Yudhis
Tadinya gue ingin protes panjang lebar biar cewek itu enggak ikut dihukum. Biar gue saja. Gue yang salah. Tetapi setelah kami jalan sama-sama dengan tali sepatu terikat, ditonton satu sekolah, tertawa sampai jatuh bareng, rasanya justru gue ingin berterima kasih pada si guru olahraga itu. Berkat hukuman itu, gue jadi punya kesempatan kenalan, memegang tangan gadis itu, dan membantunya berdiri.
"Gue Yudhis," gue bersuara sambil jongkok, membuka ikatan tali sepatu gue dari tali sepatunya. Ini situasi yang agak canggung.
"Lala."
Dia memegangi roknya, lalu ikut jongkok, membetulkan ikatan tali sepatunya sendiri.
Di sekeliling lapangan masih terdengar suara siulan dan teriakan memanggil nama Lala. Sebagian besar belum tahu siapa gue.
"Sorry ya, La. Lo jadi kena hukum gara-gara gue."
Cewek itu tersenyum sambil membersihkan roknya yang berdebu.
Ya Tuhan, manis banget.
"Enggak apa-apa. Lo juga udah bantuin gue," cewek itu menjawab tanpa melihat gue.
Dia malu atau sekedar silau pandangannya terkena sinar matahari?
"Lala!" seorang cewek berambut sebahu setengah berlari menghampiri Lala.
"Lo enggak apa-apa?" cewek itu bertanya ke Lala. Yang ditanya menggeleng.
"Dhis, gue beresin barang gue dulu ya di ruang guru," kata Lala ke gue yang cuma bisa mengangguk lihat dia berjalan pergi.
Yah, hilang deh kesempatan gue ngobrol lebih lama.
Sambil jalan, temannya bolak balik masih nengok ke gue sambil cekikikan. Gue menggaruk kepala sambil jalan keluar lapangan.
Saat jalan, gue jadi ingat cewek-cewek yang pernah dekat sama gue. Cewek yang resmi jadi pacar sih sebenarnya cuma satu. Yang lain sekadar pernah dekat tapi enggak pacaran. Cewek yang gue taksir kadang enggak suka sama gue. Sebaliknya, seringnya gue enggak suka sama cewek yang naksir gue. Ada juga yang sama-sama suka, tapi entah bagaimana enggak kunjung jadi pacar. Yang seperti itu bikin gue gemas, lalu mundur teratur daripada galau.
Emma yang mirip Chelsea Olivia. Nara, teman bimbingan belajar, cewek tomboi yang sangat pintar sampai gue bingung kenapa dia masih merasa perlu buang uang untuk bimbel. Desi si vokalis band, Vera yang enggak suka bawang goreng, Katy yang...gue lupa apa yang menarik dari gadis itu.
Brak!
Memikirkan gadis masa lalu bikin gue enggak sengaja menyenggol seorang siswa pria yang sedang bawa tumpukan buku perpustakaan. Buku itu kini berserakan di lantai.
Gue berulang kali minta maaf sambil membereskan buku-buku itu. Cowok yang gue senggol itu enggak bilang apa-apa meski tampangnya kesal. Ia tetap diam saat gue menyerahkan tumpukan buku itu kembali ke tangannya, kemudian pergi begitu saja. Gue memutuskan enggak ambil pusing.
Saat membalikkan badan, pandangan gue enggak sengaja mendarat pada papan pengumuman sekolah yang biasanya gue abaikan. Kali ini enggak.
Gue tercengang. Ada foto Lala di sana tersenyum lebar pakai jaket merah kuning, memegang medali. Pelan-pelan gue membaca judul artikel di atasnya. Lala Anindita, Siswi SMA Pranacitra yang Kembali Harumkan Nama DKI.
Kekaguman gue memuncak. Gue jadi senyum-senyum sendiri di depan papan pengumuman, seakan membalas senyum Lala di foto itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESIF
Teen Fiction"Aku belum memutuskan untuk tetap mencintai atau membencinya. Ia membuatku ingin memeluknya tapi sekaligus ingin lari menjauh di saat yang sama." Tak ada yang tak mengenal Lala di SMA Pranacitra. Cewek kelas XII itu atlet loncat indah, yang sudah be...