Naruto duduk dengan sora dipangkuannya. Gadget ditangannya membuka aplikasi belanja online, manik birunya dengan serius melihat-lihat setelan pakaian dan sepatu. Sora akan mengeong jika sang kucing turut setuju dengan pilihan tuannya.
"Aku suka ini."
"Meong~"
Seperti itu kira-kira pembicaraan keduanya. Naruto akan langsung masukan kekeranjang belanja dan membayar dengan kartu kredit Sasuke—tentu ia bisa melakukannya. Balas dendam setelah Sasuke membuat pinggangnya sakit hingga sulit berjalan. Kalau bisa dibuatnya saja Sasuke bangkrut.
Tidak.
Jika Sasuke bangkrut bagaimana nasib ia dan Sora? Doakan Teme selalu mendapat rezeki melimpah. Amin. Batin Naruto yang masih sibuk memilih baju sesuka hati.
Sasuke muncul dari arah dapur, "Dobe, ganti bajumu sana. Kita akan makan diluar." titahnya. Apa-apaan Itachi menghabiskan isi kulkasnya. Perasaan ia baru kemaren berbelanja. Sasuke kesal bukan main.
"Tidak bisa di sini saja, ya?" Naruto menjawab malas-malasan. Ia tidak begitu suka pergi keluar belum lagi kakinya masih agak lemas dan itu salah Sasuke mesum.
"Tidak!" ujar Sasuke yang malas berdebat lebih jauh. Di angkatnya si pirang seolah seringan kapas. Tidak dihiraukannya protesan Naruto hingga pemuda itu berganti baju dengan lebih layak.
.
.
.
.
."Kita makan di mana?"
"Kita akan cari tempat makan sekitar sini saja." jawab Sasuke, tangannya membenarkan syal Naruto hingga hampir menutup mulutnya. "Cuaca sangat dingin jadi naikan syalmu. Kau mau ramen?" tanyanya yang diangguki si pirang dengan antusias.
"Aku ingin yang jumbo dan pedas."
Sasuke tertawa melihat kekasihnya yang menjawab dengan lucu karena separuh wajahnya tertutup syal.
"Tidakkah kau bosan sedikit saja pada ramen, Dobe? Pedas juga bukan pilihan yang baik untuk kondisimu saat ini."
Naruto mendelik. "Cerewet. Kenapa tidak? Aku suka ramen jumbo pedas dan kau tidak bisa mengubah itu." jawabnya mutlak.
"Aku tidak akan mendengarkan orang yang mengeluh sakit perut nanti."
"Terserah kau saja, Teme."
"Dan tidak akan mengurangi jatahku nanti malam."
Refleks Naruto menggeplak kepala raven Sasuke dengan wajah memerah hingga telinga. "Hentikan, Teme! Kita sedang di jalan!" serunya malu, ditatap beberapa pejalan kaki yang berpas-pasan dengan mereka.
"Ya, ampuunnn... Kau pemalu sekali." ledek Sasuke, makin menjadi.
Naruto merengut, "aku akan mengunci kamarku nanti malam. Kalau kau macam-macam, aku akan telepon polisi."
Sasuke tidak bisa tidak tertawa. Sangat sulit baginya menahan tawa bahagia ketika berada disamping si pirang. Ia selalu dibuat gemas dan tidak tahan untuk selalu menggodanya.
"Masa kau tega membiarkanku tidur di luar?" tanya Sasuke, merajuk.
"Ew!" Naruto meringis jijik. "Berhenti bersikap begitu, Sasuke. Kau makin membuatku geli."
"Hei! Itu kedengaran kejam sekali, Dobe!"
Naruto mengibaskan tangan didepan wajah tanda tidak peduli.
"Paman! Aku pesan ramen miso pedas, ya! Yang jumbo!" baru saja masuk ke restoran kecil yang cukup ramai itu, Naruto sudah teriak-teriak.
Di tempatnya, paman Teuchi yang pemilik restoran tertawa. "Iya, iya, Naruto. Hari ini kau semangat sekali." balasnya. Memang tidak biasanya si pirang terlihat begitu ceria.
Naruto yang dipuji sangat bersemangat justru memerah pipinya.
Melihat itu, Sasuke gemas ingin mencubit. Pelototan Naruto menghentikannya.
"Kau pesan apa?"
Sasuke bingung, ia kenyang hanya dengan menggoda kekasihnya saja. Tapi lambungnya tetap minta diisi, "apa mereka ada onigiri dan tempura? Aku tidak terlalu lapar."
Naruto mengangguk. "Ada, kok. Mau kupesankan?"
"Tidak. Biar aku saja." sambar Sasuke. Ia lekas berdiri dari kursi lalu memesan.
.
.
.
.Naruto memberi tanda 'ok' dengan jempol dan telunjuk dibulatkan, ketika Sasuke menunjuk arah toilet dari meja kasir.
"Kakak? Boleh aku duduk?"
Suara lembut itu membuat Naruto kaku. Wajah cerianya berubah menjadi kemarahan seketika. "Apa yang kau lakukan di sini?!" Naruto hampir menggebrak meja dan membuat keributan. Untungnya ia sadar ini tempat ramai, dan tidak mau membuat pelanggan lain pergi.
"Kakak, kita masih harus bicara." Naruko menatapnya penuh permohonan.
"Tapi aku tidak ingin bicara." Naruto masih keras kepala.
"Kumohon, kakak... Sebentar saja..."
"Tidak!"
"Naruto..." Sasuke berdiri disampingnya dengan wajah bingung.
"Sasuke. Ayo, kita pulang saja." Naruto mengamit lengan kekasihnya, mengajak pulang. Tapi, sang Uchiha bergeming.
Sasuke tidak ingin masa lalu terus menghantui Naruto. Jadi ia tidak ingin kekasihnya terus lari. Mereka harus selesaikan urusan masa lalu ini dan hidup untuk masa depan.
Jadi saat Naruto bersikeras mengajaknya pergi. Sasuke menggenggam jemari tan itu lembut.
"Sasuke... Kau..."
Tatapan marah dari manik biru itu meredup berganti jadi kesedihan yang mendalam.
"Jadi sekarang kau membelanya?" gumam Naruto menunduk. "Pada akhirnya semua berbalik dariku. Iya, kan?!" serunya. Air mata mengalir bebas diwajah bergarisnya.
"Bukan begitu, Dobe."
"Iya, memang begitu, Sasuke!"
"Kau harus hentikan ini, Naruto! Keras kepala tidak akan membuatmu bahagia. Kau mengerti itu, bukan?" Sasuke menatap tajam kekasihnya. "Kau dan dia harus bicara apapun itu yang jadi masalah kalian. Kalau tidak kau terus dan terus berada di masalalu! Aku muak berada ditengahnya!"
Sasuke pergi tanpa menoleh sedikitpun. Menyisakan isakan kecil Naruto yang masih sedikit enggan untuk bicara.
Beberapa langkah darinya, Naruko tersenyum tulus seolah ingin berdamai dari segala hal buruk dimasa lalu.
.......
TBC
.......Seharusnya tamat dichap ini. Tapi aku mau liat ini masih dibaca apa nggak gt. Jadi nanti aku bakal post ending dan epilognya.
Vote dan komen yaaaa. Thankyou 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
FLOWER BOYS: Next Door(Versi SasuNaru)
Hayran KurguNaruto sudah hidup tenang dan tentram diapartemen kecilnya. Ia akan keluar jika perlu sesuatu dan berdiam dikamarnya sebagai editor. Tapi, seorang tetangga baru memaksanya kembali ke masa lalu. Sialnya Naruto tidak bisa menolak. Republish