"Assalaamu'alaikum..." Melissa mengucap salam.
Dari kejauhan, seorang wanita menjawab tidak dengan do'a pula, namun dengan ucapan... "Iya, sebentar..."
Ckrek! Ckrek!
Kunci pintu memutar dan terbukalah pintu yang selama ini sering menjadi saksi kisah pilu Melissa disana. Seorang wanita terbengong-bengong melihat Melissa didepan pintu dengan Aryo.
"Cari siapa?"
"Cari Ibu... Mels kangen...."
Melissa memeluk wanita yang berdiri di depan pintu. Wanita itu menahan air mata.
"Adek????," ucap wanita yang sudah agak tua itu, lirih.
"Iya, Bu. Ini Melissa, anak Ibu yang udah lama nggak ketemu Ibu dan Ayah selama 6 bulan!!! Melissa kangen sama Ibu! Maafin Melissa, bu, nggak pernah ngasih kabar ibu..."
Air mata bercucuran dirumah itu. Rumah dengan penuh cerita suka dan duka. Terdengar kenangan pahit ditelinga Melissa. Terngiang ucapan-ucapan terakhir Melissa disana. Ia yakin, sang Ibu sungguh sakit hatinya. Namun sekarang, mereka berdua telah bertemu dan saling merindukan.
Langkah kaki terdengar dari lantai atas. Seperti pasukan yang berbondong-bondong.
"Adek!?," ucap Burma.
"Kak Burma!? Kakak semua!? Kakak!!!!," Melissa berlari kencang memeluk kakak-kakaknya. Mereka tak mampu membendung tangis. Aryo pun merasa sesak didadanya. Tak pernah melihat sebegitu indahnya persaudaraan.
"Nak, siapa?," tanya Ibu Melissa lembut.
"Saya suami Melissa, bu. Kami menikah siri 2 hari yang lalu. Kami kesini untuk meminta maaf karena menikah tanpa seizin ibu dan bapaknya Mels. Tapi karena dibalik itu semua, niat saya baik. Saya ingin menjaga Melissa sebagaimana wanita yang saya hormati, yaitu Ibu saya."
"Kalau begitu, masuk, nak. Sini. Ini semua kakak-kakaknya Melissa. Ibu capek kalo kenalin satu-satu. Yang jelas, mereka ini kakak Melissa yang sangat rindu dengan Melissa."
Melissa berbalik arah menghampiri sang Ibu, "Ayah mana, bu?"
....
Ibunda Mels hanya menatap dengan amat sangat penuh penyesalan dalam matanya. Kesepuluh kakaknya pun tak mampu menatap adiknya yang 6 bulan tak mereka temui. Dari balkon atas, seorang wanita yang ternyata adalah istri Burma memantau mereka, wajahnya pun turut sedih. Melissa memandang wanita itu.
"Kak Isel, ayah mana?," tanya Mels sekali lagi.
Isel, istri Burma, hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya. Perutnya kini sudah lebih besar. Kandungannya sekitar 4,5 bulan.
"Dek..."
"Iya, bu?"
"Ayah udah nggak ada..."
"...maksud Ibu...?"
Kaki Melissa bergetar hebat. Seperti seluruh tulang lepas dari tempatnya. Jantungnya berdegup kencang. Air matanya menggenang di kelopaknya. Seluruh ruangan seakan memutar, memutar kembali seluruh kenangan yang ada. Terakhir kali, ia berbicara keras dan tak sempat meminta maaf. Kini langit-langit gelap, buram, lebih lagi ada yang mengangkatnya dan semua memanggil namanya. Melissa...
***
"Ibu kenapa nggak bilang sama Melissa...? Apakah semua kakak Melissa nggak ada yang bisa hubungi Mels? Datangi Mels atau gimana... Handphone Mels kan Ibu sita terakhir Ibu memarahi Mels... Sekarang Mels udah nggak punya ayah. Bu, Mels belum sempat perkenalkan Kak Aryo ke Ayah, Bu..."
Tangisnya histeris lagi, meledak-ledak. Kini Aryo tak bisa biarkan Mels seperti itu lagi.
"Dek, dengerin kakak," kata Aryo, "adek sudah belajar banyak sama mbak Lulu dan mbak Layla kan? Bagaimana seharusnya sikap seseorang yang ditinggalkan meninggal oleh keluarganya? Apakah harus meratap seperti adek ini?"
Melissa menggeleng. Tangisnya kini tak bersuara, namun tersedu.
"Dek, sikap kita harus gimana?"
"Harus... tabah... ikhlas... dan.. mendo'a..kan... Nggak bo...leh... merata..pi..."
"Adek harusnya gimana?"
"Ya... gitu..."
Kini suaranya lebih tenang.
"Adek mau Ayah berat di akhirat?"
"Enggak..."
"Adek sudah hafal kan haditsnya, coba diingat-ingat, Kak Aryo pingin dengar..."
Melissa termenung, matanya seperti mengingat-ingat...
"Muslim merwayatkan dari Abu Hurairoh radhiallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, "Dua hal yang ada pada manusia dan keduanya menyebabkan mereka kafir: mengingkari keturunan dan meratapi kematian."
"Hadits riwayat siapa?"
"Bukhori dan Muslim..."
"Ada lagi?"
Melissa mengangguk...
"Muslim meriwayatkan dari Abdulloh radhiallahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda, "Bukanlah dari golongan kami orang yang menampari pipi (ketika ditimpa kematian), merobek pakaian dan yang mengeluh serta meratapi seperti kebiasaan jahiliah."
"Hadits riwayat siapa?"
"Muslim..."
Kak Aryo memeluk erat Melissa. Kini, tangisannya karena ia bersyukur telah diingatkan, bukan karena sedih lagi.
"Kak Aryo sayang sama adek, lho. Kak Aryo nggak mau adek melakukan perbuatan wanita jahiliyah... Adek sekarang paham kan? Bahwa kalo adek semakin meratap dan menggerung-nggerung kayak tadi, Ayahnya adek malah akan semakin berat disana... "
Melissa mengangguk lagi. Kini seluruh emosinya sudah reda, istighfar selalu diucapkannya. Akhirnya, Ibunda Melissa dan seluruh keluarga Melissa mengantar Aryo dan Melissa ke makam sang Ayah.
"Ayah meninggal kenapa, Bu?," tanya Mels tanpa emosi dan tangis lagi.
"Ayahmu kecelakaan. Waktu itu Ayah lagi mau ke kantor, karena ada jambret ayahmu ngebut ngejar jambret. Ditengah-tengah pas mau nge-rem, ternyata remnya blong. Motor ayah nabrak mobil didepannya dan ayah terpental sampe puluhan meter jauhnya. Punggung ayah retak semua karena mentalnya langsung kena tiang listrik, kaca helmnya nggak ditutup, jadi wajahnya, ya gitu... Gitu sih kata warga sekitar..."
"Oh gitu... Semoga ayah tenang ya Bu disana. Kita harus do'akan ayah terus, bu..."
"Mels, ada pesan terakhir ayahmu..."
"Apa, Bu?"
"Katanya, kalo misalnya nanti besar Melissa menikah, Ayah ingin diresepsikan bersama Burma."
"Emang kak Burma belum resepsi? Terus kapan?"
"Lusa..."
"Hah?!"
![](https://img.wattpad.com/cover/120357948-288-k382050.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN HIJRAH MAKES ME FOUND MY IMAM
FantasíaBukan lagi sebuah rahasia bahwa di dunia ini tercipta berbagai macam manusia dan kepercayaan. Melissa lahir di keluarga yang tak memiliki kepercayaan. Bahkan mereka hanya percaya apa yang memberi mereka keberuntungan dalam hidup mereka. Ayah Melissa...