17. reason & secret

211 57 9
                                    

beberapa hari yang lalu . . .

"Enak banget ya, Som, ayam pop nya?"

Pertanyaan Ervan itu hanya dijawab dengan anggukan kepala. Karena Somi lebih memperdulikan ayam pop dan nasi yang ada dihadapannya.

Ervan hanya bisa tertawa melihat temannya ini seperti orang sudah gak makan setahun.

"Kecelakaan mobil terjadi di jalan raya-----"

Perhatian Somi langsung teralihkan ke TV. Gak biasanya dia tertarik dengan siaran berita.

Tapi karena rumah makan itu kebetulan sedang menyetel siaran berita dan ntah ada dorongan dari mana membuat Somi menghentikan aktivitas makannya. Mata dan telinganya fokus mendengarkan isi berita.

Sampai dia menyadari bahwa, dia sudah yatim piatu.

×××

"Harusnya kamu bilang ke Ibu atau ke Mbak dulu, dek."

Anin kini memeluk Somi yang masih tidak berhenti nangis.

Dua hari yang lalu orang tua kandungnya meninggal karena kecelakaan mobil. Tapi, tidak ada satupun orang yang memberitahukannya tentang itu.

Somi malah tau dari siaran berita yang gak sengaja dia tonton saat sedang makan dengan Ervan. Pada siaran itu dikatakan kalau anak dari Mr. Douma, ayah Somi, sedang ada di Kanada.

Padahal keluarga Ibu Somi tau kalau dia masih di Indonesia. Bukannya di Kanada seperti yang diberitakan di TV.

"Somi takut, Mbak. Somi takut mereka mau ambil barang-barang daddy dan perusahaannya," ujar Somi sambil terisak.

Ayah Somi memang pengusaha hebat. Jadi wajar kalau banyak orang berusaha ingin mengambil apa yang ada di dia.

Makanya Somi juga gak pernah pakai nama 'Douma' dibelakang namanya. Karena dia takut orang berbuat jahat ke dia.

"Jadi sekarang gimana, Som, perusahaan ayah kamu?" Tanya Gevano.

Somi menggeleng, "Aku juga gak paham, Mas Ano. Aku juga bingung harus minta tolong ke siapa kalau urusan kaya gini. Aku beneran gak ngerti."

"Aku akan coba tanya ke Papa ku. Siapa tau dia kenal pengacara atau orang yang bisa bantu kamu," ujar Gevano.

"Sekarang mending pulang dulu ke rumah. Ibu dari tadi nyariin kamu."

×××

Alin mengantar teh hangat ke kamar Bu Bada. Sementara Silva sudah tidur di kamarnya, mengingat besok dia harus sekolah.

"Minum teh dulu, Bu. Biar enakan sedikit," ujar Alin sambil menuangkan teh ke dalam gelas dan memberikannya ke Bu Bada.

"Makasih ya, Lin."

Bu Bada meneguk teh itu dengan wajah yang tetap sendu.

"Ibu jangan sedih lagi. Somi kan udah ketemu, Bu."

Bu Bada tersenyum kearah Alin. Walaupun matanya jelas memancarkan kesedihan dan ketakutan.

"Ibu senang Somi ketemu kok, Lin. Ibu cuma kepikiran sama anak Ibu aja," ujar Bu Bada yang membuat Alin bingung.

Bu Bada menggenggam tangan Alin. "Ibu bingung mau cerita ke siapa selain kamu. Karena kamu juga yang paling besar disini."

"Memangnya Ibu mau cerita tentang apa?"

"Alasan Ibu membuka panti ini 17 tahun yang lalu sebenarnya untuk menutupi malu atas kebodohan yang Ibu lakukan," ucap Bu Bada.

Alin masih bingung dan gak mengerti. Tapi dia menunggu Bu Bada melanjutkan kalimatnya.

"18 tahun lalu, Ibu dinyatakan hamil oleh dokter. Harusnya sebagai perempuan, itu hal yang membahagiakan. Ibu merasakan kebahagiaan itu, Lin. Tapi juga ketakutan dan kecemasan orang tidak akan menerima anak itu, membuat Ibu bingung."

Alin berusaha mencerna kalimat Bu Bada sampai dia menangkap maksud sesuatu.

"Jangan bilang anak yang Ibu maksud itu-----"


×××

Mohon maaf aku udah laaaamaaa banget gak update ya.

Tapi minggu ini aku usahain update setidaknya 3 kali seminggu untuk cerita ini.

Makasih yang masih nyimpen cerita ini di library-nya ❤

[0] Bocah PantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang