Yudhis
Tadi pagi gue tersenyum lebar melihat notifikasi Instagram. Lala menekan tombol like pada salah satu foto gue. Gadis itu enggak tahu saja, gue sendiri sudah lebih dulu bolak balik mengamati foto-fotonya di Instagram. Enggak gue like ataupun follow, biar enggak ketahuan memperhatikan. Ha ha!
Kini entah sudah berapa lama gue memperhatikan Lala dari balik jendela kelas. Jam istirahat hampir habis. Gue resah karena cewek itu hampir enggak pernah sendiri. Selalu jalan sama teman-temannya, minimal sama temannya yang kecil itu.
Mau enggak mau gue mesti nekat.
Gue memberanikan diri mendekati saat Lala dan temannya lewat di depan kelas gue.
"Hai La," gue berjalan di sisi Lala.
Gadis itu terkejut. Tapi teman di sebelahnya lebih kaget lagi melihat gue.
"Tuh kan, apa gue bilang. Lo tuh bakal berlanjut sama dia," teman Lala berusaha berbisik, tapi dia enggak bakat bicara lirih. Lala memberi kode agar temannya berhenti bicara.
"Eh Dhis. Kenalin, ini Ega," Lala menggaruk kepalanya sambil meringis.
"Halo, gue Yudhis," gue mengulurkan tangan pada Ega yang berdiri mematung menatap gue.
"Woi," Lala menyenggol siku Ega.
"Eh... iya," Ega menyambut uluran tangan gue tapi lupa menyebut namanya sendiri.
"Ga, gue boleh pinjam Lalanya sebentar enggak?" gue buru-buru bertanya.
"Oh boleh. Bawa aja. Lama juga enggak apa!" jawab Ega semringah sambil mendorong Lala ke arah gue. Lala melotot pada Ega, yang kemudian dibalas dengan seringai.
Gue dan Lala berpandangan sekilas, lalu jalan bersisian di koridor sekolah. Gue merasa belasan pasang mata di sekeliling kami seketika memperhatikan.
Lala menanti.
Gue gugup.
"Pulang sekolah jalan, yuk," gue akhirnya memberanikan diri mengajak tanpa pendahuluan.
Lala menengok ke gue dengan alis terangkat. Enggak segera menjawab.
Gue tiba-tiba memikirkan kemungkinan-kemungkinan mengerikan. Apa Lala sudah punya pacar? Cewek sekeren dia masa iya masih sendiri. Kenapa dengan bodohnya gue enggak mencari tahu dulu? Atau tipenya sesama atlet? Gue enggak jago olah raga. Kenapa gue percaya diri yakin cewek ini akan mau jalan sama gue?
"Ke mana?" pertanyaan Lala memangkas habis tanda tanya sadis di kepala gue.
"Ke mal?" ia bertanya lagi sebelum gue menjawab.
"Enggak lah. Masa ke mal. Ke tempat yang sama-sama belum pernah kita datangi dong. Biar pengalamannya baru," gue bersemangat meski masih terganggu ragu.
Mal? Gue bosan pada ruangan berpendingin buatan dengan antrian roda empat yang mengular untuk sekadar parkir itu. Dua tiga tahun terakhir hanya beberapa barang yang gue beli di pusat perbelanjaan. Sepatu dan celana panjang. Itu pun karena gue khawatir salah ukuran kalau beli online.
"Wah banyak itu daftar tempat yang belum pernah gue datangi. Secara setiap hari latihan terus," Lala merespons.
Gue membaca lampu kuning.
"Nah tuh. Bosan kan jadwalnya cuma sekolah, rumah, sama latihan. Jalan-jalan dulu biar fresh. Gue juga lagi pingin bolos bimbel nih," gue merasa di atas angin. Tapi kemudian bel masuk tanda istirahat selesai berbunyi. Kami tepat berdiri di depan pintu kelas Lala.
Lala melipat tangannya sambil mengulum senyum, lalu masuk begitu saja ke dalam kelas.
Lah? Enggak ada jawaban?
Gue memasukkan tangan ke saku celana, berjalan ke kelas gue sambil nyengir.
Bukannya kesal, tapi gue jadi makin suka sama cewek ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESIF
Teen Fiction"Aku belum memutuskan untuk tetap mencintai atau membencinya. Ia membuatku ingin memeluknya tapi sekaligus ingin lari menjauh di saat yang sama." Tak ada yang tak mengenal Lala di SMA Pranacitra. Cewek kelas XII itu atlet loncat indah, yang sudah be...