“Bareng siapa lo pulang?”
Aluna tersadar dari ketakutannya, ia menggeram lalu mendorong tubuh laki-laki itu dari hadapannya, ia segera meraba-raba dinding dan mencari saklar lampu, lalu menyalakannya.
“Guanlin!”
Guanlin yang terdorong hanya mundur beberapa langkah, ia menatap Aluna dengan sorot marah namun tertahan.
Aluna mengangkat sebelah alisnya bingung, seharusnya ia yang marah karena dengan sembarangan Guanlin masuk ke dalam apartmentnya. Namun ini malah Guanlin yang terlihat marah, seolah Aluna telah melakukan kesalahan.
“Lo ngapain di tempat gue?”
“Gak boleh?”
“Jelas gak boleh lah! Terus lo tau password gue dari mana?” Serius Aluna bingung kenapa Guanlin bisa memasuki tempatnya, bahkan dengan password yang hanya ia tahu.
“Bukan urusan lo gue tau dari mana.”
“Lo-”
Guanlin duduk di sofa lalu mengeluarkan rokok dari saku kemejanya, “dari mana?”
Aluna tidak menjawab, lalu pergi menuju kamar adiknya, namun yang orang yang ingin dia cari tidak ada.
“Alana di mana?”
Guanlin masih sibuk dengan rokoknya, ia menyalakan rokoknya dengan korek gas yang sepertinya sering dibawa.
Aluna menggertakkan giginya, “Alana di mana?”
Guanlin berdecak, ia tengah mengisap rokoknya seketika berhenti lalu menatap Aluna, ia berdiri dan berjalan ke arah Aluna, ia menghembuskan asap rokok tepat di depan wajah Aluna dan berhasil membuatnya terbatuk.
Melihat itu, Guanlin tersenyum, “lo jawab pertanyaan gue tadi, baru gue kasih tau adek lo di mana.”
Aluna mengepalkan tangannya, semakin hari Guanlin semakin keterlaluan. Tanpa mempedulikan Guanlin, Aluna berbalik bermaksud untuk mencari keberadaan Alana dengan caranya sendiri. Namun, Guanlin malah membopong tubuhnya dan memasukannya ke dalam kamar, melemparkan Aluna ke atas kasur dengan kasar.
Aluna melotot dan segera duduk, “lo kurang ajar! Ngapain lo bawa gue ke kamar!?”
Guanlin melonggarkan ikatan dasinya, ia duduk di atas kasur tepat di depan Aluna, “lo gak gue izinin buat keluar.”
“Gue gak butuh izin lo!”
“Lo butuh. Karena adek lo udah gue pulangin ke tempat om sama tantenya.”
Darah Aluna seketika langsung mendidih, ia menampar Guanlin dengan begitu keras.
“Lo bukan siapa-siapa gue! Lo gak usah ngatur gue ini-itu! Bawa balik Alana!”
Guanlin mengusap pipinya yang terkena tamparan, bibirnya sedikit robek dan mengeluarkan darah segar. Guanlin menjilatnya lalu menatap wajah Aluna tanpa ekspresi, “lo kayaknya make semua tenaga lo buat nampar gue.”
Napas Aluna memburu, ia tidak menjawab namun masih memelototi Guanlin dengan buas, “brengsek.”
“BALIKIN ALANA!” Dan,
PLAK!
Sekali lagi Aluna menampar pipi Guanlin. Ia begitu emosi sampai tidak bisa mengendalikan gerakan tangannya sendiri.
Sekarang wajah Guanlin, kiri maupun kanan terdapat cetakan lima jari yang sama dan memerah.
Guanlin langsung menatap Aluna, ia menggeram lalu segera mendorong tubuh Aluna agar berbaring, Guanlin langsung menindihinya dan mencengkram dagu Aluna.
“Nyali lo gede juga sampe bisa nampar gue dua kali. Lo minta gue perkosa?”
Aluna memandang wajah Guanlin dengan rasa penuh kebencian, lalu ia meludahi wajah Guanlin. “Manusia penjilat kayak lo, emang pantes gue tampar.”
Guanlin menghapus ludah yang bersarang di wajahnya, ia memasang ekspresi bengis, cengkramannya pada dagu Aluna semakin mengencang, bahkan kini kedua tangan Aluna sudah Guanlin tahan di atas kepalanya dengan satu tangan saja, “lo, pelacur hina!”
Setelah mengatakan itu, Guanlin langsung mencium bibir Aluna dengan kasar, bahkan tidak memberi waktu untuk bernapas. Aluna menggelengkan kepalanya dengan beringas, kakinya menendang ke sembarang arah berharap Guanlin melepaskannya.
Terakhir, Guanlin mengigit bibir Aluna sampai berdarah baru melepaskan tautan bibirnya.
Guanlin tersenyum miring, ia mencium pipi Aluna lalu berkata, “lo udah layanin dua sahabat gue. Giliran gue yang belum lo layanin. Jangan pilih kasih ...”
Rasanya Aluna ingin menangis dan pergi dari posisinya sekarang. Dipandangan Guanlin, Aluna adalah sampah, manusia hina yang hanya bisa dipermainkan saja. Bahkan untuk mengatakan kalimat sekejam itupun dapat Guanlin ucapkan tanpa memerhatikan perasaannya.
Aluna menangis, ia tidak lagi menahan air matanya. Ia terlanjur dicap hina dan kotor lalu untuk apa berlaku seperti orang suci di depan Guanlin?
Guanlin yang melihat Aluna menangis, tidak menunjukkan belas kasih sedikitpun, ia masih tidak melepaskan kedua tangan Aluna dan hanya memandangnya saja.
Aluna sesegukkan dan Guanlin tidak menyuruhnya berhenti. Malah kembali mencium Aluna sama seperti sebelumnya, kasar.
Aluna sudah tidak melawan lagi dan hanya pasrah. Memang itu yang diinginkan Guanlin, dan ia tetap melanjutkan aksinya sampai ia tiba-tiba melepaskan Aluna dan berlutut memegang bagian tengah di antara pahanya.
Wajahnya membiru dan menjerit tak terahankan.
“BLOODY HELL! YOU BITCH!”
Aluna tidak percaya ia bisa dengan kerasnya menendang kemaluan Guanlin. Ia takjub pada dirinya sendiri.
Sebelum Guanlin menyadarinya, ia mengusap air matanya dan turun dari kasur, ia berlari sekuat tenaga keluar dari apartmentnya tanpa alas kaki, dan rambut berantakan.
Ia berlari tanpa tahu arah, bahkan tidak memiliki keberanian untuk menoleh ke belakang.
HOTEL
Gak besok, skrg aja wkwk.
Oh iya, sekalian mau bilang kalo cerita ini mau gue revisi, tapi gak bakal gue unpub kok. SantuyBtw, komen dong, gue lagi semangat-semangatnya up di sini, tapi yang nungguin gak ada. Kyk sia-sia, gak sih? Mending gue hiat lagi
![](https://img.wattpad.com/cover/118543018-288-k107481.jpg)