Rumah Baru

192 3 0
                                    

Di terminal sudah ada yang menunggu Melissa. Mereka 3 orang. Seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Lelaki itu tinggi, tegap, berjenggot, dan memakai gamis medium, tidak panjang tapi tidak pendek. Lebih tepatnya congkrang. Yang perempuan keduanya menggunakan gamis serba hitam dan wajah mereka ditutupi selembar kain yang juga hitam di wajah. Mata mereka melihat ke arah Melissa. Mereka memegang karton bertulisan MELISSA AGNES. Melissa menghampiri mereka...

"Maaf, kalian menungguku?," tanya Mels kepada kedua wanita dan seorang lelaki itu.

"Iya, mbak. Kami nunggu mbak dari tadi..." jawab salah seorang perempuan.

"Mbak, kita ngobrol diluar saja," kata perempuan yang satunya.

Mereka mengajak Melissa keluar terminal. Lebih tepatnya menjauh dari pintu keluar terminal yang lumayan sempit. Melissa tak tahu sekarang ia berada dimana, yang jelas Melissa merasa aneh dengan pakaian orang-orang ini.

"Mbak Melissa, masa nggak ingat sama kami?," tanya seorang wanita dengan jubah itu.

Melis menggeleng pelan sambil memutar kepala ke wanita yang satunya.

"Mbak dulu panggil saya Ester, dan kakak saya Monica... Dulu kita pernah main bersama waktu Mbak main ke Yogya..." kata seorang perempuan lagi, ramah dengan Melissa.

"Oh ya? Kamu Ester? Monica? Ya ampun...!!," teriak Melissa bahagia.

"Maaf, mbak. Nama kami sudah bukan Ester dan Monica, tapi Lulu dan Layla. Mbak boleh panggil saya Lulu, dan adik saya Layla," kata wanita yang duduk di samping lelaki tadi.

"Terus itu siapa?," kata Mels sambil mengarahkan telunjuk ke lelaki tadi.

"Itu suami kami."

"Ha?! Suami?! Satu, berdua?! Ya kali, nggak ada laki-laki lain, mbak?"

Layla menjawab dengan penuh kelembutan, "Mbak Melissa, kami ini hanya terpaut cinta segitiga yang dituangkan dalam poligami. Poligami indah lho mbak. Tapi banyak yang belum siap, sih..."

"Mbak, gausah mikirin kita, kita udah pasti akur. Hehe, ayo kita pulang. Mbak sekarang tinggal sama kita," sahut Lulu tak kalah lembut dari Layla.

melissa mengangguk tanda setuju. "Eh tapi aku mau selonjoran. Kalian naik mobil atau motor?"

"Mobil mbak," jawab kedua wanita bercadar itu dengan kompak.

"Yaudah, aku duduk di kursi paling belakang, aku mau selonjor..."

Di perjalanan, kedua wanita itu membuka cadarnya. Mereka mengeluarkan kerudung hitam panjang dan itulah kerudung terbagus dan termahal yang mereka punya. Bahannya dingin dan sederhana. Mereka menatap Melissa.

"Apa?," kata Melissa yang selonjoran di bangku paling belakang.

Mereka menggeleng.

Perjalanan cukup lama. Hingga akhirnya, mata Melissa terpana melihat pemandangan indah didepan sana. Matanya tak berkedip. Kakinya kini tertekuk lagi kebawah. Ia menatap dalam-dalam sebuah 'view' menarik didepan kaca mobil.

Merapi.

"Itu gunung apa?"

"Merapi," jawab laki-laki yang masih belum Mels ketahui namanya.

"Oh, ini kita di kota apa sih?"

"Yogyakarta mbak..."

Melissa manggut-manggut paham. Ia pernah ingin punya cita-cita kuliah di Yogyakarta. Kampusnya yang bagus-bagus dengan tingkat pendidikan yang nanti sarjananya akan menjadi orang pintar-pintar. Hebat!

Mereka tiba di sebuah rumah yang sederhana di sebuah kampung. Melissa turun juga. Sang lelaki membawakan tas-tas Mels dan menaruhnya kedalam rumah. Kedua wanita itu meninggalkan Mels yang masih menikmati sejuknya udara di ketinggian ini. Wanita-wanita itu menyapa seseorang di dalam rumah.

Tak lama, keluarlah seorang wanita paruh baya yang tersenyum kepada Melissa...

WHEN HIJRAH MAKES ME FOUND MY IMAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang