Guanlin menarik tangan Aluna lalu membawanya pergi. Ia mendorong keras Aluna untuk masuk ke dalam mobil lalu mengunci nya dan segera melaju dengan cepat.
Aluna menatap was-was Guanlin yang terlihat tengah murka. Rahang Guanlin mengetat.
Tiba-tiba mobil berhenti mendadak di hutan yang banyak ditumbuhi pohon pinus, sehingga membuat Aluna terbanting ke depan kalau ia tidak menggunakan sabuk pengaman dalam mobil.
Napasnya terengah-engah, ia melotot pada Guanlin. Apa maksudnya?
“Lo apa-apaan? Mau bunuh gue!?” Aluna berteriak, sementara Guanlin hanya mendengus.
“Keluar.”
“...”
“Keluar.” Aluna menatap Guanlin bingung, Guanlin mengusirnya? Begitu?
“Huh?”
“Keluar gue bilang!” Guanlin membentak Aluna sampai Aluna terkejut, membuat ritme jantungnya berdetak cepat.
“Lo narik tangan gue terus bawa gue ke sini cuma mau nurunin gue dihutan?” Aluna memandang Guanlin bengis.
“Menurut lo?”
Aluna terbahak, Guanlin menatapnya bingung walau tak terlihat jelas di raut wajahnya. “Pengecut.”
Emosi Guanlin meninggi, lancang sekali menyebutnya dengan panggilan bernada merendahkan seperti itu.
Guanlin memegang erat leher Aluna, wajah mereka begitu dekat. Sampai Guanlin dapat merasakan napas hangat Aluna di wajahnya.
“Ulang!”
Aluna tersenyum walau dengan susah payah menghirup udara disekitarnya. “Pe-ng-ec-ut!”
Pegangan Guanlin pada leher Aluna mengetat, dadanya naik turun.
Wajah Aluna mulai membiru dengan masih berusaha menghirup udara tanpa mau memohon untuk dilepaskan. Mata Aluna memejam lalu membukanya kembali, mulutnya terbuka lebar mencoba menghirup udara yang ada.
Namun nihil. Guanlin begitu kuat mencekiknya.
Mata Aluna berair, ia tidak menyangka bahwa sahabat mantan kekasihnya begitu dendam kepadanya.
Dirasa sudah cukup, Guanlin melepaskan cekikkannya lalu memberi sebotol air mineral pada Aluna.
Yeah, ia melepaskannya hanya tidak ingin dijatuhi hukuman dan menetap dalam sel tahanan.
Aluna meminum air itu dengan rakus, bahkan sampai mengalir melewati leher dengan terus menerus.
Jakun Guanlin naik-turun dengan cepat, ia memalingkan wajahnya, lebih baik melihat pohon pinus yang berjajar daripada melihat Aluna yang meminum air dengan rakus sampai seperti itu.
Guanlin teringat pada pemikirannya saat melihat Sabrina bersujud, tadi nya ia membawa pergi Aluna hanya untuk diturunkan di hutan, namun, niat itu ia urungkan.
Mengacak rambutnya pelan saat Aluna masih menghirup udara dengan dada naik turun.
Handphonenya berdering, tertera nama Mama di layar handphonenya. “Ya?”
“Guanlin! Kamu pergi ke mana hah?”
“...”
“Udah hancurin acara kita kamu pergi gitu aja?! Pulang. Sekarang.”
Setelah mendengarkan nada menyentak nya, Guanlin langsung terdiam.
Melirik Aluna sekilas, dirasa Aluna sudah lebih baik, Guanlin menjalankan mobilnya tanpa satu kata pun.