Chapter 8

14 6 0
                                    

Maaf tadi ada kesalahan update hehe ✌

---

Aku terbangun dari tidurku semalam dengan keadaan mataku sembab karena bekas menangis. Aku teringat dengan Kevin, kenanganku bersamanya masih terekam jelas dikepalaku. Wanita itu benar - benar psycho!

Brendon tidur di sisi kiri ranjangku. Ia menemaniku sampai aku tertidur. Wajahnya sangat tenang saat ia tidur. Kubuka tirai kamarku sehingga cahaya matahari dapat masuk kedalamnya dan menerangi kamarku.

Kringg..

Layar ponselku menunjukan itu panggilan dari Mama.

"Halo, Mom?"

"Mom and Dad bakal pulang ke rumah seminggu lagi. Kita masih di Bali. Beberapa hotel baru dan restoran meminta kita jadi suplier sayuran mereka, maybe butuh waktu yang lama."

"It's okay mom, I can take care of myself. Don't worry. Take care."

"Kalau ada apa - apa langsung hubungi mom, I have to go for meeting, see you later."

Mama memutuskan panggilan kita. Hal yang biasa bagiku melihat mereka sibuk dengan pekerjaannya.

Aku menoleh ke belakang, Brendon sudah bangun. "Good morning my lady."

Ia menarikku kedalam dekapannya kemudian menjadikanku guling.
"Jadi orang tuamu petani?"

Aku terkekeh dengan kata - katanya.
Benar juga kalau dipikir mereka memang petani.

"Yeah, bisa dibilang begitu. Bisnis hidroponik mereka semakin sukses apalagi banyak hotel dan restoran yang mereka supply."

"Wow, 2 kabar gembira untuk mereka."

Aku menatapnya bingung, Brendon tertawa, "aku akan meminta mereka menjadi pasokan utama di hotelku dan kabar gembira yang kedua adalah I think I wanna marry you."

Brendon mendekatkan wajahnya padaku, ia mencium bibirku perlahan, membalikkan tubuhku sehingga sekarang aku ada dibawahnya.

"Hold on," kataku mencegahnya agar tidak berbuat lebih jauh lagi.

Brendon terkekeh mendengar aku berkata seolah - olah kita akan melakukan ehem.
"Not now baby, I know, aku hanya ingin mengambil bulu matamu yang jatuh ke pipi."

Jadi disini hanya aku yang berpikiran mesum. Aku malu. Brendon tertawa sekali lagi dan ia memelukku.

Sarapan pagi ini sedikit terganggu karena Brendon mendapat telepon dari rekan bisnisnya yang cukup membuat Brendon emosi. Setelah makan, Brendon langsung pergi terburu - buru. Jadi teringat saat pertama kali melihatnya buru - buru. Aku menatap kaki kananku yang saat itu ia injak, sakitnya sudah hilang. Bukannya merasa sebal karena Brendon pernah menginjak kakiku, malah aku merasa senang karena ada bekas kakinya diatas kakiku.

Lamunanku terhenti karena ada seorang kurir mengirimku sebuah paket, aku bertanya apakah ini memang benar untukku, kurir itu membenarkannya dan memang dipaket tersebut tertulis untuk Nala. Aku bingung, seingatku terakhir aku membeli barang dari olshop adalah 1 bulan yang lalu, itupun barangnya sudah sampai dengan selamat. Aku yang penasaran langsung membuka isi paket tersebut. Berisi sebuah undangan pernikahan dan foto - foto kebersamaan mereka. Aku terduduk dilantai, air mataku menetes lagi membasahi undangan pernikahan itu. Brendon Smith & Aila Barnett. 15 Mei 2015. 2 minggu lagi pesta pernikahan itu akan diadakan.

Aku menelpon Brendon sambil mengemudikan mobilku, "kamu dimana?"

"Kenapa?"

"Nothing, we need to talk."

"Aku share location."

Setelah itu aku melaju mobilku dengan cepat.

***

"What the hell are you doing with this Brendon Smith?" Aku melempar undangan itu tepat diwajahnya. Brendon memungut undangan yang sudah jatuh ke lantai. Ia terlihat sedikit kaget karena sepertinya aku mengetahui rahasianya.

"Listen, aku tidak akan menikah dengannya." Brendon menatapku tajam.

Rolling my eye.

"Jam 7 malam."

Dan aku pun meninggalkannya.

Aku berjalan menuju kamarku, kaki ku lemas tidak kuat menopang tubuhku. Aku terduduk dilantai, menangisi pria itu. Kevin, I need you. Kevin selalu tau cara menenangkanku. Seandainya Kevin tidak pergi, mungkin sekarang aku hidup bahagia.
Aku menyeret tubuhku agar bisa berbaring di kasur, aku memeluk gulingku dan beberapa menit setelah itu aku tertidur.

Seseorang sedang mengusap kepalaku. Brendon tersenyum melihatku, "kemari, aku punya kejutan untukmu."

"Kejutan? Bahkan undangan pernikahan itu sudah mengejutkanku sejak tadi pagi."

Brendon terdiam, tidak mampu berkata - kata, ia menatapku tajam.

Akhirnya ia mengatakan sesuatu, "pernikahan itu bahkan sudah berakhir saat Aila lebih memilih Mikhael."

Aku menunduk karena menangis. Brendon menangkupkan kedua tangannya di wajahku supaya kita bertatapan satu sama lain. Ibu jemarinya menghapus air mataku yang jatuh ke pipiku, "mata kamu udah sembab, udah ya nangisnya?" Brendon memelukku sambil mengusap rambutku.

"Ayo kita berangkat," kata Brendon.

"Kemana?"

"Nanti tahu sendiri."

Dengan cepat Brendon masuk ke dalam mobil dan segera membawaku ke jalanan malam.

"Aku boleh tanya sesuatu gak?" Tanyaku memecah keheningan diantara kita.

"Sure."

"Kamu kan bukan orang Indonesia asli, tapi kamu kok hafal jalan?"

Brendon terkekeh mendengar pertanyaanku, ia mengacak rambutku, "aku pernah tinggal di Indonesia cukup lama. Waktu itu aku kabur dari rumah dan Indonesia adalah lahan bisnis yang menggiurkan, jadi hafal deh."

Aku menganggukkan kepala, ternyata begitu.

Mobil yang kami tumpangi sudah membawa kami ke rumah penuh kenangan. Kediaman keluarga Grissham.

Aku melangkahkan kakiku dengan ragu - ragu. Brendon melingkarkan tangannya di pinggangku, memberi ku semangat agar tidak takut.

Tante Martha menyambutku dengan hangat, begitu juga Om Richard dan Mikhael. Aneh, terakhir aku kemari, aku diusir.

Kami duduk di ruang makan, aku sedikit terkejut karena disana ada keluarga Barnett. Aila menatapku dengan sinis, lalu pandangannya turun ke bawah mendapati tangan Brendon sedang memegang pinggangku.

"Jadi apa 2 pengumuman penting yang akan kau beritahu, Brendon?" Om Richard membuka percakapan di sela - sela makan malam yang sedang berlangsung.

Saat Brendon mulai nengumumkan kedua hal itu semua orang berhenti makan dan menatapnya penuh penasaran, "the first one is wanita yang aku cintai hanya Nala, jika kalian menerima undangan pernikahan antara aku dan Aila, tandanya kalian sedang ditipu."

Baik John maupun Jane menatap Brendon dengan tatapan marah, Brendon hanya menanggapinya dengan senyum.

"Yang kedua adalah aku sudah tahu siapa pembunuh asli Kevin Grissham..." saat Brendon menyebutkan kata - kata itu, Aila terlihat pucat pasi.

"Siapa itu?" Tanya Tante Martha dengan tatapan penuh selidik.

Brendon mengalihkan pandangannya ke Aila, "Aila tante."

Keluarga Barnett sekarang saling bertatapan. Orang tua Aila tidak percaya dengan apa yang Brendon katakan.

---

Jeng jeng jeng, makin seru aja ya 😂
Jangan lupa vomments❤

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang