10 tahun kemudian
Sudah hampir sepuluh tahun aku tinggal bersama kakek dan nenek Himawan. Karena takut mukaku akan dikenali oleh orang yang menyekapku dulu, aku menyamar sebagai laki-laki. Aku selalu memotong rambutku dan memakai baju laki-laki agar identitasku tidak diketahui. Aku juga membalut dadaku dengan kain korset. Aku mulai terbiasa tinggal disini. Kakek dan nenek kadang-kadang membawaku pergi ke desa untuk membeli pakaian baru. Aku juga sering membantu kakek saat ada orang desa yang meminta untuk diobati. Setelah belajar dengan kakek, aku sendiri sudah cukup ahli masalah obat-obatan. Saat ini, aku sedang mengumpulkan tumbuh-tumbuhan untuk meramu obat di hutan. Kakek dan nenek sudah terlalu tua untuk melakukan ini, karena itu aku pergi sendirian kesini. Karena lokasi ini cukup jauh dari pondok, butuh waktu berjam-jam untukku kembali ke pondok. Anehnya pondok terdengar sepi. Biasanya saat ini nenek menyiapkan makan malam. Aku masuk ke dalam pondok. Saat aku melihat ke dalam, aku kaget karena nenek dan kakek terkapar di sana tidak sadar dan darah mengalir dari badan mereka. Apa yang terjadi di pondok ini? Bagaimana bisa mereka berdarah seperti ini? Air mataku mengalir. Untuk sementara aku tidak bisa melakukan apapun kecuali memeluk tubuh kakek dan nenek. Aku benar-benar merasa heran kenapa ini bisa terjadi. Selama bertahun-tahun kami tinggal di tempat ini dengan damai. Kejadian ini benar-benar aneh karena kakek dan nenek tidak memiliki musuh dan selalu bersikap baik kepada warga desa. Apalagi aku benar-benar berhutang budi pada mereka karena telah memungutku dan melindungiku dari tempat penyekapan anak dulu. Aku merasa menyesal karena meninggalkan mereka sendirian disini. Pikiranku terlalu kacau untuk melakukan apapun. Yang aku inginkan hanyalah menangis untuk kakek dan nenek.
Setelah pikiranku sudah mulai membaik, aku mulai menggali lubang di belakang pondok untuk mengubur kakek dan nenek. Mereka berdua tidak memiliki saudara ataupun anak, jadi yang bisa mengurus mereka hanyalah aku. Aku memastikan bahwa tubuh mereka dikubur dengan baik. Aku memetik beberapa bunga di hutan dan menaruhnya di depan kuburan kakek dan nenek. Aku juga memotong kayu dan mengukir nama kakek dan nenek dan menaruhnya di atas kuburan kakek dan nenek. Setelah merasa lebih baik, aku mulai melanjutkan hari-hariku seperti biasanya. Jika suatu hari nanti aku bertemu dengan pembunuh kakek dan nenek, aku akan memastikan bahwa orang itu akan mendapatkan hukuman yang pantas.
Beberapa hari setelah nenek dan kakek dikubur, tiba-tiba saja pintu pondok dibuka dengan paksa dan beberapa orang masuk ke dalam pondok. Begitu melihatku, orang bermuka seram itu menarik kerah bajuku. Aku yang terlalu bingung dan takut tidak bisa berkata apapun. Lagipula, bagaimana bisa orang seperti itu menemukan pondok ini? Aku tidak pernah melihat mukanya di desa terdekat dan aku yakin orang ini bukanlah penduduk desa. Orang yang lainnya masuk dengan membawa seseorang yang terluka.
"Kalau ngga mau mati, obatin dia!" Kata orang itu mengancam. Aku melihat orang yang terluka itu dengan takut. Aku belum pernah mengobati siapapun tanpa bantuan kakek. Aku menelan ludahku. Saat ini aku tidak memiliki pilihan. Jika aku tidak mencoba untuk negobati orang itu, dia pasti akan benar-benar membunuhku.
Aku melihat luka orang itu. Sepertinya dia baru saja tertembak oleh peluru dari jarak jauh. Aku bisa melihat dari kedalaman peluru bahwa penembaknya memang sangat ahli karena sulit untuk menembak seseorang dari jarak jauh dengan peluru sekecil ini. Aku menghela nafas panjang dan mencoba untuk berpikir seperti kakek. Sepengetahuanku, langkah pertama adalah membersihkan luka itu. Aku langsung menyiapkan peralatan untuk mengobati orang ini. Saat aku membersihkan lukanya, orang itu menjerit dengan keras membuat orang bermuka seram itu menarik kerahku lagi dan mengancamku.
"Apa yang baru kamu perbuat? Awas kalau kamu macem-macem. Kalau dia mati, kamu juga mati!" Katanya mengancamku dengan suara kasar.
Aku mengelap keringat dinginku. Aku melanjutkan apa yang baru aku perbuat. Selanjutnya aku bersiap-siap untuk mengeluarkan peluru dari dalam tubuh orang itu. Aku menyeterillkan peralatanku dan dengan hati-hati menarik peluru itu dari dalam tubuh orang itu dengan cepat. Orang itu berteriak keras dan aku langsung menekan luka orang itu dengan cepat untuk mencegah darah untuk mengalir keluar. Setelah menekannya beberapa saat, aku membersihkan area lukanya dan menjahitnya sampai luka itu tertutup. Setelah itu aku menempelkan perban dengan obat antiseptik di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose
RomanceKarena masa lalunya, El harus menyamar sebagai laki-laki dan bersembunyi di dalam sebuah organisasi rahasia yang sedang dibangun oleh pemerintah. Menyamar sebagai laki-laki sudah bukan hal yang baru bagi El karena selama sepuluh tahun kebelakang ini...