Pernah mendengar mitos romantis tentang sebuah jembatan di Venesia? Aku ada di sini sekarang, Ponte dei Sospiri. Banyak pasangan yang berciuman di bawahnya untuk menjadikan cinta mereka abadi. Legenda mengatakan pasangan yang mengarungi sungai di Venesia dengan gondola kemudian berciuman di bawah Ponte dei Sospiri saat matahari terbenam, tepat ketika lonceng di St. Mark Campanile berdentang, cintanya akan abadi dan diberkahi. Waktu ku sangat tepat dengan waktu yang menjadi legenda tersebut. Banyak objek foto yang bisa kuambil.
Tadi pagi aku memberitahunya bahwa hari ini aku mengunjungi Ponte dei Sospiri, tidak ada balasan. Mungkin dia sibuk, kemarin dia bilang bahwa dia adalah penerus perusahaan orang tuanya. Aku merindukannya, aku mengharapkan sosok itu hadir disini bersamaku.
Tapi dia orang asing. Aku tidak boleh punya perasaan lebih untuknya.
"Mi scusi," seseorang membuyarkan lamunanku. Ternyata seorang wanita memintaku untuk mengabadikan fotonya bersama dengan pasangannya saat ada di bawah jembatan itu. Jujur saja aku iri.
Aku lapar, aku memasuki sebuah café yang cukup terkenal di sini. Aku memesan 2 buah sandwich dan hot chocolate. Aku mengambil tempat duduk outdoor. Suasana malam yang hangat padahal suhu cukup dingin sekarang. Lantai dengan motif wajik, tembok yang catnya mulai memudar, bangunan tua yang berdiri kokoh, lukisan monalisa yang dipajang di dalam café dan lilin yang menyala untuk menerangi kegelapan. Semua itu membuatku makin merindukannya. Aku membuka ponselku, mengirim sebuah pesan untuknya. Aku mengajaknya makan malam. Aku bertaruh dengan diriku sendiri.
"Tersesat?" hanya itu yang pertama kali dikatakannya. Tidak, hanya merindukanmu. "Aku butuh teman, apakah aku mengganggumu?" tanya ku.
"Naturalmente no"
"Grazie"
"Tapi lain kali jangan mendadak, aku jadi tidak bisa mengganti pakaianku. Ini terlalu formal."
Benar juga, hanya dia disini yang memakai setelan jas hitam. Berbeda denganku yang hanya memakai baju santai. Aku tertawa pelan. Dia hanya menatapku sambil tersenyum. Jeez, senyum itu membuat wajahku memerah.***
Semalam adalah malam terbaik yang pernah ku alami. Bahkan Justin tidak pernah membuatku sebahagia ini. Lagi-lagi akalku tidak selaras dengan hatiku.Jangan sampai kamu memiliki perasaan yang lebih. Kamu baru saja mengakhiri hubungan dengan Justin, seriously? Cepat move on?
Aku segera membasuh mukaku, berharap dengan begitu aku bisa berhenti ngigau. Aku menatap diriku sendiri di depan cermin.
Sadar! Kamu bukan siapa-siapa!Tok tok tok
Seseorang mengetuk pintu kamar hotel tempat aku singgah untuk beberapa hari kedepan. Kubuka pintu itu, dia berdiri disana sambil membawa seikat bunga mawar merah. "Good morning, Madam," katanya. Jeez, aku meleleh!
"Ada urusan apa?" kataku tanpa menjawab ucapan selamat paginya.
"Ingin menemanimu selama kau di Eropa."
"Aku bisa sendiri."
"But let me do it with you, aku juga butuh refreshing sejenak dari perusahaanku. Better if you prepare yourself now, aku punya banyak tempat yang harus kita kunjungi," katanya sambil memberikan mawar merah tersebut.
Sejujurnya aku benci mawar, semua itu terlalu klise. Aku lebih menyukai bunga matahari. Menurutku, bunga matahari itu menandakan optimisme dan keceriaan. Tapi yasudah, aku meletakkan bunga tersebut disebuah vas yang sudah ku isi dengan air.Trip selanjutnya adalah ke Piazza San Marco. Brendon selalu berjalan disisiku, benar - benar menemaniku. Banyak orang menatap kami, mungkin karena parasnya yang terlalu elok? Kuakui dia memang tampan. Mata birunya cocok dengan rambut coklat hazel nya, postur tubuhnya yang tegap dan bidang membuat penampilannya semakin sempurna. Dia ini keturunan malaikat surga ya?
"Kita sudah sampai," dan petualanganku baru saja dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Petrichor
RomancePetrichor comes when rain falls. There is a rainbow after rain.But rainbow doesn't come every rain falls.It comes with a long process. Same with word "everything will be beautiful at the time." Datang tak terduga kapan dan dimana. Hari-hari ku semak...