Gossip hangat minggu ini: Hari ulang tahun Pertiwi
“Hari ini ulang tahun Pertiwi, ya?”
Aku rasa, begitulah awal mula dari gossip hangat minggu ini. Tapi aku sudah biasa. Memang begitu ritual kami setiap hari minggu pagi. Belanja sayur-mayur sambil bergossip, membahas perkembangan anak-anak kami yang kini sudah mulai tumbuh besar.
Dan kebetulan hari ini adalah hari ketujuh belas di bulan Agustus, hari kelahiranku. Jadi tidak heran kalau topik gossip mingguan kami hari ini adalah aku, Pertiwi.
“Tanjoubi Omedetou. Selamat Ulang Tahun, Pertiwi!”
Aku menoleh ke belakang, lalu tampaklah Fuji yang sudah menjadi sahabatku sejak lama. Mengenang masa lalu sedikit, aku dan Fuji pernah memiliki kenangan yang kurang bagus. Saat itu, Fuji mengunjungi anak dan cucu-cucuku, berkata kalau ia adalah teman dari Asia. Tapi nyatanya saat itu, mereka tidak bertindak sebagai teman. Tidak ada ‘kan, teman yang merampas harta temannya sendiri?
Tapi, Fuji berhenti merampas harta kami saat Liberty menyerang kedua anaknya, Hiroshima dan Nagasaki. Aku berasumsi bahwa ia sadar bagaimana rasanya saat anak dan cucunya disiksa oleh bangsa lain.
Namun beberapa hal kerap membuatku merasa iri dengan Fuji. Salah satunya adalah kedisplinan yang dimiliki cucu-cucunya. Fuji terkenal dengan cucu-cucunya yang tahu seberapa pentingnya menghargai waktu. Aku harap, anak dan cucuku juga bisa.
“Selamat ulang tahun, Pertiwi!” Cleopatra yang sedang memilih beberapa wortel di gerobak sayur berseru. “Bagaimana kabar Jakarta? Masih suka pipis di celana?”
Sejauh ini, kabar Jakarta masih sama. Masih suka pipis di celana, banjir dimana-mana. Padahal, usianya sudah tak lagi muda. Tidak sedikit pula rumah-rumah cucuku yang terendam air. Lebih parah lagi, bagi mereka yang nyawanya terenggut karena hanyut terbawa arus banjir. Tapi mau bagaimana? Saat Jakarta ngompol lagi, anak cucuku biasanya hanya mengeluh tapi tetap mengulang kesalahan yang sama.
“Iya.” Pada akhirnya, hanya itu jawabanku. Karena sejujurnya, aku sendiri juga gak tahu harus jawab apa.
“Selamat hari lahir, Pertiwi.” Ucap Holland sambil mengulurkan tangannya. “Bagaimana kabar Batavia saat ini? Sudah lama rasanya sejak aku bertemu Batavia.”
Batavia adalah nama Jakarta waktu ia masih kecil. Hanya Holland yang biasa memanggilnya begitu. Panggilan sayang, katanya. Kalian semua pasti sudah tahu tentang hal itu, bukan?
Dan kabar Batavia saat ini masih sama. Wajahnya kusam, penuh polusi. Ingin rasanya aku kembalikan wajahnya yang dulu bersih dan asri, tapi dengan apa? Habis sudah pohon-pohon yang mampu menyerap karbon dioksida, digantikan dengan gedung-gedung yang tinggi menjulang. Padahal jika pohon dan tumbuhan-tumbuhan itu tidak ditebang untuk digantikan dengan gedung-gedung pencakar langit, pohon dan tumbuh-tumbuhan itu akan menyerap karbon dioksida, menggantikannya dengan oksigen untuk cucu-cucuku hirup. Dengan begitu, wajah Batavia tidak akan terlihat kusam menghitam.
“Selamat Hari Jadi, Pertiwi. Ambooi, sudah besar awak sekarang.” Seru Upin dan Ipin serempak sambil membawa dua bungkus ayam goreng di tangan. “Bagaimana kabar anak awak sekarang? Jangan sampai kejadian-kejadian tak sedap kemarin terulang, ya!”
“Betul, betul, betul!”
Aku tersipu malu. Walaupun bertetangga, tidak jarang Upin dan Ipin berselisih dengan cucu-cucuku. Salah satunya tentang perebutan batik, wayang kulit, juga kuda lumping. Aku kesal, sebetulnya. Budaya itu milik kami, harta berharga kami. Tidak rela rasanya kalau harta berharga kami diklaim orang lain. Tapi mau bagaimana? Kalau konflik itu tidak pernah terjadi, cucuku mungkin tidak akan ingat budaya negeri mereka sendiri. Kalau bukan karena konflik itu, mereka mungkin tidak akan bangga dengan harta warisan bangsa mereka.
“Pertiwi! Bagaimana? Tidak impor beras lagi?”
Pertanyaan yang sama muncul dari Vietnam dan Thailand. Memang di tahun 2016 dan 2017 ini, aku tidak mengimpor beras dari anak-anak mereka.
“Tidak, terima kasih.” Jawabku sambil tersenyum, merasa cukup bangga akan perkembangan yang kami raih. “Pasokan beras tahun ini kurasa sudah bisa menutupi permintaan dari cucu-cucuku. Semoga kedepannya juga tetap begitu.”
Dengan itu, selesailah sudah gossip hangat tentang anak-anakku minggu ini. Memang masih banyak sekali hal yang harus dievaluasi, dibenahi. Itu wajar, aku memaklumi. Lagipula, sudah banyak hal yang bisa aku banggakan saat ini. Terlebih lagi teruntuk kalian yang mau dan sudah mulai melakukan perubahan, aku apresiasi.p.s. cerita ini hanya fiksi dan imajinasi saya semata. jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian, mungkinkah itu karena kita ternyata belanja sayur di tempat yang sama?
-Fathiha Syauqiya Rauda, 26 Agustus 2017-
KAMU SEDANG MEMBACA
CIVITAS - Cinta Tanah Air ?
De TodoCinta Tanah Air. Apa yang terlintas dibenakmu ketika mendengar kalimat tersebut ? Mengagumi negeri ini dengan segala keelokannya ? Atau mengupayakan segala hal demi kemakmurannya ? Pun juga kami, ini sebagian dari bukti cinta kami pada negeri ini...