fani habiskan sendiri di ruangannya, dia ingin beristirahat sebentar. Tapi keinginannya itu harus hancur karena sebuah ketukkan di pintu ruangannya yang menampilkan sosok yang coba ia hindari.

Fani masih memperhatikan lelaki itu sampai ia duduk di kursi di depan mejanya. Masih tidak ada yang ingin membuka suara sampai lelaki itu akhirnya menghembuskan nafas panjang, "kau memang gadis yang keras kepala," Fani menaikkan satu alisnya, "ingin makan siang bersama?" tawarnya.

ASKA | Jung Jaehyun - JoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang