15. KENAPA? (7)

723 28 27
                                    

Dia. Pergi...

Dokter masuk secara tergesa-gesa ke ruangan Hinata, mencoba mengembalikan detak jantungnya dengan menggunakan alat pacu jantung (defibrilator / pacemaker(?)) Sebagai tindakan terakhir sebelum memutuskan apakah Hinata benar-benar pergi atau masih ada harapan.

Gaara terus menjambak rambut merahnya, dia terlihat kacau.. sangat kacau bahkan. Dinding yang tak berdosa pun menjadi pelampiasannya.

Naruto menghampiri Gaara kemudian menangkap kedua tangan Gaara untuk menghentikan tindakannya "kalau kau mau buat keributan jangan disini! Ini rumah sakit!" Naruto tau Gaara sedang hancur, tapi seharusnya dia tidak bertindak berlebihan seperti itu.

"Kau tidak mengerti Naruto! Kau tidak tau rasanya hidup dalam penyesalan!" Gaara melepaskan genggaman Naruto lalu pergi dari rumah sakit itu.

3 hari sudah berlalu, bahkan untuk keluar dari kamarnya saja Gaara tidak ingin.

"Nak, buka pintunya sayang, kamu harus makan" Karura masih setia di depan pintu kamar anaknya, dia tau bahwa dia yang sudah membuatnya seperti ini.

"Pergi bu! Aku tidak mau rasa kesalku berubah jadi benci padamu" ucapan Gaara membuat Karura semakin terpukul, tapi dia harus menerima bahwa memang ia yang membuat Gaara seperti ini.

"Baiklah nak, tapi kalau kamu perlu apa-apa, datang saja ya" Karura berlalu dari kamar anaknya, Gaara adalah anak dia satu-satunya dan sulit baginya melihat Gaara seperti ini.

"Hinata.. harusnya aku yang mati.. bahkan aku tidak pernah menganggapmu ada.. bisakah.. bisakah kita bertukar Hinata? Aku tidak bisa hidup seperti ini..." Gaara memeluk lututnya, Hinata selalu ada di dalam pikirannya.

Brak!

Gaara menoleh ke arah pintu kamarnya yang sudah di dobrak seseorang.

"Kau fikir dengan tidak makan selama tiga hari membuat Hinata kembali hah?!" Naruto menarik kerah baju Gaara membuat pemuda bersurai merah itu bangkit dari duduknya.

"Itu sama saja, kau tidak menghargai pengorbanan Hinata!" Ucapan Naruto membuat Gaara sadar, benar kata Naruto harusnya Gaara tidak menyia-nyiakan pengorbanan Hinata.

"Ma..maaf.." hanya itu yang mampu keluar dari bibir Gaara, Naruto melepas cengkramannya kemudian menghembuskan nafasnya "sudahlah.. aku cuma ingin memberitahumu, Hinata koma. Dia masih bisa selamat karna tindakan terakhir dari dokter bisa mengembalikan detak jantungnya" jelas Naruto.

Mata Gaara terbelalak, dia tidak mimpikan? Tuhan, terima kasih... lagi-lagi kau memberikan malaikatmu untukku.

Gaara langsung meluncur ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Hei tunggu!" Naruto berlari mengejar Gaara setelah Gaara rapih untuk pergi ke rumah sakit.

Gaara dan Naruto pergi menggunakan mobil yang sama, mobil Naruto. Mereka telah sampai di ruangan Hinata.

"Hinata.." Gaara bergumam, tubuh di balut selimut serta alat pernafasan yang terpasang di hidung hingga mulutnya, gadis itu terlihat teduh, matanya.. matanya tidak juga terbuka, bibirnya.. bibirnya tak lagi menampilan senyuman cantik yang sangat dirindukan Gaara.

Gaara mendekat ke Hinata lalu duduk di bangku samping ranjang Hinata, ia meraih tangan rapuh milik Hinata.

"Hinata.. kenapa belum bangun? Disana enak ya? Bidadari seperti mu pasti sedang bahagia kan?.." Gaara menenggelamkan wajahnya di punggung tangan Hinata yang ia genggam.

Naruto mengelus punggung Gaara kemudian meninggalkan ruangan itu, Naruto tau Gaara butuh waktu untuk berdua dengan Hinata.

"Hinata.. aku tidak sebaik bidadari sepertimu, aku tidak bisa dengan mudah mendapat kebahagiaan sepertimu, tapi bisakah... bisakah aku bahagia Hinata?.." Gaara bergumam sangat lirih, dia terus menggenggam tangan Hinata dan terus menatap mata Hinata yang tak kunjung terbuka.

TOO LOVE (Naruto Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang