Shilla menjatuhkan badannya diatas springbed kingsizenya. Seragam sekolahnya masih melekat di badan, tasnya ia buang diatas lantai, sepatu dan kaos kakinya berserak, tempat minum yang setiap hari ia bawa diletakkan diatas nakas dengan posisi terbalik, sehingga sisa air minum yang belum ia habiskan bertumpahan ke atas lantai kamarnya.
Shilla merasa lelah hari ini.
Memang bukan Reza namanya kalau ga bikin kesal. Bagaimana tidak, semalam ia mengatakan bahwa hari ini ia sudah pulang dari Bandung. Tapi nyatanya, Shilla dan Ilham sudah penuh perjuangan menghabiskan bensin kerumahnya, hasilnya malah nihil. Hanya burung peliharaan Ayahnya yang sudah sakaratul maut tergantung di atas pohon yang ada didepan rumah Reza.Belum lagi Alka dan Doni.
Janjinya mereka akan berkumpul hari ini di Star Cafe. Tapi mana? Bahkan seharian Shilla mencari Alka di sekolah tapi tidak pernah bertemu. Padahal tas dan buku-buku Alka ada didalam kelas."ARRRRGHH!" Shilla geram sambil melepas dasi kupu-kupunya dengan sembarangan sampai talinya terputus. "Ini lagi dasi sialan ngapainsi pake putus segala!"
Shilla bangkit dari tempat tidurnya karena perutnya mengeluarkan bunyi yang mengisyaratkan kelaparan yang hakiki. Tanpa mengganti baju terlebih dahulu, Shilla langsung bergegas menuruni anak tangga menuju ke meja makan.
"Mau ngapain lo?"
"Mau eek." Jawab Shilla kesal. "Udah tau ke meja makan, ya mau makanlah!"
"Jorok amat sih lu!" Daffi meraih gelas air minumnya, kemudian meneguknya sampai habis setengah.
Shilla tidak menggubris ucapan Daffi. Ia mengambil nasi dan lauknya, kemudian melahapnya dengan cepat.
"Bukannya ganti seragam dulu, cuci muka, beres-beres kamar, malah maen nyambar aja kaya maling." Sindir Daffa.
"Maling kutang, Fa?" Tanya Daffi polos.
Daffa berdecak kesal. "Udeh, lu makan aja. Gausah ikut campur. Ini masalah orang dewasa, usus lu belum bisa mencernanya dengan baik."
"Kalau usus gue gabisa mencerna dengan baik, terus ga ada faedahnya dong gue makan banyak?"
"Bego lu natural ya, Fi. Terkesan gue."
"Bego itu kan wafer kesukaan gue."
"Udeh, gausa ngaco."
"Yeee lu gatau? Bego yang berapa lapis? Ratusan!"
"Itu tango julehak, dibacanya tenggo!" Daffa menyentil kening Daffi dengan gemas. "Kenyang gue ngeliat ketololan lo yang kaya susu sapi, murni tenaaan."
"Dosa lu, Fa!" Teriak Daffi ketika melihat Daffa beranjak dari kursinya. "Makanan belum diabisin udah maen tinggal aja."
"Dosanya lu yang nanggung."
"Kok gua?"
"Muke lo bikin kenyang."
Daffi menganga tidak paham. Sementara Daffa hanya bisa mengelus dada menghadapi saudara kembarnya yang kelebihan gen genius itu.
"Shill," ucap Daffi seraya melirik kearah adiknya yang sedang melamun sambil memegang sendok dan garpu.
"Shilla!" Daffi menyentuh tangan Shilla.
"APAANSI!" Teriak Shilla karena terkejut. "Ihhhhh, kak Daffi apaansi gangguin aku mulu!"
"Abis bukannya makan malah ngelamun. Lu kenyang juga ngeliat muka gua kaya Daffa?"
Shilla berdecak kesal. "Kak Daffi sesekali ngomongnya yang berfaedah dikit kenapasi!"
Daffi diam. Kemudian ia melanjutkan menghabiskan makanannya. Beberapa detik kemudian setelah ia selesai mengunyah, ia melirik Shilla kembali. "Kok lo ga nemuin Vrill?"