Chapter: Mine

2.4K 215 31
                                    

Hani menghembuskan napasnya pelan, kenapa masalahnya menjadi serumit ini. Daniel dan Guanlin seolah-olah bersaing untuk mendapatkan Aluna, sedangkan Aluna tengah dilanda galau karena Jinyoung.

Andai saja ia tidak menyarankan Aluna untuk melamar pekerjaan di hotel itu, andai saja ia tidak memaksa Aluna kala itu.

Guanlin dan Daniel sudah pergi, hanya tersisa Hani di ruang tengah dan Aluna di dalam kamarnya. Ia berjalan mendekati pintu kamar Aluna, mengetuknya pelan sampai beberapa detik kemudian dibuka.

Aluna tampak baik-baik saja.

"Lho?" Hani menatap Aluna bingung.

Aluna menatap bingung juga, "kenapa?"

"Itu, lo gak... nangis?"

"Ngapain gue nangis?"

Hani menggaruk tengkuknya pelan, "gimana ya, biasanya lo kan..." Hani tertawa garing lalu memalingkan wajahnya, "suka kepikiran Jinyoung." Hani berucap pelan.

Aluna menatap Hani lama sampai kemudian ia tertawa keras, "buat apaan?"

Hani menatap Aluna tidak mengerti.

"Buat apaan gue nangisin orang yang gak bisa gue gapai?" Aluna memberi jeda, "selamanya Jinyoung gak bisa gue gapai."

"Lo tau kenapa?" Aluna memandang Hani dengan tatapan ramah, lalu menjawab pertanyaannya sendiri. "Karena dari awal juga gue sama Jinyoung itu gak sekasta. Gue yang gak tau diri, bisa-bisanya nerima dia pas dia nyatain perasaannya ke gue."

Aluna tersenyum miring, "gue gak pantes buat Jinyoung, Han."

***

Daniel terdiam, ia memandang layar laptopnya yang menyala dan menunjukan diagram batang hasil laba yang berhasil ia raup.

Perusahannya berjalan dengan lancar sekarang. Daniel berada dititik jayanya, semua kontrak kerjasama yang ia lakukan berhasil mencapai kata sukses, pembangunan serta penanaman modal pada perusahaan atau hotel yang hampir bangkrut selalu mendapatkan timbal balik yang menguntungkan.

Daniel melirik sekretarisnya lalu melonggarkan dasi yang sedari rapat terasa sangat mencekik, ia berkata, "Kontrak pembangunan gedung anak hotel di Indonesia, Jepang, Amerika, Malaysia dan enam Negara lainnya berjalan dengan lancar." Daniel memberi jeda, "kita membutuhkan beberapa kinerja untuk turun langsung ke lapangan dalam waktu singkat, melihat lokasinya dan memutuskan sebelum tanggal yang disepakati."

Sekretarisnya mengangguk mengerti dan izin undur diri untuk menyusun jadwal.

Daniel menutup matanya lalu memijat pangkal hidungnya, sangat lelah rasanya namun itu sebanding dengan apa yang ia dapat sekarang. Daniel menjentikkan jarinya, ia mengukir senyum manis sampai matanya.

***

"Aa, ok. Hm, lo mau jalan-jalan?"

"Kemana?"

"Keliling komplek barangkali?"

Aluna menyipitkan matanya, "lo serius? Jalan-jalan ngelilingin komplek? Lo aja sendiri sana."

Hani cemberut, "yaudah kemana."

"Caffe di depan aja gimana?"

"Nongki itu namanya Al,"

"Suka-suka gue dong, tadi lo nanya." Aluna menjawab sewot.

Hotel Service TipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang