4. singkat padat jelas

639 100 17
                                    

Masih pagi, udara masih segar, hawa masih adem, burung masih berkicau, pohon-pohon masih asri, rumput-rumput masih segar, lantai sekolah masih kinclong, papan tulis masih bersih, semuanya lagi damai, tapi berbeda dengan perasaan bu Melin yang berapi-api karena merasa terdzolimi oleh perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh ketiga perangkat kelas X IPS 3.

Emosi bu Melin langsung menggebu-gebu saat mengetahui bahwa Ketua kelas, wakil ketua kelas, serta bendahara kelas menjadi dalang dibalik maraknya aksi bolos belajar para siswa dikelasnya.

"Pokoknya saya gamau tau, sekarang juga, kalian telfon orangtua kalian masing-masing! Suruh mereka datang kesini!" Bu Melin menggertak meja dengan kuat. "Dan terutama kamu." Tatapan tajam bu Melin menatap Shilla seperti seorang iblis yang ingin memusnahkan musuhnya.

"Saya sudah tidak tahu lagi bagaimana menghadapi perilaku kalian." Bu Melin mengelus dadanya. "Kalau ketua kelasnya aja tukang bolos, bagaimana dengan anggotanya? Kamu pikir tanggung jawab sebagai ketua kelas itu cuma 'judul-judulan' cuma 'tittle' doang? Kita perlu realisasi, kita perlu pembuktian, tunjukkan bahwa kamu memang layak menjadi ketua kelas, wakil ketua kelas, dan bendahara kelas."

Semua siswa terdiam. Tidak ada yang berani menatap wajah bu Melin yang sedang dibara api emosi kecuali Reza, Shilla, dan Ilham. Ketiga biang kerok itu menatap kilatan emosi dimata bu Melin layaknya menatap anak bayi yang sedang merengek karena kehilangan dodotnya.

"Buruan telfon orangtua kalian!" Bu Melin menggertak meja lagi.

"Orangtua saya sibuk, bu. Gamungkin bisa dateng kesini, apalagi ngurusin masalah yang ga penting kaya gini." Shilla berkata dengan santai.

"Sama, bu. Orangtua saya juga gabakalan bisa, mereka di luar negeri." Ilham menimpali.

"Saya juga, bu, orangtua saya lagi sibuk di kantor." Sambung Reza.

Bu Melin mengangguk berkali-kali sambil menatap ketiga murid durhaka itu secara bergantian. Sedetik kemudian, ia bertepuk tangan dengan heboh tepat didepan wajah Shilla. "Ga heran kalau kalian berbuat seenaknya di sekolah ini. Ternyata kalian anak-anak orangkaya. Makanya kalian memandang semuanya sepeleh, gampang,  kalian menganggap semua bisa dibayar dengan uang. Kalian pikir, jabatan orangtua kalian berpengaruh disini? TIDAK!"

"Maaf, bu, tapi sepanjang sejarah saya terkena masalah, saya ngga pernah tuh ngandelin jabatan orangtua saya. Jangankan ngandelin, orangtua saya mau dateng aja ngurusin masalah saya belum tentu." Reza menatap bu Melin dengan tatapan datar.

Bu Melin tersenyum culas, "itu tandanya kamu kelewat bandel, orangtua kamu sampai lepas tangan gamau ngurusin kamu. Miris."

"Setidaknya ibu sudah paham kenapa saya jadi bandel." Ujar Reza.

Bu Melin berjalan mengitari Reza, Shilla, dan Ilham. Ia menatap ketiga muridnya itu dengan tajam. Sebenarnya ia ingin memahami apa yang terjadi kepada mereka, masalah apa yang meraka alami, dan apa penyebab sampai mereka berani nekad bolos bahkan setiap hari. Tapi sikap yang mereka tunjukkan tidak menggambarkan bahwa mereka butuh bantuan bu Melin. Mereka seperti mengisyaratkan bahwa, ini hidup gue. Lo ganggu, lo ga aman.

Bukannya bu Melin takut untuk menuntaskan permasalah ketiga muridnya itu. Ia hanya tidak ingin semua berakhir sia-sia, karena ini bukan kali pertama ia mencoba untuk memberi mediasi kepada mereka. Semua waktu, keringat, dan biaya terbuang percuma. Nyatanya, Shilla tetaplah Shilla, Reza adalah Reza, dan Ilham selalu Ilham. Tidak ada yang berubah, malah semakin parah.

Crush On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang