Chapter 5

30 7 0
                                    

** Brendon POV **

Kupikir Nala menyukai kejutan, aku berinisiatif untuk membeli gembok dan kuncinya supaya bisa menjadi saksi kebersamaanku dengan Nala di tempat yang melegenda ini.

"Tunggu disini jangan kemana-mana," sambil kukecup pipinya. Kulihat sekilas pipinya langsung merona.

Saat aku kembali, Nala sedang membidikan kameranya pada sebuah pemandangan dimana sepasang kekasih sedang membuang kunci mereka ke sungai Seine. "Hey, aku punya ini," kuberikan gembok yang bertuliskan Brendon & Nala itu kepadanya. Ia terlihat sangat gembira. Aku memberi aba - aba kepadanya untuk melempar kunci itu ke sungai Seine. Saat ia melempar kunci tersebut, aku memotretnya.
"Mengapa kau memotretku?" Nala berbalik menatapku dengan tatapan kaget.
"Hmm.. wanita di belakang kamera pastinya juga ingin menjadi peran utama disebuah foto bukan?"
Nala tertawa mendengar kata - kataku barusan, aku senang melihatnya tertawa, aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dari dekat wajah ini semakin cantik saja. Kutempelkan bibirku diatas bibirnya yang sedikit terbuka. Aku melumat bibirnya, Nala membalas ciumanku.

Ciuman kami terhenti karena tiba - tiba seorang wanita memanggil namaku dan memelukku. Sejenak aku hanya terdiam, aku kaget. Aku mendorongnya agar melepas pelukannya. Astaga wanita ini!

"Aila..?!"
Wanita ini sekarang memelukku lagi. "Aku merindukanmu, Brendon" dan dengan lancangnya wanita itu langsung menciumku. Aku menatap Nala, Nala ternyata sudah menatapku duluan. Hanya tatapan bingung yang menjadi reaksi Nala.
Aku segera melepaskan diri dari wanita itu dan menarik Nala menjauh darinya, tidak peduli wanita itu sekarang berteriak memanggil namaku dan menangis. Aku segera menyuruh Nala masuk kedalam mobil dan kita pergi dari tempat itu.

Tidak ada satu patah kata pun yang Nala ucapkan semenjak kejadian itu. Di mobil, hanya musik instrument yang mengalun pelan. Nala menatap keluar jendela, aku bisa mendengar isakan tangisnya.
"Maaf," hanya itu yang keluar dari mulutku, kugenggam tangannya tapi ia menepis tanganku.
"Aila memang wanita yang kucintai tapi..."
"Tapi bukan berarti kamu bisa memainkan perasaan seseorang karena kamu memiliki uang yang banyak!" Nala menghardikku. Nala hanya terdiam setelah itu dan saat di apartment ku dia langsung masuk ke kamarnya.

HP ku bergetar, seseorang menelponku, unknown number.
"Halo"
"Jadi bagaimana? Sudah berhasil melupakanku?"
"Kau siapa?"
"Aila"

Deg!

Aila adalah cinta pertamaku, kita bahkan sudah mengenal satu sama lain sejak balita. Jujur saja, sebenarnya aku masih mencintai Aila walau sedikit karena Nala berhasil mengalihkan hatiku dari Aila.

"Kau masih disana? Haloo?" Suara itu membuyarkan lamunanku.
"Apa maumu?"
"Café tempat biasa, sekarang."

Aila langsung menutup panggilan itu. Aku harus bergegas, Nala dalam bahaya.

*** Back to Nala POV ***

Aku terbangun dari tidurku setelah mimpi buruk itu datang. Kulihat jam, pukul 1 pagi. Karena lelah menangis aku langsung tertidur sore tadi. Perutku lapar, aku belum makan malam. Aku menuju kamar Brendon yang ada disebelah kamarku. Saat aku hendak mengetuk pintu kamarnya, tiba - tiba ada suara bising dari ruang tamu, kulihat disana Brendon tengah merangkulkan tangannya di pundak wanita itu sambil mencium lehernya, ia terlihat mabuk sekaligus nafsu melihat wanita itu memakai pakaian kurang bahan. Cih! Wanita itu tidak kuat menahan berat badan Brendon, maka ia terjatuh di sofa terdekatnya dengan posisi Brendon ada diatasnya. Mataku berkaca - kaca, sakit melihat mereka berdua, aku juga bodoh kenapa langsung menerima Brendon dihidupku tanpa mencari latar belakangnya terlebih dahulu. Kaki ku reflek lari ke kamarku dan aku langsung membereskan barang - barangku. Aku mau pulang.

***

Aku sudah sampai di kota tempat aku tinggal. Aku melewati kedai kopi itu. Sakit melihatnya.
"Mah, Pah, aku pulang."
Tidak ada balasan setelah aku masuk di rumah ini. Mereka selalu saja sibuk dengan pekerjaannya. Aku menuju kamarku, sisa hari itu kuhabiskan dengan tidur.

***

Kuputuskan hari ini aku pergi ke kantor untuk menyerahkan foto - foto yang sudah kubidik di Venesia dan Paris. Boss ku menerima foto - foto itu dengan gembira.
"Aku selalu puas dengan hasil bidikan kameramu." Kata boss ku sambil melihat salah satu foto ku di Paris.

"Ini di Eiffel bukan?" Tanya boss ku sambil menunjukan salah satu foto dimana Brendon sebagai subjek utamanya. Aku hanya menganggukkan kepalaku.

"Nala, kamu kenal Brendon?" Boss ku bertanya tentang cowo yang sekarang sangat ingin kuhindari. "Iya saya kenal, ada apa?" Kataku sambil menundukkan kepala karena aku menahan tangis.

"Kemarin Justin kemari, marah - marah juga, ia memaksaku memberitahumu untuk menjauhi Brendon."

"Tapi kenapa Pak?"

"Saya tidak tahu, sepertinya ada hubungannya dengan Ibu Aila."

"Apa?! Aila? Shit. Eh maaf Pak."

"Eh, tidak apa - apa, kamu mengenalnya?"

"Tidak Pak, tapi dia yang membuat hubungan saya dengan Brendon berakhir."

"Kalian pacaran?"

"Iya Pak."

Pak boss hanya geleng - geleng kepala.

"Ya sudah, kamu boleh pergi."

Aku pun keluar dari ruangan boss ku. Jujur saja aku bingung kenapa boss ku tahu tentang Brendon. Komputer di depanku sudah siap diajak bekerja sama, orang di depan pintu ruanganku yang tidak bisa diajak bekerja sama. Justin sudah berdiri di sana dengan tatapan marah.

"Jadi apa maksudmu memberikan surat ini?" Justin memberikan surat yang waktu itu kuberikan sebelum aku pergi ke Eropa.

"Aku ingin mengakhiri hubungan kita,"

"Tidak semudah itu."
Semua orang menatap kami karena Justin membentakku.

"Siapa itu Brendon Smith?"

"Bukan urusanmu"

"Benarkah itu bukan urusanku? Bagaimana jika semua orang tahu tentang penyebab kematian Kevin Grissham?"

Aku mungkin terlihat sangat panik sekarang. Jika Justin sudah mulai mengancam dan menggunakan Kevin Grissham sebagai senjata utamanya, dia sedang tidak ingin bercanda.

"Pikirkan itu baik - baik."

Justin keluar dari ruanganku, semua rekan kantorku menatap kepergiannya lalu berbalik menatapku. Aku mengabaikan mereka, lebih baik menatap komputer di depanku daripada menatap mereka.

Mungkin keluarga Grissham harus tahu tentang penyebab kematian salah satu anggota keluarganya. Noted.

Setelah itu aku langsung fokus dengan editing foto. Melupakan sejenak masalah yang sedang datang menghampiriku.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang