Chapter 12

0 0 0
                                    

Mimpi buruk terus menerus mendatangiku. Orang tuaku sedikit terganggu karenaku di malam hari. Mereka menyarankanku untuk singgah beberapa hari di rumah keluarga Grissham. Tentunya dengan harapan aku bisa merasa lebih dekat dengan Kevin.

Walau mereka sibuk dan jarang memiliki waktu untuk bersama, mereka tetap menyempatkan waktu sebentar untuk mendengar ceritaku. Memastikan bahwa aku baik - baik saja. Kali ini aku tidak baik - baik saja. Hidupku kacau.

Tante Martha, Om Rihard, dan Mikhael menyambut kedatanganku di rumah mereka. Orang tuaku juga berpesan supaya mereka menjagaku disaat kepergian mereka ke luar negeri. Bukan hal yang aneh lagi apabila aku terlihat seperti barang yang bisa dititipkan ke siapa saja.

Aku menempati kamar Kevin selama beberapa hari. Hal ini sedikit mengobati sakit hatiku. Aku memakai kaos milik Kevin, terlihat kebesaran ditubuh mungilku. Aku juga menyemprotkan parfum Kevin beberapa kali. Sekarang aku benar - benar merasa bahwa Kevin sedang memelukku.

Tante Martha masuk ke kamar Kevin yang sekarang kupakai, "Nal, makan malam dulu yuk? Dibawah udah pada ngumpul."

Tante Martha kemudian turun, aku segera mengikutinya ke ruang makan untuk bertemu dengan yang lainnya. Biasanya kami duduk berlima, sekarang hanya berempat.

Kami membicarakan banyak hal, keluarga ini masih sama hangatnya dengan yang dulu. Bahagia rasanya bisa mendapatkan kesempatan makan malam dengan mereka lagi.

Di depanku sekarang banyak makanan yang dihidangkan. Jika diibaratkan dengan film kartun, mungkin sekarang air liurku sudah menetes dengan deras karena melihat makanan yang lezat di depanku. Om Richard mempersilahkan kami untuk menikmati makanan kami. Aku makan dengan lahap seperti orang yang benar - benar kelaparan. Mikhael terkekeh melihat tingkahku.

Setelah makanan utama disajikan, para pelayan datang untuk membereskannya, diganti dengan makanan penutup. Es krim. Aku sudah makan banyak tadi, karena melihat es krim rasanya masih ada sedikit ruang di lambungku untuk es krim masuk. Dan benar saja, rasa es krim coklat ini benar - benar meleleh didalam mulutku. Suap demi suap akhirnya es krimku habis, aku kenyang.

Makan malam telah usai, aku kembali ke kamarku. Entah mengapa, Mikhael mengikutiku sampai di kamarku.

Aku berbalik dan menatap Mikhael yang pada saat itu mengenakan kaos bernuansa pink. Aku menahan tawa, "mau ngapain?"

"Mau ikut kamu masuk," katanya.

"Heh, jangan macem - macem!"
Aku membuat gerakan menghalangi pintu supaya dia tidak dapat masuk ke kamarku.

"Lah, siapa yang mau macem - macem? Kamunya aja kali yang mesum." Mikhael tersenyum penuh arti.

Ku dorong Mikhael supaya dia menjauh dariku.

"Yah, diusir deh." Mikhael mengerucutkan bibirnya seolah - olah dia sedang marah. Aku malah tertawa melihatnya.

"Yaudah sini masuk," aku mempersilahkan Mikhael masuk bersamaku.

"Kamu kangen Kevin gak?"

Aku menatapnya bingung. Tentu saja. Kubalas dengan anggukan kepala.

"Kalo Brendon?"

Seharian ini aku berhasil menghapus nama itu dari pikiranku. Sekarang Mikhael malah membuatku mengingatnya lagi.

"Kalo sama Mikhael kangen gak?"

Mikhael langsung mendekatkan tubuhnya padaku sehingga wajahku sekarang tepat mengenai dadanya yang bidang.

"Kangennya sama aku aja ya? Jangan sama yang lain."

Kudorong lagi dia supaya menjauh dariku.

"Enak aja main peluk anak orang!"

Mikhael tertawa terbahak - bahak dan aku bahkan masih bingung karena tingkahnya. Aneh, hatiku menghangat saat aku melihatnya.

Tidak mungkin, dia sudah seperti kakakmu sendiri!

"Pergi yuk?" Mikhael meletakkan kedua tangannya dibahuku.

"Kemana?" Tanyaku.

"Tempat yang belum pernah kamu datangi."

Aku menganguk setuju

"Besok kita berangkat, jangan tidur terlalu larut biar ga capek."

Mikhael berjalan keluar dari kamarku, meninggalkanku yang masih berdiri kaku melihat kepergiannya.

***

Kami sedang dalam perjalanan ke sebuah tempat. Aku bahkan tidak mengetahui rencana apa yang sedang dijalankan Mikhael. Dan kami hanya berdua, tidak ada orang lain lagi.

Mikhael memutar sebuah lagu klasik untuk memecah keheningan. Lagunya mengalun pelan berasa mengikuti pepohonan dan jalan yang menghilang dari hadapan kami seiring dengan melajunya mobil kami.

Aku berharap luka yang sekarang kurasakan seperti pepohonan yang hilang semakin tidak terlihat dimakan kecepatan waktu. Sayangnya waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan satu hati yang hancur sangatlah lama. Hukum alam bukan?

Menerima perlakuan manis dari Brendon yang ternyata tidak benar - benar menjadi milikku. Brendon yang berhasil membuka pintu hatiku malah menghancurkannya. Mungkin saat itu hanya aku yang berpikir bahwa kita saling mencintai. Dibuktikan dengan ucapan dan tindakannya. Wanita mana yang tidak berharap berlebih jika diperlakukan seperti itu. Namun, wanita mana yang kuat jika ada diposisiku?

Semuanya terasa begitu indah sebelum semua ini terjadi.

Tak terasa air mataku jatuh ke pipi, aku berusaha mengalihkan pandangan ke luar jendela mobil karena Mikhael mulai menatapku khawatir. Semuanya bagai sirkus yang bermunculan dipikiranku. Membuat luka dihati ini semakin terasa perih.

Mikhael menghentikan laju mobilnya, mencari - cari sesuatu di bagian belakang kursi penumpang. Sekotak tissue, yang sekarang ada ditanganku. Mikhael tidak banyak bicara kali ini. Ketika pandangan kami tidak sengaja bertemu, aku dapat melihat seolah Mikhael sedang mengatakan bahwa semuanya akan menjadi baik - baik saja. Dan mobil kami pun kembali membelah jalanan.

***
Pohon - pohon pinus yang menjulang tinggi di depan kami seolah - olah menyambut kedatangan kami hari ini. Hawa dingin yang menyentuh kulit kami membuat Mikhael melingkarkan tangannya disekeliling tubuhku. Ia berjalan kembali ke mobil, sepertinya mengambil jaketku yang sengaja kutinggal di mobil karena aku ingin menikmati hawa dingin disini. "Yaa! Kamu kenapa ga pakai jaket?! Nanti kalau mati gara - gara hipotermia gimana?!" Teriak Mikhael sambil membantuku memakai jaket itu. Aku hanya nyengir melihatnya dan cengiranku dibalas dengan sebuah kecupan singkat didahiku. Tubuhku kaku, tidak dapat digerakan, jantungku juga berdetak lebih cepat dari normalnya. Aduh... bahaya nih!

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang