Lala
Setengah mati aku berusaha sok tenang, padahal detak jantungku sampai bisa kudengar sendiri karena gugup. Seperti ada suara terompet di telinga saat mendengar Yudhis mengajakku pergi. Padahal kami baru pertama kali berjumpa dua hari lalu. Itu pun tak sengaja.
Kegiranganku seketika bercampur resah karena ini bukan hari Minggu saat aku libur. Aku hampir tidak pernah bolos latihan. Jika sampai tidak hadir di kolam, selain sakit, itu berarti ada hal penting yang perlu kulakukan seperti saat dulu Ibu operasi, atau ujian sekolah yang tidak memungkinkanku menyusul.
Bahkan Ega dan Rino saja belum tentu mengerti bahwa seorang atlet seperti aku berlatih setiap hari seperti karyawan yang masuk kantor dan digaji. Aku harus mempertanggungjawabkan performaku dari hari ke hari.
"Lo belum pernah sekalipun bolos latihan kan? Dan lo baru menang medali di PON. Eggak ada salahnya break sehari. Yaaa hitung-hitung refreshing," kata Ega di sela pergantian jam pelajaran saat gue bercerita tentang ajakan Yudhis.
Gue menoleh pada Rino, minta pertimbangan. Tapi cowok itu sedang membaca buku entah apa dan tidak berkata apa-apa.
"Dan ini Yudhis, La! Ya ampun, gue berdiri di depannya aja sesak napas," Ega menepukkan tangannya di dada.
"Kenapa sesak napas? Dia kebanyakan pakai parfum?" Rino tiba-tiba menyahut. Ternyata cowok itu mendengarkan tapi sekedar sedang acuh tak acuh.
Ega mengibaskan tangannya, mengabaikan pertanyaan Rino yang bukan pertanyaan.
"Jangan bilang lo mau sia-siain cowok sekeren Yudhis. Diambil cewek lain baru nyesel lo," Ega menyentuhkan telunjuknya perlahan di dahiku, meyakinkan sekaligus mengancam.
Aku bertopang dagu sambil melihat ke luar jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
POSESIF
Teen Fiction"Aku belum memutuskan untuk tetap mencintai atau membencinya. Ia membuatku ingin memeluknya tapi sekaligus ingin lari menjauh di saat yang sama." Tak ada yang tak mengenal Lala di SMA Pranacitra. Cewek kelas XII itu atlet loncat indah, yang sudah be...