Hari ini, aku akan menemui Tuan Lanner. Aku sudah menelponnya kemarin malam, dan kami sepakat akan bertemu jam 11 siang nanti. Aku melihat kembali kertas bukti pembayaran itu. Yah, tulisannya masih bisa terbaca walaupun ada noda bekas teh itu. Bagaimana bisa aku berlaku seperti ini kepada Emma, ditambah lagi aku juga berpikir Emma ingin menghalangiku.
Aku harus meminta maaf padanya.
Saat aku membalikkan tubuh ke arah pintu, aku bisa melihat sepasang bola mata melihat ke arahku melalui celah pintu yang tidak ditutup rapat.
Aku tersentak.
Aku berjalan mendekati pintu, lalu membuka pintu itu perlahan. Tidak ada siapa - siapa. Saat aku menoleh ke arah kiri. Ada Emma sedang menatap ke arahku. Mata kami bertemu, namun tidak mengucapkan satu patah kata pun. Aku bergegas kembali ke dalam kamar, mengambil barang - barang yang aku perlukan, lalu pergi. Emma masih menatapku hingga aku pergi keluar.
Emma, dia mengawasiku? Aku yakin, sangat yakin bahwa aku melihat sepasang bola mata itu. Siapa lagi yang ada di rumah selain Emma? Tetapi, begitu aku membuka pintu, tidak ada siapa - siapa. Apakah Emma langsung pergi begitu sadar aku mendekatinya? Buat apa Emma mengawasiku? Tingkah laku Emma semakin lama membuatku menjadi tidak nyaman. Niatanku untuk meminta maaf kepadanya, menjadi sirna.
Sekitar tiga langkah setelah aku meninggalkan apartment, aku teringat akan Billy. Aku terlalu dalam memikirkan kejadian tadi hingga lupa dengan Billy.
Aku mengetuk pintu kamar Nyonya Pott. Tidak lama, pintu itu terbuka. Terlihat Nyonya Pott masih mengenakan celemek berpita biru miliknya. Mungkin kamu akan berpikir bahwa Nyonya Pott selesai atau sedang memasak, tetapi tidak. Celemek itu digunakan Nyonya Pott untuk memandikan kucing kesayangannya. Ya, itu yang biasanya terjadi jika kamu telah berusia lebih dari lima puluh tahun, dan hidup tanpa pasanganmu.
Baiklah, kembali lagi. Aku menanyakan, atau lebih tepatnya meminta tolong kepada Nyonya Pott untuk memanggil Billy. Sekitar lima menit kemudian, Billy keluar dengan berpakaian rapi.
" Kau sudah lama menunggu? Maafkan aku " ucap Billy.
" Ah, tidak apa " jawabku seraya kami pergi.
Saat ini masih menunjukkan pukul 9.30 pagi. Ya, ada rentang waktu yang lama memang dengan waktu yang telah ditentukan. Akhirnya kami pergi ke kedai kopi di dekat kantor Tuan Lanner. Aku duduk di meja dekat jendela sedangkan Billy sedang memesan segelas kopi dan cokelat hangat.
" Ini untukmu " ucap Billy seraya memberiku segelas Cokelat panas.
" Terima kasih "
" Jadi, kamu tidak suka kafein? " tanya Billy tersenyum.
" Aku masih menyukai teh, tetapi entah mengapa aku tidak suka kopi "
" Unik juga ya " cemooh Billy.
" Ah, banyak juga yang tidak suka kopi selain diriku " ucapku membela diri.
Kami terdiam, hanya menatap ke luar jendela. Melihat hiruk pikuk orang yang bekerja, maupun yang hanya sekedar bermain. Setelah sepuluh menit kami terdiam, Billy membuka pembicaraan.
" Kau baik - baik saja? "
" Maksudmu? " jawabku terheran.
" Aku tahu, kamu pasti sedang ada masalah bukan? "
" Tidak, aku baik "
" Kau tidak perlu berbohong Helena, aku bisa melihat di matamu. Kau ada di sini, namun pikiranmu entah di mana "
Sungguh, sebegitunya kah dia mengamatiku? Maksudku, aku bahkan tidak pernah pergi sesering ini dengannya. Aku tidak bisa mengelak. Benar, aku masih memikiran tentang Emma. Aku menceritakan hal itu pada Billy. Dia hanya menatap kopi di hadapannya, dan sesekali melihat ke arahku.
" Kau tahu, sebelumnya aku bilang padamu untuk tidak berlaku seperti itu kepada Emma bukan ? " ucap Billy.
" Ya, aku terus memikirkan ucapanmu itu juga "
" Tetapi, jika memang benar Emma seperti itu, aku juga pasti akan resah bila ada di posisimu. Kau tahu apa yang kumaksud "
Aku mengangguk.
" Aku mulai berpikir untuk pindah, mencari tempat tinggal baru "
Billy yang sedang menyesap kopinya, tersedak mendengar perkataanku. Aku memberinya napkin, untuk membersihkan bajunya.
" Maksudmu, pindah kamar atau pindah apartemen? " tanya Billy seraya membersihkan bajunya.
" Kalau aku hanya pindah kamar, dia masih bisa mengawasiku. Maksudku, lebih baik aku tinggal sendiri daripada satu kamar dengan seseorang yang berlaku aneh, bukan? "
" Jika memang begitu, akan aku bantu kamu mencari apartemen baru "
" Oh, Billy. Kamu sungguh sangat baik hati. Akan lebih baik jika apartemen tersebut di daerah ini, dekat dengan kantor Tuan Lanner "
" Apa? Mengapa? " tanya Billy.
" Yah, kurasa akan lebih mudah menyelesaikan kasus ini jika seperti itu "
Kami kembali terdiam, menatap lagi keluar jendela. Hingga waktu menunjukkan pukul 10.50 pagi, kami pergi ke kantor Tuan Lanner. Billy terlihat lebih bungkam dari sebelumnya. Dia terus berjalan di belakangku. Mungkin, karena aku mengatakan akan pindah? Aku meraih tangannya, agar dia berjalan di sampingku. Dia hanya menatapku dan kami jalan berdampingan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLUE : Angels Motel
Mystery / ThrillerSebuah pembunuhan terjadi pada gadis cantik di kamar sebuah motel di pinggir kota. Bukti - bukti di tempat kejadian memaksa Helena terlibat dalam kasus ini. Semua petunjuk yang diterimanya harus dipecahkan seorang diri maupun dengan bantuan temannya...