Chapter 14

1.8K 98 34
                                    

Aku dan Tuan Lanner masuk ke dalam motel. Resepsionis motel itu langsung beranjak dari tempat duduknya dan menyambut Tuan Lanner. Kami diperkenankan memasuki kamar no.25, ya, kamar dimana Julie Morgen terbunuh. Di luar pintu masih terdapat garis polisi berwarna kuning dan hitam. Keadaan pintu kamar ini masih sangat bagus, sama sekali tidak terlihat kalau pintu ini dibuka paksa oleh seseorang. Aku melihat ke sekelilingku, suasananya sangat tenang seperti tidak ada pembunuhan di sekitar sini. Mungkin, karena kejadiannya terjadi beberapa minggu yang lalu, jadi orang - orang yang tinggal di sini sudah tidak syok lagi.

Tuan Lanner membuka pintu dan memasuki kamar itu terlebih dahulu, aku mengikuti di belakangnya. 

Hal yang pertama kali menyita perhatianku adalah pecahan kaca yang berserakan di lantai. Terlihat juga tanda dimana Julie Morgen pertama kali ditemukan, ya kau tahu, tanda yang digambar memakai kapur tulis. Terdapat pula darah yang sudah mengering di atas karpet berwarna abu - abu. Tuan Lanner memintaku untuk berhati - hati dalam melangkah agar tidak merusak sesuatu. Aku mencoba berjalan ke ruangan lain seperti kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Namun, semua ruangan itu tetap bersih dan rapih yang membuatku berpikir ini adalah murni pembunuhan. Maksudku, jika sang pelaku ingin mencuri sesuatu setidaknya beberapa tempat akan berantakan.

" Tuan Lanner, bagaimana dengan hasil autopsi Julie Morgen? " tanyaku memecah keheningan.

" Kamu belum mengetahuinya? "

" Belum. Kepolisian hanya memberi tahuku terdapat tiga belas luka tusuk di tubuh Julie Morgen " jelasku.

" Ya, itu benar. Selain luka tusuk terdapat bekas pukulan yang cukup keras di belakang lehernya. Pukulan menggunakan tangan, bukan dengan benda tumpul. Di pergelangan tangannya ada luka sayat kecil. Di pelipis mata kanannya terdapat sedikit luka lebam dari benda tumpul. Kepolisian juga meyakini bahwa Julie Morgen sempat melawan pelaku "

" Bagaimana dengan sidik jari? " tanyaku.

" Bersih, tidak ada sidik jari. Ini seperti sudah direncakan sangat matang. Pelaku pasti menggunakan sarung tangan atau semacamnya "

Ada dua pertanyaan di kepalaku. Pertama, apakah sang pelaku benar - benar cerdik hingga membuat polisi kesulitan mengejarnya? Kedua, atau pihak kepolisian yang bodoh hingga tidak bisa menemukan jejak - jejak sang pelaku?

Baiklah, pertanyaanku yang kedua cukup konyol. Bagaimana bisa aku mengatakan hal seperti itu? Bahkan aku sendiri pun tidak bisa menemukan apa - apa di sini. Mungkin kata yang tepat adalah belum bisa.

" Tuan Lanner, bolehkah aku menelusuri tempat ini? Barangkali, ada barang bukti yang tertinggal" tanyaku.

" Aku rasa kau tidak bisa lakukan itu. Maafkan aku. Walaupun aku detektif yang bertanggung jawab pada kasus ini, tetapi aku tetap memiliki atasan dan butuh izin darinya "

Cukup mengecewakan mendengarnya. Tetapi apa boleh buat, akhirnya kami meninggalkan kamar itu. Kami berterima kasih kepada sang resepsionis lalu pergi.

Tuan Lanner mengajakku makan siang di salah satu restoran dekat dengan Angels Motel. Kami berbincang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga apa yang sedang viral di tv. Pembicaraan kami menjadi serius ketika Tuan Lanner tiba - tiba memanggil namaku dan menatap mataku dengan sangat dalam.

" Helena, aku ingin kamu tetap tenang mendengar hal ini " ucap Tuan Lanner seraya meraih tanganku.

Aku mengangguk.

" Kau tahu, kau sedang berada dalam status terduga oleh kepolisian. Karena banyak sekali bukti yang merujuk padamu. Jika kepolisian terus menerus tidak dapat menemukan pelaku. Kau tahu, kau bisa ditetapkan sebagai tersangka " ucap Tuan Lanner.

Aku bisa merasakan pandanganku menjadi sedikit kosong mendengar hal itu.

" Tidak. Tunggu, mengapa demikian? Itu hal yang sangat tidak adil. Bagaimana dengan Kana Scarlet? "

" Sebenarnya, dari awal polisi tidak bersungguh - sungguh dalam kasus ini. Mengapa? Ada beberapa alasan. Diantaranya adalah, kita tidak mengetahui asal usul korban. Lalu, dari sekitar tempat kejadian tidak ada sesuatu yang mendukung. Seperti saksi mata dan sebagainya. Yang menjadi alasan utama adalah tidak ada orang yang mengaku sebagai kerabat korban, atau bisa dibilang korban adalah sebatang kara "

Ya, alasan yang dijelaskan oleh Tuan Lanner masuk akal. Aku tertegun. Aku tidak tahu harus berkata apa saat ini.

" Tetapi, bagaimana jika aku tidak bersalah? Walaupun aku belum menemukan bukti yang kuat, yang menyatakan aku tidak bersalah, jika aku dipenjara bukankah itu sangat tidak adil? " tanyaku.

" Bagaimana aku menjelaskan ini. Kau tahu, kepolisian merupakan unsur untuk menjaga keaman dan ketertiban. Jadi, ' ketidak adilan' itu sangat mungkin terjadi untuk menjaga reputasi kepolisian "

Mendengar kalimat itu, membuatku sangat putus asa. Membuatku memiliki pandangan yang jauh berbeda terhadap kepolisian dari sebelumnya. Aku bisa merasakan atmosfer di sekelilingku menjadi sangat berat, hingga aku sulit bernapas.

" Beri aku waktu, setidaknya satu bulan " ucapku tiba - tiba.

Tuan Lanner menatapku, dengan tatapan kasihan. Aku benci melihat tatapan semacam itu.

" Akan aku usahakan " jawabnya.

Usahakan. Ya, itu berarti 50:50. Bisa ya, bisa tidak. Tatapanku mulai kabur, aku tidak bisa tenang saat ini. Aku berterima kasih kepada Tuan Lanner atas makanannya, dan pergi lebih dahulu meniggalkan meja itu. Aku kembali ke apartmentku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CLUE :  Angels MotelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang