Prolog

794 31 2
                                    

Ketika waktu menjadi saksi perjalanan hidup kita. Saat itu juga kita sadar bahwa kita tidak bisa menyia-nyiakan waktu untuk terus berharap.

Berharap akan keajaiban bertemu seseorang yang mampu mengubah kehidupan kita menjadi lebih menyenangkan.

"Alvin...!" teriak seorang gadis dari belakang seseorang bernama Alvin.

Alvin yang namanya dipanggil dengan nyaring oleh seorang anak SMA seumurannya langsung menghadap gadis tersebut dan memukul jidatnya dengan penuh kasih sayang.

"Aw... sakit." Gadis tadi meringis kesakitan saat Alvin memukul jidatnya.

"Makanya gak usah teriak-teriak gue gak, budeg." Ucap Alvin dingin.

"Sekali aja, vin. Sekali aja lo tuh ngertiin perasaan gue ke elo harusnya lo paham kalo gue tuh..." ucap gadis tersebut menggantung kalimat terakhirnya.

"Udah, Rasti. Gue gak mau denger apa-apa lagi dari lo. Hubungan kita udah berakhir sejak setahun yang lalu. Please, gue gak mau buang-buang energi gue buat lo lagi." Ucap Alvin sambil melangkahkan kakinya meninggalkan Rasti yang terbelalak dengan kata kata Alvin.

Alvin berjalan santai menuju kelasnya, kelas 2 IPA 1, di lantai atas. Dengan kedua tangannya disisipkan dalan kantong celananya.

"Oi, vin." Panggil seseorang yang kemudian langsung menggaet leher Alvin.

"Ada apa?" Tanya Alvin sedikit kesal.

"Santai dikit napa, vin. Liat noh umat di SMA kita pada ketakutan ngeliatin lo." Ucap seseorang yang bisa disebut sahabat dekat Alvin dari kelas 1.

Alvin langsung menatap sekelilingnya dan benar kata Rio, semuanya menatap Alvin dengan ketakutan. Entah apa yang membuat mereka ketakutan tapi yang jelas itu semua membuat Alvin semakin merasa dia adalah orang paling jahat disekolah itu.

Alvin melepaskan rangkulan Rio kemudian berjalan meninggalkan Rio di belakangnya.

"Ya, ya itulah Alvin si Pangeran Es. Selalu dingin namun tetap cool menjalani hari-hari menyedihkannya." Ucap Rio tanpa henti mengejek sahabatnya.

Meskipun Rio adalah orang yang suka mengejek kehidupan Alvin dengan kehidupan yang menyedihkan karena kebiasaan sahabatnya yang sangat tidak suka membuang-buang energinya untuk sesuatu yang tidak berguna.

Bahkan meskipun Alvin mempunyai jabatan sebagai ketua klub memanah di sekolahnya dia sangat jarang mengikuti latihan. Tapi anehnya dia selalu terpilih sebagai perwakilan dalam lomba memanah tingkat SMA.

Bagaimana tidak, sekali bidik, anak panahnya pasti tepat sasaran. Baginya semua itu hanyalah sebuah kebetulan.

Tiba-tiba saat didepan kelas 2 IPA 2 wajah Alvin berubah menjadi lebih hangat. Sekilas sebuah senyuman terukir di wajah Alvin saat sebuah senyuman dari gadis cantik menghampirinya.

Rio yang menyadari perubahan reaksi kimia pada Alvin langsung memukul bahu Alvin perlahan.

"Oi, vin. Ngapain lo senyam senyum, sama Eveline lagi." Ucap Rio menggoda Alvin.

Dalam sekejap Rio merasa dikacangin oleh Alvin, langsung berjalan menuju Eve dalam kelasnya. Alvin melihat Rio yang terang-terangan menggandeng tangan Eve. Gadis yang tangannya tiba tiba digandeng oleh lelaki lain selain Alvin berteriak kaget.

"What are you doing? Lepasin, don't touch me. Alvin, help me. He is crazy." Teriak Eve sambil mencoba melepaskan tangan Rio.

Alvin tersenyum melihat Eve yang ketakutan meminta pertolongan darinya. Alvin berjalan memasuki kelas Eve dan menariknya menjauh dari Rio.

The Time [ COMPELETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang